"Pasien Dery sudah baik-baik saja, sebuah keajaiban karena pasien dapat kembali membuka matanya tanpa cidera dalam yang parah. Hanya saja pasien harus tetap di rawat karena cidera luar yang tidak bisa dibilang ringan."
"Baik, Dok." Ucap Esya sambil tersenyum tipis di wajahnya yang nampak pucat.
"Wajah kamu sangat pucat, apa kamu sedang sakit?" Tanya sang Dokter yang tadi menangani Dery.
"Tidak, saya baik-baik saja." Ucap Esya dengan senyum manisnya yang ia ukir paksa.
"Baiklah, kalau ada apa-apa silahkan panggil saya. Saya permisi dahulu." Ucap Dokter tersebut
"Terimakasih, Dok." Sahut Esya sambil tersenyum ramah dengan tubuh yang ia bungkukkan sedikit.
Sang Dokter hanya bisa tersenyum tipis dan melangkah keluar ruangan meninggalkan Esya dan Dery berduaan di ruang rawat tersebut. Esya memilih mendudukan kembali dirinya di kursi samping ranjang pesakitan milik Dery.
Sedang pemuda dengan nama Dery hanya mengamati pergerakan Esya. Esya menatap sekilas wajah pucat milik Dery yang tak lagi tertutupi masker oksigen dan telah diganti oleh nassal canula.
Hening dan canggung.
Esya sebenarnya tak tahan dengan keheningan yang canggung ini. Namun mau bagaimana lagi? Dirinya di sini kan hanya orang asing bagi pemuda tersebut.
"A-ayah mana?"
Esya dengan spontan melihat ke arah pemuda tersebut. Dilema menyambangi batinnya, Esya bingung harus menjawab bagaimana pertanyaan dari Dery ini.
Masak gue bilang kalau ayahnya meninggal bunuh diri gitu? Kok rasanya kasar banget dah. Terus jawabnya gimana ini?, Batin Esya di tengah dilema yang dirasakannya.
"L-lo siapa?" Pertanyaan kedua dari Dery nyatanya lebih memudahkan Esya untuk menjawabnya.
"Ehem, nama gue Nafesya Alexandria Andreaxa. Lo bisa panggil gue Esya, gue orang yang diberi amanat buat jaga elo."
Hembusan nafas lega dapat Esya keluarkan setelah mengucapkan perkenalan yang cukup singkat tapi mudah dimengerti menurutnya.
"Na-nafesya?"
Gurat wajah terkejut tentu dapat Esya lihat dengan jelas di wajah pemuda tersebut. Sebenarnya Esya sudah menduga jikalau pemuda di hadapannya ini akan terkejut ketika mendengar nama panjangnya.
Namun, sesuatu yang membuat Dery terkejut adalah hal di luar dugaannya. Esya kira Dery akan terkejut karena marga 'Andreaxa' yang tersemat di belakang namanya. Akan tetapi ternyata Dery lebih terkejut mendengar nama depannya membuat Esya sedikit mengernyitkan dahinya heran.
"Ya? Kenapa? Gue kira lo bakal kaget sama marga gue." Ucap Esya mengutarakan keheranannya, tanpa sadar kepalanya ia miringkan ke kanan sedikit.
"Renesya?"
Deg
Detak jantung Esya serasa akan berhenti saat mendengar kata yang diucapkan oleh Dery. Esya mencoba bersikap tetap tenang agar tak menumbuhkan rasa curiga pada pemuda di hadapannya.
"Sorry nih ye, nama gue Nafesya bukan Renesya. Yang gue tau Renesya tuh nama adik lo yang meninggal tiga tahun lalu gegara leukimia, kan?"
"Hah? Re-renesya meninggal? Leukimia?"
Kini raut kebingungan terlihat jelas di wajah tampan Dery, membuat Esya juga dilanda kebingungan karenanya.
Apa hilang ingatan sebagian ya nih orang? Tapi tadi Dokternya bilang dah gak kenapa-kenapa kok, Batin Esya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Esya {end}
AcakRenesya, gadis dengan senyum ramah walau takdir mempermainkannya dengan berbagai luka dihati. Bertransmigrasi ke tubuh tokoh favoritenya dengan takdir yang tak jauh beda, apakah ia sanggup menjalaninya? Kejanggalan mulai terjadi, alur novel pun beru...