88. Sahabat Sejawat

350 44 3
                                    

❤ Rina

Siang ini, aku kembali bertemu dengan Bu Yanti untuk membahas baju seragam keluarga yang beliau pesan. Alhamdulillah, semua sudah selesai dijahit. Dan hari ini, siap untuk Bu Yanti bawa pulang.

"Wah, bajunya bagus banget, Mba Rina. Ukurannya juga pas. Nggak kebesaran, juga nggak kekecilan. Enak banget untuk dibawa gerak," kata Bu Yanti yang saat ini masih berdiri di depan kaca besar yang ada di ruanganku. Bu Yanti sedang mencoba baju seragam yang telah beliau pesan di butikku.

Aku yang sedang berdiri di belakang Bu Yanti jadi tersenyum puas karena mendengar ucapan senang yang tadi beliau ungkapkan, "Alhamdulillah kalau cocok, Bu. Kalau ada yang mau dirubah atau ditambah, bisa langsung disampaikan nggih, Bu. Supaya nanti, bisa segera kami perbaiki."

Bu Yanti berbalik untuk menatapku, "Nggak ada, Mba Rina. Semuanya, Ibu suka. Semuanya, pas. Nggak ada yang mau dirubah lagi. Jilbabnya, juga Ibu suka, modelnya bagus, Mba. Padahal, kemarin, Ibu cuma bilang terserah, manut aja untuk kerudungnya. Eh, ternyata, hasilnya bagus banget, Mba Rina. Ibu suka."

Aku tersenyum semakin bahagia, "Alhamdulillah. Saya juga ikut senang kalau Bu Yanti cocok dengan bajunya, Bu."

"Iya, Mba Rina. Ibu suka. Jadi, kayaknya, nanti, Ibu bakal sering banget buat repot Mba Rina kalau mau bikin baju lagi."

Aku mengangguk sangat senang, "Siap, Bu Yanti. Saya siap direpotkan kalau begitu."

Bu Yanti tertawa pelan, "Nanti, kapan-kapan, Ibu ajak menantu perempuan Ibu untuk datang ke sini. Dia juga seneng banget belanja baju, Mba. Jadi pasti, bakal seneng banget kalau Ibu ajak ke mari."

"Alhamdulillah. Ditunggu kedatangannya nggih, Bu. Senang sekali kalau bisa punya pelanggan baru. Apalagi, kalau itu menantu perempuan Bu Yanti."

Bu Yanti langsung mengangguk semangat sekali, "Iya, Mba Rina. Nanti, kalau menantu Ibu lagi ikut ke Semarang, Ibu ajak untuk sekalian kenalan sama Mba Rina."

"Loh? Memangnya, menantu Bu Yanti, tinggal di mana, Bu? Bukan di Semarang?"

"Bukan, Mba. Anak pertama dan menantu Ibu, tinggal di Purwokerto."

Aku langsung terkejut dengan informasi yang baru saja Bu Yanti sampaikan, "Purwokerto? Wah, kebetulan sekali, Bu. Saya, juga asli Purwokerto."

Bu Yanti ikut tersenyum bahagia bersamaku, "Wah, iya kah, Mba? Kalau begitu, kebetulan banget ya. Berarti, nanti, anak dan menantu Ibu bisa cepat akrab sama Mba Rina. Soalnya, sama-sama orang Purwokerto."

"Sama-sama ngapak nggih, Bu."

Bu Yanti tertawa, "Iya, Mba Rina. Sama-sama doyan mendoan juga ya?"

Aku ikut tertawa juga, "Nggih, Bu. Betul sekali. Apalagi, kalau mendoannya dimakan pas masih hangat-hangat, tambah mantap itu, Bu."

"Nanti, kapan-kapan, Ibu bawakan mendoan untuk Mba Rina ya. Biar ngobatin kangennya sama kampung halaman."

"Mboten usah, Bu." (Tidak usah, Bu)

"Nggak papa, Mba. Ucapan terimakasih dari Ibu. Soalnya, dari kemarin-kemarin, Mba Rina udah sabar banget dengerin Ibu cerewet minta ini dan itu waktu pesan baju."

Aku tersenyum, "Saestu, Bu. Saya benar-benar tidak merasa direpotkan oleh Bu Yanti selama ini. Malahan, saya senang sekali karena Bu Yanti sudah berbaik hati mau langganan beli baju dan pesan di toko saya. Jadi, seharusnya, saya yang mengucapkan terimakasih sama Bu Yanti."

(Saestu = Beneran/Sungguh)

"Tapi Ibu akan tetap main lagi ke sini dan bawain mendoan buat Mba Rina. Pokoknya, nggak boleh ditolak ya. Sekalian Ibu juga pengin ketemu sama El. Soalnya, udah lama Ibu nggak ketemu sama cucu Ibu yang cantik itu."

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang