2.2

377 58 16
                                    

Jongin merupakan bayi yang di telantarkan kedua orang tuanya di panti asuhan. Namun, tiga bulan kemudian ia di angkat oleh nyonya Kim  untuk menjadi putranya. Selama 10 tahun di bawah asuhannya, Jongin dilimpahkan kasih sayang, cinta, perhatian, kehangatan keluarga dan tak tertinggal kekayaan.

Namun saat di usianya 10 tahun, ia lagi-lagi harus kehilangan ibu. Nyonya Kim meninggal di usianya yang terbilang cukup muda. Beliau dinyatakan meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit karena mengalami kecelakaan tunggal.

Satu tahun kemudian, Tuan Kim menikah lagi dengan seorang wanita. Ibu sambung kedua Jongin ini lah yang merubah hidupnya. Wanita itu memperlakukan anak sambungnya layaknya budak. Tidak memberikan ijin makan kepada Jongin bersama mereka. Beberapa kali wanita itu juga ringan tangan, memukul, menyemprotnya dengan shower, menguncinya di kamar, kamar mandi atau juga di gudang.

Semenjak kepergian nyonya Kim, tuan Kim mengambil alih semua perusahaan yang sebelumnya di handle oleh nyonya Kim sendirian. Namun, segala hal tidak berjalan seperti seharusnya. Satu per satu anak perusahaan mengalami kebangkrutan. Dan kali ini sisa perusahaan induk akan mengalami hal yang sama.

Tawaran dari tuan Oh membuatnya tergiur. Tentu saja ini bisa menjadi jalan terbaik untuk perusahaan dan keluarganya.
.
.
.

"Bukankah anda seperti terlepas dari kandang buaya dengan masuk ke kandang harimau?" Ujar Choi saat ia di perintahkan Sehun untuk mengantar Jongin mengambil pakaian. Choi berada di balik kemudi, Jongin memilih duduk disampingnya.

"Apa maksudmu?"

"Seperti yang anda tahu. Tuan Sehun bukanlah orang baik baik. Sama saja seperti ibu dan adik angkat anda. Sebenarnya jika dipikir-pikir, bukankah ayah anda juga? Beliau secara tidak langsung menjual anda yang di angkat anak sedari mendiang istri pertamanya hidup untuk menghidupi perusahaan yang sudah jelas pailit." Choi mengerem ketika melihat lampu merah menyala. Ia  menoleh ke arah Jongin.

"Perusahaan ayah anda itu, tidaklah bisa berdiri seperti masa kepemimpinan mendiang ibu angkat anda dulu, sekalipun tuan besar Oh membantu." Imbuhnya.

Jongin tersenyum, "Ibuku yang dulu sangat lembut. Meskipun wanita, namun ia mampu memimpin perusahaan itu lebih maju. Kelembutan serta kesabarannya dalam menjalani kehidupan tak perlu lagi diragukan." Ia menghela nafas, wajahnya sedikit murung. "Seperginya, banyak hal terjadi. Memang benar ibu yang sekarang dan adik tiriku bukanlah orang yang baik. Mereka memperlakukan aku seperti bukan manusia. Memang sekarang mereka tidak lagi menyentuhku, karena mungkin mereka sudah menganggapku tidak ada."

Jongin tersenyum kecut, "Diriku sudah mati bersama ibu angkatku  15 tahun lalu."
.
.
.

Disisi lain, Sehun yang masih mendengar percakapan Jongin dan Choi dari ponsel yang menyala itu tersenyum simpul.

Benar saja, Choi bukanlah orang yang cerewet. Ia mau bertanya dan memancing Jongin itu adalah perintah Sehun. Dan dirinya mendengarkan dari penyadap yang ada di balik kemeja Choi.

Sehun sendiri tengah duduk di ruangan kantornya, setelah seorang pengawal mengantarkannya. Ia menikmati secangkir kopi, dengan ponsel yang memperdengarkan percakapan Choi dan Jongin. Tangan kirinya memegang selembar kertas yang bertuliskan profil Kim Jongin.

"Menarik" Gumamnya.
.
.

Disisi lain, Jongin yang baru saja turun dari mobil. Sebuah kebetulan yang tak terduga, ibu sambungnya juga baru turun dari mobil. Ibunya terlihat berdecih sembari memberikan lirikan tidak suka ke arah Jongin.

