"Pak, Siswi Mirele memukuli Justine sampai dia masuk rumah sakit. Dua tulang rusuknya patah, pergelangan tangan dan kakinya retak dan dia mengalami geger otak ringan. Jadi, dengan ini, Siswi Mirele Patrizia mendapat D.O dari sekolah." Kepala sekolah dengan penampilannya yang berwibawa menyerahkan formulir mengenai D.O Mirele Patrizia untuk di tunjukkan pada Fazio.
Fazio menggertakkan giginya. Sial. Gadis ini akan pindah sekolah setiap satu semester, atau terkadang lebih tiga bulan sebelum membuat onar yang sulit di toleran. Tidakkah dia berpikir jika dia menghabiskan terlalu banyak keuangan Keluarga Patriziaku?
Ketika urusan selesai, keduanya berjalan keluar dari ruangan kepala sekolah. Kelas sudah bubar, namun, beberapa murid masih berada di sekolah. Mereka yang mengikuti ekskul akan pulang lebih telat dari murid lainnya.
Fazio harus menahan malu ketika berpapasan dengan murid di sekolah, dia hanya bisa menggertakkan giginya berusaha menahan amarahnya yang memuncak. Mirele ini, dia, tidak bisakah dia tidak membuatnya malu sehari saja?
Jika Mirele seperti ini terus, perguruan tinggi mana yang akan menerimanya? Laki-laki mana yang mau menikahi wanita pembuat onar sepertinya?
"Pa, jangan berjalan terlalu cepat." Rutuk Mirele, dia mengerucutkan bibirnya. Sedikit kesal terhadap ayahnya ini.
Fazio memperlambat langkahnya, dia melirik Mirele sekilas dan mendengus sebal. Bibirnya terbuka dan patah demi patah kata terdengar.
"Kamu tahu, saya selalu di buat malu dengan sikapmu yang seperti ini. Mirele, tidak bisakah anda untuk patuh terhadap ayahmu? Anda selalu mendapat nilai Nol di sekolah, bahkan, satu poin pun tidak anda dapatkan. Apa yang kamu inginkan?" Ceramah Fazio, Mirele hanya mendengarkan dalam diam meski pikirannya melayang entah kemana.
"Itu benar, anda adalah Momok. Tidakkah anda malu dengan adik anda? Lihat Michele, dia berprestasi, penurut dan patuh. Selalu membawa keberuntungan pada keluarga. Sedangkan kamu? Yang kamu lakukan hanyalah membuat onar dan membuat onar." Rasanya, kesabaran Fazio sudah mulai habis mengenai tingkah Mirele.
Tatapan matanya tajam, "jika anda selalu seperti ini, perguruan tinggi mana yang akan menerima anda di masa depan? Kamu akan menikah di masa depan, lalu, pria mana yang mau menikahi wanita pembuat onar sepertimu?" Nafas Fazio naik turun . Namun, Mirele tetap acuh tak tak acuh. Wajahnya yang sedingis es dan sedatar triplek membuat orang yang melihat sangat yakin bahkan Mirele tidak menghiraukan perkataan Fazio.
"Mirele, dengarkan papa, jika sifatmu selalu seperti ini, akan sulit untuk membuat aliansi pernikahan dengan keluarga besar lainnya. Anda harus tahu bahwa laki-laki selalu mengidamkan wanita yang anggun, elegan dan berkarisma. Bukan wanita pembuat onar, tidak berguna seperti dirimu. Jadi, berhenti membuat papa malu dengan tingkahmu!"
Sepanjang koridor sekolah, hingga sampai ke parkiran, Fazio tidak henti-hentinya menceramahi Mirele. Namun, tidak ada tanggapan apapun dari gadis itu hingga suaranya yang serak terdengar.
"Pa, aku bahkan belum lulus SMA. Dan papa sudah khawatir saya tidak bisa menikah di masa depan? Ck." Dia mencibir, papanya terlalu berambisi untuk mendapatkan promosi dan bisa naik pangkat. Dia selalu menginginkan posisi tertinggi dalam perusahaan, juga, gila akan rasa hormat.
Wajah Fazio hitam.
"Berhenti bicara omong kosong. Mirele, bersikaplah seperti anak perempuan pada dasarnya. Dengan kamu seperti ini, orang-orang hanya akan menggunjingmu dan membuat malu keluarga Patrizia ku!"
Begitu sampai di mobil, keduanya segera masuk. Memasang seatbelt, menyalakan mesin dan Fazio langsung tancap gas. Butuh waktu 20-25 menitan untuk sampai di kediaman Patrizia, Dan itu terasa lama bagi keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITCHES [A Criminal And Miss Glamour]
General Fiction"Masukkan aku ke flF Skyloz High School!" itu adalah perintah. Fazio senang, namun, mengingat prestasi Mirele, dia ragu. Tapi itu bukanlah masalah besar, beribu cara akan dia lakukan agar putri sulungnya ini bisa masuk sekolah bergengsi di ibu kota...