"Sebuah cerpen"
Neng, jika kau ingin kembali, kembalilah #1Sudah sekian kalinya aku menyebut namanya dalam doa. Ku rangkaikan seribu doa agar ia selalu dalam lindungannya. jutaan diksi indah ku tuliskan padanya disetiap lembar halaman. Kini, sudah 730 hari aku mencintai nya dalam diam. hanya bisa memintanya kepada sang pemilik hati, dan mengukir namanya dalam setiap sujud. Aku berharap Tuhan Mengabulkan keinginan ku, walau terkesan memaksakan rasa, Ujana hati telah tersiram ribuan ekspektasi beradu renjana
Semua berawal dari ketidaksengajaan dua tahun yang lalu. saat itu, yang tanpa sengaja aku menaruh rasa pada seorang putri kyai yang berjilbab besar yang membentangkan sejuta helai benang tak bertepi. tak pernah terpikir untuk mempunyai rasa kepadanya, namun tuhan berkehendak lain.
Khodijah, nama yang anggun, yang selalu melekat dalam Smarti, nama yang selalu aku tulis di depan lembaran buku harian ku. Berawal dari hari itu, aku tak sengaja bersua pandang dengan nya yang jauh nan sana, tersekat oleh ribuan santri bersarung yang berdiri memberikan hormat pada pak Kyai. Kecuali aku, yang saat itu kedua mataku telah sempurna memandang nya.
Mencintai dalam diam memang tak selamanya mudah. Rasa sakitnya, bahagianya, tak bisa aku tunjukkan. Katakanlah aku adalah laki-laki yang "naif", yang hanya bisa memendam rasa cinta. Yang akhir nya bisa ditebak, menahan rasa sakitnya sendiri.
Dua hal yang aku tahu saat ini, diam dipojokan kamar, dan menggoyangkan buah kalam tentang nya, tanpa menjadi Abhitah untuk mengungkapkan rasa. Atau berdiri gagah Gajendra dan mengatakan dengan lantang bahwa aku mencintainya.
910 hari aku mencintainya dalam diam. tepat dua tahun lebih enam bulan lamanya, perasaan ku masih sama. sakitnya masih kurasakan perih, menahan masih berimbang. Sesekali aku ingin menuliskan surat cinta padanya, yang mungkin saja ada keajaiban ia menerima cintaku yang tertahan rasa malu menelan rindu.
Aku berdiri dari tempat duduk ku, sembari membentangkan tangan ku lebar-lebar, dan melenggangkan jari-jariku yang sedikit kaku karena lamanya menggenggam pena."assalamualaikum" Suara salam merangkak di kedua telingaku. Lamunan itu buyar seketika.
"Waalaikumussalam" Jawab ku Sambil menggaruk kepala yang tak gatal.
"akhi kemana aja?" tanyanya, sambil tersenyum semeringah menepuk pundakku yang kaku
"aku sedari tadi disini, Ahmad." jawabku
"oh iya, dipanggil tuh sama kang Rozak" menimpaliku ramah
"Apa, kang Rozak?" jawabku sedikit menekan dengan pertanyaan.Astaga!! , aku lupa sesuatu, hari ini adalah jadwal ku untuk pergi kepasar untuk membeli perlengkapan yang ada di koprasi pondok. Sejenak aku melihat jam ditangan ku yang sedari tadi jarumnya berputar tanpa henti. Sesekali alarmku berbunyi , namun aku selalu saja menghiraukan nya. sebab, untaian kata indah belum sempurna aku tuliskan untuk si neng Khodijah, pujaan hati belahan jantung.
Sepertinya aku telat Setengah jam, karena ini sudah pukul 08 lewat 30 menit. Seharusnya jadwal ku pergi jam 8:00. Sesuai jadwal yang telah diberikan. Aku langsung bergegas pergi tanpa pamrih, dan menghirau kan Ahmad yang berdiri cengingisan, karena melihat pertunjukan si raja ngaret baru saja pergi dengan sat, set, sot, gempar menggelegar. Tanpa oke makjos markojos."Kang Rozak, kang Rozak" Ucapku yang berdiri didepan troli yang masih setengah terbuka, dengan napas yang masih ngos-ngosan. Karena jarak dari kamar asrama dengan koperasi pondok lumayan jauh.
"Ya, ya, ya" Jawab nya, terdengar yang masih samar-samar dibalik troli putih yang sedikit berdebu.
"oh, ini rahan ya,?" Tanya nya dengan suara yang merdu, semerdu burung Common Nightingale
Aku kaget, jantungku langsung tidak terpompa dengan baik. Melihat wajahnya yang indah seperti aurora di Reykjavik, IslandiaSekejap kesadaran ku langsung mi'raj hingga langit ketujuh. Melayang-layang mengitari bintang. aku menundukkan kepala sembari mengusap keringat yang bercucuran hingga membasahi philtrum. Badan ku bergetar hebat. mataku sayu berdayu tak berani menatap nya. Karena , semakin menatapnya, maka wajah nya semakin beringas menghantam atma.
Tak terencana sebelumnya. Astaga. Ternyata yang menjawab itu adalah neng khodijah, si pujaan hati belahan jantung. gadis yang kehadirannya telah berhasil Merenggut sebelah dari jantung ku. Gadis yang telah menciptakan buih - buih Triasih"Raihan"
sapaan itu memaksa ku untuk mengangkat kepalaku yang sedari tadi tertunduk pasrah.
" mm.. Ee.. Mm mm.. Ya neng" jawab ku terbata-bata. aku langsung mendadak seperti orang yang baru saja belajar berbicara. Seketika timbul sebuah Nawasena, tentu bersamanya."oh iyya Raihan, tadi kang Rozak meng-amanahkan ku untuk memberikan uang ini kepada Raihan" ucapnya dengan suara yang amat sangat merdu, bahkan lebih merdu dari burung Common Nightingale, Suara indah nya itu, yang sebentar lagi akan menjadi instrumental yang paling syahdu yang akan aku putar sebelum tidur.
Kini, pandangan ku jauh terjamanika oleh jarak, ingin sekali aku melambaikan tangan untuknya, dan memberikan senyuman terindah yang tak akan pernah ia lupakan. Namun, rasa canggung masih saja bertikai dengan perasaan. Aku sayang, aku cinta, aku rindu, wahai neng Khodijah, maukah engkau menjadi Jatukrama dalam hidup. Keindahan parasmu menyatu dengan langit Saariselkae, Finlandia
KAMU SEDANG MEMBACA
Neng, Jika Kau Ingin Kembali, Kembalilah Part I
Teen FictionSudah sekian kalinya aku menyebut namanya dalam doa. Ku rangkaikan seribu doa agar ia selalu dalam lindungannya. jutaan diksi indah ku tuliskan padanya disetiap lembar halaman. Kini, sudah 730 hari aku mencintai nya dalam diam. hanya bisa memintanya...