2

38 4 0
                                    

. . .

Kaki jenjang di selimuti dengan celana coklat panjang memasuki halaman rumah seorang warga yang di yakini adalah paman yang selama ini selalu menjenguk dirinya  di rumah neneknya dulu, sungguh Arga menghormati pamannya ini, sebagian besar hidupnya selalu ada beliau yang menemani, walaupun mereka tidak ada hubungan darah tapi paman itu sangat menyanyangi Arga seperti anaknya sendiri, rasa iba lah yang membuat paman itu mendekat ke Arga, dan memberikan peran ayah di dalam hidup Arga.

"Permisi" Pria paruh baya itu menoleh saat sedang menyirami tanaman di halaman depan dengan wajah gembira dan terkejut paman itu berjalan cepat ke arah Arga dan memeluk tubuh tegap milik Arga.

Menepuk tubuh yang di selimuti dengan seragam dan mengucapkan kalimat kalimat rindu.

"Sudah lama sekali nak, kamu sangat gagah mengunakan seragam Ini" Tak terasa bulir bulir air mata jatuh membasahi pipi keriput sang paman.

"Iya paman, paman juga masih tampak sehat seperti dulu"

"Paman tak sekuat dulu, paman tidak bisa lagi menggendong dan mengajak mu bermain ke pantai, kau sangat menyukai pantai bukan hahaha paman masih ingat anak bertubuh bulat putih dengan pipi merona  berlarian ke tepian agar tidak terkena basah karna ombak. " Ucap Paman sembari mengelus pelan surai coklat itu.

"Ayo masuk, kau pasti lelah" Mereka berjalan beriringan dengan gelak tawa sang paman yang sudah sangat biasa menghadapi sikap dingin pria yang sudah di anggap sebagai anaknya ini.

. . .

"Bagaimana dengan ayahmu? " Arga terdiam saat hendak menyeruput tehnya.

"Jangan bahasa pria itu paman" Paman menggeleng lalu meletakkan cangkirnya.

"Arga lihat paman, kau sudah besar Arga, hilangkan sedikit rasa benci mu kepada ayahmu, paman tau ini sulit paman tau bagaimana masa kecilmu tapi____ dia masih ayahmu, dia membuat kau hadir di dunia,  ayah mu begitu sibuk karna dia ingin hidupmu terjamin dan dirimu kelak menjadi anak yang berguna"  Arga menghela nafas beratnya.

" Dengan menelantarkan ku?, uang saja tidak cukup untuk membesarkan ku paman, Dia bahkan tidak peduli terhadap diriku dan nenek paman, sampai nenek menghembuskan nafas terakhir pun batang hidung pria itu tidak pernah muncul, jangankan demi diriku demi nenek yang notabenya ibu kandung nya saja dia tidak peduli paman" Arga dengan mata yang sayu menatap pamanya itu.

"Arga___"

"Ayah_______ aku pulang" Pekik seorang gadis belia dengan baju sekolahnya menenteng tempat nasi dengan wajah yang cemong dengan lumpur.

"Astaga Sea___ kamu kenapa???? " Sea hanya tercengir menanggapi sang ayah.

"Tadi aku bermain sebentar dengan teman teman ku di sawah paman joko, kebetulan aku juga mencari belut yah___ kita bisa makan belut malam ini " Dengan bangga Sea menyodorkan tempat makanya yang sudah penuh dengan belut dan juga lumpur tentunya.

Sang ayah menggeleng dengan senyum lebarnya,sedangkan Arga menatap tak minat ke arah gadis itu.

Sebut saja gadis itu Sea seperti arti dari namanya yaitu laut, Sea mengalir begitu saja, dia bisa menjadi periang dan juga pendiam, ketika ia di hadapkan dengan orang baru maka dia akan diam seharian, ya dia mampu berdiam diri jika bertemu orang baru, namun ketika bersama dengan ayah dan teman temanya Sea bisa menjadi versinya yang menyenangkan.

"Hahah iya, oh iya perkenalkan ini kak Arga" Ketika gadis dengan rambut pendek itu tersadar ada orang lain selain dirinya dan ayahnya dia pun diam dan mendekat ke ayahnya.

"Dia siapa? " Wajahnya berubah tanpa ekspresi, menatap lurus pada Arga.

"Dia itu anak ayah juga namanya Arga " Sea menggeleng.

"Anak ayah hanya Sea, kau siapa? " Sea menunjuk Arga.

"Apa kau tidak dengar perkataan ayah mu?, apa dia kelainan paman? " Mata sang ayah membulat tidak habis pikir dengan Arga yang tidak berubah sejak kecil.

"Enak saja!, aku ini tidak keliatan ya! Buktinya aku sekolah, kau saja yang kalainan mungkin,  ayah memungut orang ini dari mana? Tampak tidak sopan" 

"Heh kamu tidak boleh begitu, dia lebih besar dari kamu jadi hormati dia" Sea mengangkat kedua bahunya acuh saja dengan perkataan sang ayah.

"Tidak peduli, aku mandi dulu yah" Saat melewati Arga, kedua mata mereka bertemu, Arga yang melihat datar Sea sedangkan Sea memutar bola matanya jengah.

"Ha___ maafkan sikap putriku itu ya"Arga mengangguk.

" Tak apa aku bisa mengerti, dia hanya gadis labil"

"Dia masih ke kanak-kanakan di umurnya yang menginjak 16 tahun, berbeda dengan dirimu yang di umurnya, berdiam diri dengan buku buku mu di kamar membacanya tanpa mau di ganggu, kau anak yang cerdas pada masa itu"

"Ah tak usah brlebihan paman" Paman hanya tersenyum menanggapi itu tanpa mereka tau ada seseorang yang tengah menguping dengan wajah penuh lumpur yang mulai kering.

"Cih sok merendah sekali dia, dasar pucat"

Tbc

pelayaran tak sampaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang