Miya memangku tubuh Alucard yang mulai melemah. Semakin lama cahaya elenary di jantung cowok itu mulai melemah. Tubuh Miya bergetar, ia bingung apa yang harus dilakukan agar cahaya itu tetap hidup. Yang Miya lakukan sekarang hanyalah berdoa dan memeluk tubuh ringkih cowok itu. Andai saja, sekarang ini hanyalah mimpi buruk, Miya ingin bangun sekarang juga.
—————................................—————......................
“AH!” Miya bangun, napasnya tidak beraturan. Kembali mengingat apa yang baru saja ia lihat didalam mimpinya. Mimpi apa itu? Jujur, ia paling tidak suka hal-hal seram yang berhubungan dengan Alucard. Itu membuatnya takut, takut akan kehilangan. Miya bangun dan duduk di kasur mencoba menetralkan perasaannya. “Ukh, pusing..” rintih Miya memegang kepalanya yang terasa berat, merasakan pusing yang menjalar diotak. Rasanya mimpi itu membuat kepala Miya bekerja dua kali lipat dari biasanya, padahal ia baru saja bangun dari tidurnya. Bukankah tidur itu untuk istirahat? Kenapa malah sebaliknya?
Drrrt, drrrrt. Miya mencari sumber dari suara itu, dari suaranya seperti dering handpone. “Ck, dimana sih?” decak Miya yang masih mencari dimana handpone nya. Kolong kasur, meja, laci semuanya sudah ia cari, tetap saja hasilnya nihil. Ia belum menemukan dimana benda itu berada. Namun otaknya kembali mengingat apa yang ia lakukan semalam dan dimana ia menyimpan benda pipih itu. “sh*t” desis Miya sembari mengangkat bantal yang sedari tadi ia duduki. Benar saja, benda itu terduduki oleh dirinya sendiri. Ia lupa, kemarin malam ia tidak bisa tidur dan mengharuskannya scrolling tiktok dan instagram. Hingga akhirnya ia tertidur karna terlalu lelah menatap benda bercahaya dalam keadaan gelap—Miya selalu mematikan lampunya saat malam, agar lebih tenang. Suara dering dari handpone itu sudah mati, tentu saja karna ia terlalu lama menjawabnya. Namun handpone itu berdering lagi saat Miya hendak bangun dari duduk dikasurnya.
“Halo?”
“Halo, Miya aku ada didepan rumah mu, bisa keluar sebentar?”
Hah?! Jadi daritadi dia nungguin aku? Lama banget dong? Miya melempar handpone ke kasurnya tanpa mematikan telepon yang masih terhubung. Masa bodoh dengan itu. ia tidak ingin membuat orang yang menelpon nya semakin menunggu. Miya langsung bergegas ke toilet, membasuh wajahnya dan segera turun untuk membuka pintu rumah. Kamar Miya berada di lantai dua rumahnya. Kini ia hanya tinggal berdua bersama ibunya semenjak ayahnya pergi dengan wanita lain. Gadis bernama Miya Carissa itu memegang kenop pintu dan membukanya, benar saja sesosok laki-laki yang sedang memakai kemeja biru tengah membelakanginya, sembari mengangkat tangan kirinya sedada untuk melihat jam tangan yang dia gunakan.
Greb. Miya berlari dan memeluk sosok itu dari belakang, melingkarkan tangannya di perut sang cowok dengan erat. “eh, Miya? Ada apa?” tanya Alucard sedikit kaget dan refleks membalikan badannya. Ya, benar cowok itu adalah sosok yang dimimpikan Miya semalam. Alucard Baskara pacar Miya. Tuhan…tolong. Jangan laki-laki ini..aku mencintainya, sangat.. batin Miya tulus. Mengingat kejadian yang terasa sangat nyata dalam mimpinya itu lagi-lagi membuat Miya takut. Kepala Miya kini sedang bersandar di dada bidang Alucard, merasakan detak jantung yang begitu lembut. Rasanya sangat nyaman berada dalam pelukannya.
Alucard yang khawatir hanya bisa membalas pelukan perempuannya itu, memberi Miya waktu sembari mengusap pelan puncak kepala Miya, berharap dapat memberinya sedikit ketenangan. Lima menit berlalu, akhirnya Miya melepaskan pelukannya dan menatap pupil indah berwarna coklat keemasan milik pacarnya. Sosok yang selalu mumbuat Miya luluh. Kapanpun itu dan apapun itu masalahnya, ia selalu berhasil membuat hatinya lemah hanya karena tatapan meneduhkan miliknya. Aku rasa, siapapun yang ditatap seperti itu olehnya, aku yakin orang itu pasti akan luluh. Tapi tidak, aku tidak bisa membiarkannya begitu saja dong! Dia milikku!
