🌹THALIA🌹

218 18 11
                                    

Rembulan separuh di pucuk cemara lambat laun hilang ditelan awan kelam yang datang dari arah timur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rembulan separuh di pucuk cemara lambat laun hilang ditelan awan kelam yang datang dari arah timur. Malam begitu hening, hanya angin yang berani mengalunkan melodinya. Riak air berhamburan memenuhi kolam yang tak pernah kering itu kini nampak sedikit berbeda, entah apa yang berubah, tapi suasana itu tak nampak seperti biasanya.

Seorang gadis dengan gaun putih tulang nampak duduk bersimpuh di mulut kolam sesekali menundukkan dirinya. Ia terlihat memberi makan ikan warna warni di sana sesekali menyelipkan rambut hitam pekatnya ke telinga agar tak menyentuh permukaan air.

“Your Highness.” panggil seorang wanita dari belakang.

“Aku lupa memberi makan mereka sore tadi, Edriana,” balas gadis itu. Senyum terlukis di bibirnya. Ia berdiri lantas berjalan mendekati Edriana seorang wanita paruh baya berambut ginger.

Gadis itu masih tersenyum saat wanita itu memberikan mantel untuknya agar tak kedinginan. Masih dalam keheningan malam, ia menatap Edriana. Wanita itu entah kenapa masih nampak cantik di umur yang sudah menginjak setengah abad.

Mata coklat gelap miliknya sangat kontras dengan mata abu-abu terang milik wanita itu. Semua anggota keluarganya memiliki warna mata terang, juga warna rambut terang, bahkan ayahnya memiliki mata sebiru samudra.

Entah kenapa ia sering memikirkan hal itu beberapa tahun terakhir. Tapi kelegaan muncul ketika ia kembali mengingat orang-orang di sekitarnya selalu mengatakan dirinya yang sepenuhnya mirip dengan ibunya.

“Kau selalu mengingatkanku, aku sudah dewasa, Edriana,” tutur gadis itu di tengah perjalanan kembali menuju kamarnya.

“Your Highness.” Seorang pemuda berhenti memberi hormat pada Thalia.

“Aku dengar kau berhasil mengambil alih benteng Alcador.” Thalia tersenyum.  “Selamat atas keberhasilanmu dalam tugas, Reiga.” 

Setelah memberikan pujian singkat lantas kembali melangkah menuju kamarnya. Meninggalkan Reiga yang menatap kepergiannya dari belakang.

“Tapi ini sudah lewat jam 9 malam, Your Highness.” Edriana kembali melanjutkan perkataannya yang terpotong sembari berjalan cepat membuntuti sang putri hingga sampai di depan pintu kamar.

Sang Putri pun kembali ke peraduannya. Setelah memastikan Sang Putri tertidur, Edriana menutup pelan pintu kamar dan mengangguk pada dua orang penjaga sebelum kembali menyelesaikan pekerjaan kemudian istirahat.

Sementara di dalam Sang Putri kembali membuka kedua netranya, ia menyingkap selimut tebalnya dan turun dari ranjang. Dengan kaki telanjang, ia berjalan menuju meja belajar dan kembali membuka buku catatan miliknya. Bukan buku catatan, lebih tepatnya buku sketsa, karena di dalamnya terdapat beberapa goresan indah karya Sang Putri setiap malam.

Ya, sebenarnya Sang Putri tak pernah tidur sebelum lewat jam 12 malam. Ia akan menggambar sesuatu sebagai ritualnya sebelum tidur.

‘Wusshh

DARK KNIGHT OF ARSGOETIA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang