Sisca Side
Matahari belum menampakkan sinarnya tapi seorang gadis berambut sebahu yang di cepol asal sudah sibuk di dapur. Tangannya cekatan mengupas dan memotong sayuran juga bahan-bahan masakan lain sambil bersenandung. Suara senandungnya sayup-sayup terdengar hingga lantai dua.
Saking fokusnya, gadis itu tak menyadari bahwa sedari tadi ada seorang wanita yang meski sudah hampir menginjak kepala 4 tapi masih terlihat cantik dan menawan sedang memperhatikannya dari belakang. Duduk di mini bar yang bersisian dengan dapur sambil meminum segelas air putih. Wanita dewasa berkulit caramel itu pun berjalan perlahan mendekat ke arah gadis yang tengah memasak itu.
"Kamu yakin ndak mau terima tawaran saya buat sekolah di Illumia, Ra?"
"Astagfirullah Bu Sisca, ngagetin aja. Jantung saya teh hampir copot." Gadis yang dipanggil Ra itu pun terkejut bukan main.
"Hahaha maaf deh, jadi gimana hmm? Sayang lho potensi kamu, apalagi kalo pake rekomendasi dari saya, kamu pasti langsung diterima."
"Terima kasih untuk tawarannya Bu Sisca, tapi jawaban saya masih sama. Saya teh gamau nambah hutang budi, saya udah banyak ngerepotin Bu Sisca. Bahkan saya boleh tinggal dan kerja disini aja sudah syukur Alhamdulillah."
Sisca memang sudah sering membujuk gadis di depannya itu untuk bersekolah di Illumia, bahkan jika memang tidak bisa masuk jalur beasiswa dia bersedia membiayainya. Tapi gadis itu selalu menolaknya dengan alasan yang sama, padahal dirinya tidak merasa direpotkan sama sekali.
Tangan Sisca terulur mengusap pelan puncak kepala gadis keras kepala di depannya ini. "Tawaran saya bakal tetap terbuka sampai kamu jawab iya. Jadi kapanpun kamu berubah fikiran, bilang aja ya."
Gadis itu pun hanya tersenyum tulus, tak dapat dipungkiri kalau hatinya menghangat dengan perlakuan Sisca.
Gadis itu adalah Zahra Nur atau akrab dipanggil Ara. Seorang gadis yatim piatu dengan 2 orang adik yang masih kecil dan tinggal bersama kakek neneknya di kampung. Orangtuanya meninggal disaat dia masih kecil dan adik-adiknya masih bayi karena bencana alam. Sejak itu kakeknya lah yang membiayai mereka dengan bekerja serabutan. Karena kasihan melihat kakeknya yang masih harus bekerja untuk menghidupi mereka bertiga, Ara memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan merantau. Padahal sebenarnya dia anak yang cerdas dan berbakat, sayangnya dia tinggal di desa yang sangat minim fasilitas. Meski hidupnya diliputi kemalangan, nasib baik masih berpihak padanya. Dia dipertemukan dengan orang-orang baik seperti teman-teman sesama anak jalanan dulu dan Bu Sisca tentunya.Sosok yang berjasa besar karena telah menampungnya setahun belakangan dan memberikan pekerjaan dengan gaji yang layak. Bahkan tadinya Sisca berniat mengadopsinya tapi Ara menolaknya dengan halus, karena dirinya merasa tidak pantas. Jadilah dia lebih memilih untuk bekerja untuk keluarga Sisca. Dia sudah menganggap Sisca sebagai seorang Ibu sekaligus guru, karena Sisca membebaskan Ara untuk belajar apapun yang ada disini. Sisca akan memarahinya saat salah, mengajarinya berbagai macam keterampilan, mengenalkannya kepada orang-orang yang bisa mengasah potensinya, bahkan memeluknya saat sedih dan rindu akan keluarganya di desa, sama seperti Sisca memperlakukan Freya putri semata wayangnya.
"Pagi Ibuk, kak Ara." Sapa seorang gadis yang masih mengenakan piyama. Ya, dia adalah Freya.
"Pagi nduk cah ayu." Sapa Sisca balik sambil membawa Freya kepelukannya.
"Pagi neng Freya." Jawab Ara.
"Kak Ara masak apa?" Tanya Freya sambil bermanja-manja dipelukan Sisca.
"Neng Freya udah laper? Sabar ya neng, ini sup sama ayam gorengnya bentar lagi matang kok."
"Yaudah kita tunggu di meja makan aja yuk, biar kak Ara selesein masaknya. Habis itu kita sarapan bareng." Ajak Sisca.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARISAN 🔞
ФанфикAnin, Feni, Gracia, Shani dan Sisca adalah sahabat dari sejak mereka sekolah. Sekarang mereka sudah berkeluarga dan mapan di bidangnya masing-masing. Meskipun terlihat bahagia tapi sebenarnya mereka merasa kesepian dan hambar di kehidupan percintaan...