43. Hati Yang Serakah

350 34 3
                                    

CELANA pendek dan crewneck berwarna ungu pucat yang Mala kenakan saat itu menjadi kawan ketika dirinya diserang hawa lapar tengah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CELANA pendek dan crewneck berwarna ungu pucat yang Mala kenakan saat itu menjadi kawan ketika dirinya diserang hawa lapar tengah malam. Sekantung belanjaan berisi snack dan minuman dingin sudah Mala tenteng. Ia berdiri dengan sabar di depan lift apartementnya, menunggu pintu besi itu terbuka untuk membawanya kembali ke unit di mana ia tinggal.

Es krim berperisa anggur sejak tadi ia sesapi. Mata Mala tajam serius menatap layar ponsel, mengecek satu per satu foto hasil pemotretannya pagi tadi yang baru saja dikirim oleh seorang photografer kenalannya. Mala menghela napasnya puas setelah melihat hasil kerjanya. Sementara dua kakinya sejak tadi tak bisa diam karena begitu pegal setelah menyelesaikan jadwalnya seharian penuh.

Mala heran, tidak biasanya pintu lift itu memakan waktu yang lama untuk terbuka. Tapi, gadis itu tak punya pilihan lain selain menunggu. Daripada menaiki tangga darurat yang nantinya malah semakin membuatnya kelelahan.

Namun kehiningan malam itu kemudian terpecah. Mala terkejut setengah mati. Ia pikir, saat itu ia diserang oleh seorang pria tak dikenal. Jantungnya berdegup begitu kencang bercampur dengan rasa takut yang datang mendadak. Pria tegap itu meraih pundak kirinya, memutar tubuh Mala dan mendorongnya bersamaan saat pintu lift itu terbuka.

Di tengah sunyi dan sepinya suasana basement saat itu, Mala tersentak, punggungnya membentur dinding lift karena di dorong oleh pria misterius bertubuh tinggi secara tiba-tiba. Es krim yang ia sedang nikmati kini berpindah tangan. Pria itu merebutnya dan memaksa Mala untuk berganti menikmati bibir tipis lawannya yang terkesan terburu-buru.

Pria itu... Ivan. Jelas ia tak mengijinkan jarak di antara keduanya. Ciuman yang tadinya kaku, kini perlahan mulai mengalun ibarat melodi yang menyuarakan rasa rindu. Begitu tahu siapa pria yang kini mendekapnya, Mala terpejam. Kemudian merengkuh tubuh lelah Ivan yang sudah lama tak ia sentuh.

"Your lips taste like a sweet grape isn't?" Ivan membelai lembut pipi Mala yang memerah malu. Binar mata gadis itu mengartikan rasa bahagia tanpa perlu Mala harus mengutarakannya. Senyum Mala merekah, melunturkan segala rasa penat Ivan begitu mudah.

"Kenapa nggak bilang kalau kamu mau dateng?" tanya Mala dengan bibir tipisnya yang masih basah.

"Nggak sempet" Pria itu menyentuh pelan bibir Mala dengan ujung ibu jarinya. Menatap wajah Mala tajam tanpa luput satu inci-pun.

"Baru pulang kerja? Baju kamu kayak CEO banget." Tutur Mala memandangi Ivan yang masih mengenakan setelan kerjanya. Kemudian gadis itu merengut, sebelum melanjutkan kata-katanya lagi, "tapi sayang, kamu nggak bisa aku miliki sepenuhnya."

"Ngomong apaan sih?!" balas Ivan kesal. Kantung belanjaan itu kini sudah berpindah di tangan Ivan. Satu tangan yang lainnya setengah menarik paksa Mala untuk segera keluar dari lift dan berlanjut memasuki unit Mala yang mungil dan sederhana.

"Ntar dulu deh?" Mala melepaskan diri dari gengaman tangan Ivan tiba-tiba, "kalau kamu ke sini, Denis gimana? Aku nggak mau ada ribut-ribut lagi ya sama dia..."

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang