Senja hampir menghilang di ufuk barat. Lengkingan bunyi bel terdengar memenuhi seluruh sudut ruang di tempat bersih dan damai ini. Kaki-kaki berlalu lalang. berlarian, memencar menuju gedung gedung berukuran sedang yang masing-masing memiliki papan pelat besar tergantung di depannya. Ada tiga gedung berbeda. Membentuk seperti huruf U raksasa jika dilihat dari atas. Masing-masing gedung terdiri dari beberapa ruang kamar yang dibedakan berdasarkan huruf dan terdapat dua kamar mandi di masing-masing ujungnya. Sebentar lagi adzan magrib. Kaki-kaki itu berlarian menuju ujung-ujung kamar. Sudah saatnya para santriwati bersiaga menuju masjid untuk sholat berjama'ah.
Gedung dengan pelat bertuliskan "Turki" itu tampak lebih ramai disbanding kedua gedung lainnya "Ukraine" dan "Iran". Jika tadi ilustrasi gedung ini adalah huruf U. maka gedung ini adalah bagian garis yang horizontal. Tepat berada di tengah, diapit dua gedung yang lain.
Para penghuni di kamar "Turki B" sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang sudah lengkap dengan mukenah, ada yang masih bersiap mengambil wudhu, ada juga yang baru selesai mandi. Aqeela masih memandangi lantai kamarnya. Ini bukanlah lantai kamar yang biasa ia tempati. Ini adalah lantai tempat lain, yang mulai saat ini ia harus terbiasa menyebutnya kamar.
Aqeela masih duduk bersandar di lemari. Telinganya mendengar dengan jelas dentang bel barusan. Tapi, ia memang tidak mau beranjak. Semua terasa sangat berat. Hidup jauh dari bunda, dengan ratusan anak manusia yang tak satupun ia kenal. Apa yang akan ia perbuat di tempat ini. keadaan di sini hampir 180 derajat berbeda dengan semua yang Aqeela rasakan selama hidupnya.
"Ukhty, sudah wudhu?" Bahu Aqeela serasa ada yang menepuk. Saat ia mendongak, salah seorang penghuni kamar berwajah lembut sudah membungkung di sampingnya. Wajahnya berbalut mukenah putih tulang dengan renda merah muda di tepiannya.
"Ukhty.." Tangan gadis itu melambai-lambai di depan wajah Aqeela yang bengong.
"Kamu duluan aja." Aqeela menjawab datar.
Gadis itu tersenyum. "Sebentar lagi adzan magrib lho. Kalau ukhti tidak cepat-cepat, nanti bisa telat jama'ah. Lagipula di depan bagian keamanan sudah.." Kalimatnya terhenti. Aqeela menatapnya tajam. Seperti ada yang akan meledak.
"Aku bilang kamu duluan aja!" ucap Aqeela lagi, sedikit membentak.
Gadis itu menelan ludah. "Tapi kan senbentar lagi.."
"Kamu ngapain sih ngurusin aku. Urusin diri kamu sendiri!" Seketika amarah Aqeela meledak.
"Aku cuma,, aku.." gadis itu tertunduk.
"Tinggalin aku sendiri!" Teriak Aqeela. membuat beberapa penghuni kamar yang masih berada disana pun menoleh keheranan.
Gadis itu tersentak. Wajahnya memerah. Ia sungguh tidak menyangka dengan respon Aqeela padanya. Padahal ia hanya ingin memberi sambutan yang hangat kepada teman barunya. Ia juga tidak ingin Aqeela mendapat sanksi dari bagaian keamanan gara-gara ia terlambat ke masjid di hari pertamanya. Tapi apa kenyatannya, gadis yang ia pedulikan malah tidak mengerti bahkan ia tidak menghargainya sama sekali.
Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung meninggalkan kamar.
Aqeela menelan ludah. Mengusap wajanya. Mendesah perlahan. Sedikit ketenangan membuatnya tersadar. Apa yang sudah ia lakukan barusan. Seharusnya kata-kata kasar itu tidak keluar dari mulutnya. Aqeela tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan pikirannya saat ini, ada apa dengan perasaannya saat ini. Semuanya kacau, semuanya menyedihkan, semuanya berbeda. Mumgkinkah semua itu karena tempat ini.
YOU ARE READING
AQEELA
RomanceKepergian ayah membuat Aqeela benar-benar terpukul. Tidak ada yang bisa ia perbuat lagi selain menuntaskan keinginan ayahnya. Walaupun itu sangat bertentangan dengan keinginannya selama ini, ia tetap harus melakukannya. Setiap kali ia memandang lang...