𝘿𝙖𝙮 𝙊𝙣𝙚

80 19 0
                                    

Bunyi dering ponsel mengusik tidur pemilik kamar, tangannya diarahkan ke benda persegi panjang yang terletak disekitaran nakas samping kasur.

"Halo——"

"Cepat bangun dari kasurmu, aku tau apa yang sedang kau lakukan sekarang. Jangan malas mentang-mentang kau sudah dikota yang berbeda denganku," suara cempreng khasnya terdengar dari seberang, membuat Hoseok mau tidak mau harus duduk juga, muka bantal yang ketara dihiasi suara serak orang bangun tidur.

"Kau menyimpan cctv dikamarku, kan?"

"Mana ada! Aku hanya menebak yang jelas menjadi kebiasaan burukmu itu," Hoseok mengusap kupingnya yang sakit akibat nada tinggi Sowon.

Mungkin sebaiknya gadis itu ikut audisi idol daripada menjadi pegawai kantoran sepertinya, "aku sudah bangun daritadi tau."

"Tapi belum ada niat beranjak," ejek Sowon yang sudah hafal berbagai alasan Hoseok.

"Iya," jawab Hoseok pasrah. Pada akhirnya dia mengalah dan segera pergi ke kamar mandi setelah dengan terpaksa menuruti Sowon, yang jelas Sowon terlalu sulit ditipu dirinya.

Air yang mengenai wajah bantalnya berhasil mengusir rasa kantuk Hoseok, sebab suhu air yang teramat rendah itu. Ini bisa terbilang hari pertamanya bekerja, Hoseok tak menyangka akan mempunyai dua kejadian yang sama.

Saat junior Hoseok masih begitu bersemangat, meski sekarang pun tak ada berbedanya karena Hoseok sudah punya nama dan dia tak perlu lagi membangun sebuah reputasi.

Ia percaya diri dengan namanya yang pasti sudah dikenal orang kantor, entah cabang maupun pusat. Otaknya berhasil bermain untuk memanjat tebing tinggi penuh tumbuhan beracun itu.

Briefing mingguan di Jum'at pagi itu dilakukan, beberapa kali kening Hoseok dikerutkan setelah merasa shock dengan teguran demi teguran yang sang atasan lakukan menyambutnya sebagai karyawan baru.

"Apa gunanya punya soft skill tapi ilmu hard skill yang kalian miliki tidak berguna di perusahaan ini," pandangannya menyorot ke seluruh karyawan dalam ruangan meeting yang tak sama sekali dari salah satunya berani membuka suara. 

"Kamu, lulusan IT tapi ilmumu jadul untuk dipakai perusahaan. Kamu berniat menjatuhkan perusahaan dalam waktu dekat?" Lelaki di sisi kirinya menggeleng pelan.

Yang ditunjuk langsung menundukkan kepala dalam-dalam, tak kuasa menentang tatapan mata sang direktur yang dinginnya laksana batu es dari kutub. Situasi yang bahkan tak bisa dihalangi oleh asistennya sendiri.

"Jangan jadi arogan dan memandang kursus sebelah mata, ilmu dari perguruan tinggi mana pun yang kalian bangga-banggakan ketika interview kerja bisa saja tak berguna lagi. Semua harus tau ilmu dasar AI karena kalian bekerja di perusahaan AI, segalanya soal perkembangan dalam jangka waktu yang panjang."

Direktur itu melipat tangan diatas meja, begitu tajam tatapan yang ditujukan pada Hoseok yang mulai menyadari kehadirannya. "Kau, yang datang dari Daegu. Apa pencapaianmu menjadi manajer diperusahaan cabang membuatmu besar kepala?"

Seketika sepasang mata tajamnya sengaja bertatapan dengan pemilik mata bulat yang sedikit tersentak, lelaki yang cukup jeli karena menangkap kehadirannya yang belum berapa lama itu.

Wajar saja, perawakannya terlihat masih sekitaran umur 30 awal. Hoseok akui ketampanannya, hal yang sangat disayangkan pemilik wajah tersebut punya etiket seperti itu.

Hoseok mengulas senyum kecilnya, "tidak, Pak. Tapi saya puas dengan kinerja saya," tak ada reaksi selain wajah tanpa ekspresinya. Mata yang semula menatapnya mulai dialihkan ke arah lain, Hoseok sedikit terpancing emosi jujur.

Ice Americano | YoonSeok [SOPE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang