¹²Sudut Pandang

43 3 2
                                    

Happy Reading Y'all

"ketika  suka tapi  takut itulah kondisi saat melihat gulungan ombak dari tepi pantai,"
_

storywd

Khawatir kekacauan akan terjadi setelah memutuskan untuk percaya kembali kepada orang lain. Haruskah Alma mempercayai Ghaftan? mereka bagaikan dua orang yang saling berperang dalam mencari tahu kebenaran.

Alunan udara yang berhembus dingin tatkala menjadikan atmosfer di sore hari  terasa membeku. Pikiran ini mengarahkan antara berkata sejujurnya atau lebih baik menutupi demi menjaga diri.

"Alma? masih ada disini?," Ghaftan menginterupsi kegiatan melamun gadis dihadapannya. Jika saja Ghaftan tidak mencurigakan mungkin Alma akan berterus terang kepadanya.

Alma pernah membaca cuitan sekilas di akun sosial media katanya, jangan terlalu mempercayai teman kantor. Entah itu bukti nyata atau hanya untuk oknum tertentu saja. Intinya Alma tidak menggeneralisir maksud cuitan tersebut.

"Gakpapa kalau belum bisa ngasih tahu sekarang, jangan merasa terpaksa apalagi terbebani, saya belum bisa kasih jaminan apapun, wajar aja kalau kamu hati-hati," tutur Ghaftan.

Alma berucap lega mendengarkan penuturan Ghaftan. Ghaftan berjanji akan menceritakan perlahan. 

"Maaf ya, tapi gue emang sesusah itu buat terbuka dan percaya sama orang asing."

Ghaftan terdiam, 

"Aduhh, bukan gitu maksudnya. Bukannya gak menghargai dua tahun kita kenal tapi ngerti kan yang gue maksud? tetep aja kita itu dua orang asing

"Jangan merasa terbebani lagipula saya yang butuh kamu, mungkin kedepannya akan sama-sama menguntungkan."

Mereka melanjutkan kembali acara makan-makannya. Ghaftan telaten sekali dalam mengurus adik bungsunya. Ia menyuapi Moi dengan hati-hati dan penuh ketulusan. Mumpung adiknya sedang baik-baik saja katanya, ah padahal setiap hari pun Moi baik-baik saja, mungkin??            No one knows.

"Kenapa tatapan mata dia tulus banget, dia gak main-main dengan ketulusan hatinya, ngerti kan bukan tatapn palsu soalnya tatapan palsu itu terasa dingin meskipun kelihatannya hangat, thanks for everything, I learn a lot," Alma memang kagum akan sikap Ghaftan, bukan berarti ia menyukainya ya. Garis bawahi 'hanya kagum'.

"Kamu  sudah tahu kan, kalau pengelolaan Kedai sempat hancur karena isu korupsi?," tutur Ghaftan mengubah dirinya menjadi mode serius.

Sehari-hari sudah serius, kini lebih serius lagi. "Kalau ngobrol sama Ghaftan berasa hadap-hadapan sama dosen killer."

"Iya. Itulah salah satu alasan kenapa saya ada disini," lidah Alma terasa kelu dan kaku kalau pakai gaya bicara seperti ini. Rasanya tidak luwes.

Alma sempat-sempatnya melamun. "Gue lagi ngurusin nasib orang lain, pdahal nasib gue aja belum terdeteksi. Ah elah gini amat kerja di orang, lama-lama bangun perusahaan sendiri aja kali ya."

"Saya tau kamu kurang nyaman bicara formal gini. Senyamannya aja, gak usah di paksa, maaf," tuturnya. Ah Ghaftan memang menyadari hal tersebut.

Alma cengengesan. Ia seperti tertangkap basah melakukan penggelapan dana. Padahal sudah berusaha semaksimal mungkin untuk berlaku formal.

Sudut Pandang [Sedang Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang