Halilintar memejamkan mata. Sesekali ia beranikan diri untuk mengintip apa yang dilakukan monster itu pada tubuhnya yang mulai melemah, terutama dibagian kakinya yang mati rasa, pun darahnya terkuras sedemikian banyak. Matanya menyayu, sebentar lagi kesadarnya hilang ditelan malam yang tak berujung.
Hali berpikir mungkin ia sudah akan benar-benar mati bila saja matanya tidak menangkap entitas lain dibelakang monster Gempa.
"Re-verse," gumamnya tertahan.
Dari kejauhan sana sosok Reverse bergerak cepat. Entah bagaimana dia bisa hidup kembali. Dan kini …
Duaght!!
Monster Gempa terpental mendapatkan tendangan dari Reverse. Serangan yang sukses membuat monster tersebut mengamuk, menyerang balik Reverse yang tak mau kalah. Dua orang itu pun bertarungnya satu sama lain.
Sedangkan Halilintar menatap kosong. Ia menerawang jauh ke langit-langit. Merasa sangat tak berdaya. Hali hampir tak bisa menggerakkan tubuhnya. Rambutnya berantakan. Celana kakinya ternoda oleh darah yang tak berhenti mengalir dari luka-luka yang memenuhinya.
Sudah berakhir. Ia bisa merasakan dirinya bertambah lemah. Kedua mata merah terpejam, menanti kematian yang sesungguhnya. Disaat seperti ini, Hali mengingat kembali semua kenangan sebelum kecelakaan itu terjadi.
..
.Semua dimulai ketika ia berusia dua belas tahun. Ketika ayahnya membawa seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahunan yang tengah digendong.
"Namanya Thorn," kata Amato memberikan anak kecil itu dengan lembut ke hadapan Halilintar.
Hali pun mengambil alih menggendong anak kecil tersebut. Wajah anak itu memerah dan sayu. Tubuhnya panas.
"Dia sedang sakit. Tolong rawat Thorn dengan baik ya.. Ayah sangat sibuk." Amato menjelaskan kalau anak itu akan menjadi bagian dari keluarga mereka. Thorn adalah anak dari saudara jauhnya. Kedua orang tua Thorn meninggal sehingga tidak ada yang mau merawatnya lagi. Karena itulah Amato merasa kasihan dan akhirnya berani mengambil anak itu meski sabenarnya ia seorang yang sangat sibuk. Untungnya Amato memiliki putra yang dapat diandalkan.
"Tapi ayah aku... "
"Ayah percayakan anak ini padamu, Li. Sudah ya. Ayah sibuk.." Amato pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan Hali bicara.
Halilintar hanya terdiam dengan kedua sudut bibir melengkung ke bawah. Bukannya ia tidak mau mengurus Thorn, hanya saja …
"Siapa itu kak?" tanya seorang anak kecil berusia sepuluh tahun muncul dari ruang keluarga. Sebut saja dia Taufan. Taufan datang bersama adiknya yang juga tengah menatap penasaran.
Mereka berdua lah salah satu hal yang membuat Hali keberatan mengurus Thorn. Taufan dan Gempa. Dua adik kecilnya juga yang harus ia rawat dengan baik. Karena ayah mereka sibuk, maka Hali sebagai anak yang paling tua harus mengurusi adik-adiknya. "Namanya Thorn."
"Oh." Taufan menatap anak yang lebih kecil darinya itu dengan tidak peduli. Mata shaphire Taufan beralih pada Hali. "Ayo temani aku dan Gempa main lagi kak!"
Halilintar mengusapi puncak kepala Taufan sambil tersenyum gemas. "Kamu main sama Gempa saja ya. Thorn sedang sakit. Aku akan merawatnya dulu."
Taufan cemberut. Menatap Hali dan Thorn secara bergantian.
..
.Keesokan harinya Hali bangun agak kesiangan. Semalaman ia tidak bisa tidur karena sibuk merawat demam Thorn, selain itu ia juga sibuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Meskipun Hali melakukan home schooling, namun tugas-tugasnya tak kalah banyak dari sekolah pada umumnya. Untung ada Gempa, anak kecil berusia tujuh tahun yang suka sekali membangunkannya dipagi buta. Kalau tidak ada Gempa, mungkin Hali tidak akan sempat melakukan kegiatan pagi mengurasi adik-adiknya yang masih kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Dreams
FanficMimpi adalah bunga tidur yang seharusnya tidak terasa nyata seperti yang dialami Hali.. Dikejar-kejar monster tuk dibunuh maupun membunuh. Hal yang paling menjengkelkan dari semua itu adalah monster-monster itu berwujud seperti adik-adiknya. Hali t...