“Sudah lebih tenang?” tanya Alucard. Ia membelai lembut rambut Miya yang seputih salju seakan berubah menjadi musim semi yang indah. Satu kata yang terlintas di kepala Miya. Hangat. “hm..” gumam Miya mengangguki pertanyaan Alucard. “oh iya, kenapa kau kemari?” heran Miya. Perasaan.. aku tidak janjian untuk bertemu hari ini. Ada apa? Alucard menaikkan tangan kanannya, menunjukan totebag yang sedari tadi ia pegang. Isinya sekotak bekal hangat yang entah apa isinya. “Aku ingin memberikanmu ini” jawab Alu kemudian memberikan totebag yang berisi kotak bekal itu pada Miya. Alis menyatu kening berkerut dan menatap Alu dengan raut wajah seolah bertanya Apa ini? . Alucard yang sudah mengerti sifat pacarnya itu hanya tertawa kecil melihat kelakuannya yang enggan bertanya dan malah memasang raut wajah bingung. “Aku membuatkan mu sarapan, tadi ibumu menelfonku, katanya ia tidak sempat untuk itu. Dan ya..aku membuatkan mu ini. Eum..tapi aku hanya membuatkan mu nasi goreng telur, tidak apa-apa ya?” hirau Alu, khawatir Miya tidak suka. “Huft…”desah Miya lalu menundukan kepalanya dengan ekspresi kusam.
Alucard yang semakin cemas melihat reaksi Miya karna ia sudah seenaknya membuatkan makanan tanpa sepengetahuan dan seingin pacarnya itu. “er..kalo kau tidak suka, aku akan belikan makanan lain untuk kau sarapan, kau tidak harus memakan ini kok” ucap Alucard menjelaskan dan segera mengambil kembali totebag yang ada ditangan Miya. Namun, sebelum Alucard menyentuh totebag itu Miya sudah terlebih dahulu menyembunyikannya dibalik tubuh mungilnya. Dengan kepala yang masih menunduk dan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan, jelas saja itu membuat Alucard salah paham.
“Jangan..kau sudah berusaha membuat ini. Lihat, tanganmu sampai terluka..” gumam Miya. Tanpa disadari cairan bening dikelopak mata sedikit demi sedikit menumpuk yang sebentar lagi siap jatuh menjadi tetesan air mata. Kepala Miya memang menekuk ke bawah. Tapi ia tidak marah, melainkan sedih saat melihat tangan Alucard banyak dihiasi luka sayat. Kalau tidak bisa memasak jangan memaksakan diri bodoh! . Miya memegang jari lentik Alucard, mengangkatnya sedikit dan mengusap pelan dibagian luka sayat itu untuk melihat lebih jelas.
“Kau terluka karna memasak ini kan?” tanya Miya pelan. Menahan agar air matanya tidak jatuh
“hehe..aku terlalu ceroboh saat menggunakan pisau.. tapi kau tidak perlu khawatir. Ini sama sekali tidak sakit kok” ujarnya. Tangan kirinya mengangkat, menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. Itu hanyalah gerakan saat seseorang sedang beralasan.
“Tetap saja..tanganmu jadi banyak luka begini. Katakan, apakah mama yang menyuruhmu?” tanya Miya dengan tatapan tegas.
Alucard menggeleng keras. Memberi isyarat itu tidaklah benar. Yang ia lakukan hanyalah inisiatif dari dirinya sendiri, tidak ada unsur paksaan dalam membuat makanan ini. “Tidak, tidak. Itu tidak benar. Makanan ini adalah inisiatif dariku, tidak ada yang menyuruhku bahkan memaksaku. Hei, dengar aku sudah menduga kau baru bangun tidur jam segini dan pastinya kau belum sarapan kan? Maka dari itu aku menyempatkan diri untuk memasak sarapan untukmu. Jadi jangan salah paham lagi oke?”
Miya pun memilih untuk mendongak, tidak merahasiakan bahwa ia sedang menahan air di pelupuk matanya. Kenapa perasaanku kacau begini, rasanya hatiku sangat sedih. Padahal ini bukan masalah yang besar. Tidak seharusnya aku seperti ini. Hentikan! kau terlihat menyedihkan!. “Eh, ke-kenapa kau menangis? Aku baik-baik saja ini tidak sakit Miya..” ucap Alucard menjelaskan. Sementara Miya yang masih berusaha menahan air mata agar tidak jatuh, berhambur pada tubuh kekar Alucard memilih untuk mengeluarkan semuanya. Apa yang ia rasakan sekarang.
Ternyata, aku bukan sedih melihat lukanya. Aku sedih karna terlalu takut ia pergi meninggalkanku.
.
.
.
.
.Assalamualaikum..gaiss ini pertama kali lagi aku post yaa! jadi maklumi sajaa kalo masih banyak kurang
Tolong kasih kritik dan saran kalian disini ya! itu sangat sangat membantu aku buat lebih bangkit. Terimakasih telah membaca
btw ini up nya ga nentu yaa, hehehehe. >3<
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful Eternity - Caste Love
FantasyMiya memangku tubuh Alucard yang mulai melemah. Semakin lama cahaya elenary di jantung cowok itu mulai melemah. Tubuh Miya bergetar, ia bingung apa yang harus dilakukan agar cahaya itu tetap hidup. Yang Miya lakukan sekarang hanyalah berdoa dan...