Arya berjalan cepat menahan sakit yang masih terasa di punggung dan kepalanya. Namun ia tak begitu peduli akan hal itu. Ia tetap berjalan menuju mobil Wildan yang terparkir di depan komplek dekat pos satpam.
"Kenapa gak jemput Arya di depan rumahnya?" Tanya Rangga.
Pagi ini dia memakai hoodie dan celana jeans hitam. Meski sederhana ketampanan yang katanya paripurna itu akan terlihat walau Rangga hanya memakai kolor saja.
"Lo tau sendiri kan resenya Om dan Tante. Nanti kalau kita diinterogasi gimana? Bisa gak jadi tuh OTW ke rumah Bi Sumi."
"Iya juga sih."
"Tuh bocah dateng." Rangga menoleh ketika Wildan menginterupsikan. Arya buru-buru masuk ke bangku tengah.
"Aman, Ya?" Tanya Wildan.
"Aman."
"Bagus lah. Coba kirim lokasi rumah Bi Sumi ke Rangga." Titah Wildan.
"Gue gak bisa baca mapp!" Rangga menggaruk kepalanya.
"Pantes aja Putri sering ngomel ke lo karena selalu nyasar." Wildan menyalakan mesin mobil dan mobil pun perlahan melaju. Rangga nyengir kuda.
"Biar gue aja yang baca mapp." Kata Arya.
......
Menempuh perjalanan cukup panjang, akhirnya mereka sampai di sebuah perkampungan yang jauh dari perkotaan. Suasana yang masih asri nan sejuk melukis senyum di wajah ketiganya.
Sawah membentang hijau, para petani pun tak ayal bergotong royong di sana. Ketiga pemuda itu berjalan di jalan setapak.
Mobil tak bisa masuk ke sana sebab tak ada akses jalan untuk mobil. Mau tidak mau mereka harus menempuh perjalanan lumayan jauh lagi menuju rumah Bi Sumi dan menitipkan mobil di salah satu rumah warga.
Google mapp tak bisa mencapai perkampungan ini. Jadi mereka bertanya kepada orang-orang mengenai rumah Bi Sumi.
"Wah adem banget kayaknya tinggal di sini." Kata Rangga memuji rumah sederhana Bi Sumi yang terletak di pinggir sawah.
"Ntar deh gue mau bikin rumah di daerah yang jauh dari kota. Minimal kayak di sinilah. Kayaknya stress gue bakal hilang." Sahut Wildan.
Alih-alih memuji, Arya masuk terlebih dahulu meninggalkan Wildan dan Rangga yang masih tersihir indahnya alam di daerah sini. Tak lama pun mereka berdua menyusul Arya.
Berulang kali Arya mengetuk pintu dengan salam. Berharap ada seseorang di dalam– terutama Bi Sumi.
"Siapa ya?" Sebuah suara menyahut dari dalam setelah sekian menit sunyi.
"Ini Arya."
Tak ada suara lagi, tetapi pintu terbuka menampilkan seorang pria berusia sekitar 30 an. Arya sudah mengenal pria itu–Ujang anak semata wayang Bi Sumi.
Arya selalu memanggilnya dengan panggilan mang Ujang.
"Masuk, Arya." Ajaknya. Sebelum masuk, ketiganya menyalami Ujang. "Mau minum apa?" Tawarnya ketika mereka telah duduk melingkar di lantai beralas karpet.
"Air putih aja, mang." Jawab Arya disetujui oleh Wildan dan Rangga. "Gimana kabar Mamang sama Bi Sumi?" Tanya Arya.
"Alhamdulillah baik, Ya. Sudah lama kamu gak main ke sini." Balas Ujang setelah meminta sang istri untuk membawakan 3 gelas minum beserta cemilan.
"Iya, Mang, duh sibuk kerja sambil kuliah, jadi belum sempat. Jadi kangen ngopi bareng plus makan bakwan pas sore-sore."
"Wah gue pengen." Ujar Rangga berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIFURKASI RASA [SEGERA TERBIT]
TeenfikceBifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah r...