"Mobil siapa itu?" Tanya nyonya Kim dengan kasar. Jongin berhenti melangkah, ia menoleh ke arah perempuan itu sebelum memberikan jawaban. "Itu mobil--" jawabannya terhenti karena Choi baru saja turun dengan senyum lebar.

"Nyonya Kim, lama tidak bertemu." Choi memberikan salam sebelum kembali berkata, "Saya Choi. Sekertaris tuan Oh."

"Oh?" Kedua kening nyonya Kim terlihat saling bertemu, tampaknya ia ragu dengan yang dimaksud.

"Oh Sehun.." imbuh Choi untuk memperjelas keraguan nyonya.

Nyonya Kim tampak terkejut sebelum ia memalingkan wajah kemudian berjalan dengan kesal memasuki rumah. Jongin menghela nafas panjang, berjalan di belakang ibu tirinya.

"Kenapa? Kenapa harus anak sialan ini yang memasuki keluarga Oh!!!???" Teriak nyonya Kim pada suami ketika melihat lelaki paruh baya itu tengah di ruang keluarga.

"Jaga ucapanmu atau orang lain mendengar!"

"Orang lain siapa? Semua orang disini juga tau jika aku sangat membencinya!"

"Bagaimana jika Choi mendengar?" Tuan Kim melirik ke arah Jongin berdiri.

Merasa dirinya menjadi perhatian ia pun maju satu langkah, "Aku pulang untuk mengambil beberapa barang. Sehun menawarkanku untuk menginap seminggu disana."

"Wow, itu ide bagus. Segera siapkan barangmu. Kasihan Choi jika menunggu diluar." Ujar tuan Kim, membuat Jongin segera menyingkir dari sana dan menuju ke kamar. Ia tak ingin mendengar pertikaian yang sudah jelas apa masalahnya.

"Seharusnya Sasha yang bertunangan dengan Oh Sehun! Kenapa Jongin? Bagiamana sesama lelaki menikah? Itu menjijikkan!"

"Tutup mulutmu itu! Kau tidak tau apa yang beredar? Sehun itu menolak semua gadis yang ditawarkan ayahnya! Bahkan model yang sudah jelas kecantikan, kepandaian serta kekayaan nya saja di tolak oleh Sehun. Apalagi anak kita yang hanya bisa dandan itu!" Kesal tuan Kim menjelaskan pada istrinya.

"Lagi pula dengan begini, kau tak perlu stres karena harus bertemu dengan Jongin kan!?" Imbuhnya.

Tentu saja yang dikatakan suaminya benar, tapi jika putrinya yang berjodoh dengan Sehun. Sudah pasti dia bisa dengan mudah mengendalikan aliran uang Sasha.

Selesai berkemas, Jongin dan Choi langsung pergi ke kediaman Sehun.

Dirumah mewah itu, Sehun tinggal dengan beberapa pembantu dan penjaga yang keseluruhan di atur oleh Choi.

Choi mengarahkan Jongin ke sebuah kamar yang katanya berhadapan dengan kamar Sehun.
.
.

"Kau belum tidur?" Sebuah suara menginterupsi Jongin yang tengah bermain ponsel di kamarnya. Pintu kamar terbuka, membuat Sehun yang kebetulan baru pulang menjadi penasaran dan mencoba mengintip.

Jongin membenarkan duduknya, "Hmmm kau pulang cukup larut.".

"Ada beberapa pekerjaan yang harus selesai." Ujar Sehun sembari membuka sedikit lebih lebar pintu kamar pemuda berparas cantik di depannya itu.

Jongin tersenyum, "Tidak adakah lowongan di tempatmu?"

Sehun mengerutkan kening, "Untuk siapa?"

"Tentu saja aku."

"Kau?" Sehun terkekeh. "Memangnya kau bisa apa?"

"Banyak hal. Aku bisa apapun, jika di ajari dulu."

"Bagaimana jika tidak ada yang mau mengajarimu?" Tanya Sehun.

"Choi pasti mau mengajariku."

Sehun mencebik meremehkan, "Jam 7 pagi." Ujarnya

Jongin tersenyum lebar, Sehun tidak sejahat gosip yang beredar. Buktinya ia bisa mendapat pekerjaan dengan mudah.
.
.
.
.

.T.E.B.E.C.E.H.

HARAPAN (SeKai) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang