Bab 18

212 24 0
                                    

Berminggu-minggu, bukan bertahun-tahun. Chanyeol harus mengingatkan dirinya sendiri hanya beberapa minggu ia keluar dari apartemen Baekhyun. Terasa sangat lama.

Kadang, saat ia sendirian di malam hari, berbaring di ranjang ukuran kingsize—yang sekarang anehnya terasa kosong setelah ia senang dengan cara Baekhyun memeluknya di ranjang queen milik Baekhyun—ia curiga mungkin semua itu hanya khayalannya.

Tapi ia teringat akan malam terakhir mereka bersama. Bagaimana Baekhyun meresponnya saat ia bercinta dengan pelan dan lembut yang belum pernah ia lakukan dengan wanita lain. Sepertinya tak akan pernah ia lakukan lagi pada wanita manapun.

Bulan-bulan mereka bersama terasa sangat nyata...dan sekarang kehidupannya tanpa Baekhyun terasa sangat hampa.

Segera setelah ia pulang ke Seoul, ia langsung tenggelam dalam rutinitas sesi latihannya dan juga beberapa sesi dengan spesialis fisioterapis bersama Dr. Lee.

Meskipun pria itu adalah dokter yang handal dan bahu Chanyeol sudah mendekati sempurna sebelumnya di pertarungan besarnya, ia harus mengekang dirinya sendiri supaya ia tidak membandingkan yang Dr. Lee sudah lakukan dengan teknik milik Baekhyun.

Ia terus-menerus memikirkan Baekhyun dan ia mendapati dirinya sendiri menyebut nama Baekhyun setiap kali ia membuka mulut besarnya.

Hingga pada suatu ketika ia memutuskan lebih aman untuk berkomunikasi secara tidak langsung seperti mendengus. Sial, itu berguna untuk orang purba, kenapa ia tidak?

Ini adalah hari sebelum pertarungan. Secara fisik, ia dalam kondisi sangat baik. Ia dalam kondisi fisik yang bagus, bahunya cukup membaik, dan berat badannya saat penimbangan hari ini tercatat 202 pound.

Namun secara mental, ia tak pernah merasa lebih kacau lagi dari sekarang. Normalnya saat mendekati pertarungan yang terlintas dipikirannya adalah bayangan dirinya menyerang lawannya.

Tapi yang melintas dipikirannya sekarang adalah bayangan ekspresi terluka milik Baekhyun saat ia dengan sengaja merenggut jantung Baekhyun dari dadanya.

Chanyeol menggeram, rasa frustasinya dengan cepat berubah menjadi kemarahan murni, sampai ia berteriak seperti seorang Sparta yang siap berperang. Ia mengambil medicine ball (bola untuk berlatih) yang ada di kakinya dan melemparnya ke tembok gym dimana ada beberapa teman timnya yang berdiri di samping target imajinernya.

"Woa!" teriak Jongin saat ia terlonjak dari tembok. "Apa masalahmu, Park?"

Yang seharusnya ia lakukan adalah meminta maaf dan membiarkannya saja. Sayangnya pengukur hal baik sedang rusak takbisa diperbaiki. "Mungkin kau, Kim," katanya saat ia bertatap muka dengan pria itu.

"Atau mungkin juga kau yang marah karena kau terlalu pengecut untuk mengejar gadis yang selalu kau bicarakan sampai bolamu menjadi nyeri."

Otak Chanyeol langsung beralih ke mode standby saat tubuhnya yang mengambil alih. Hal terakhir yang diingatnya ia luar biasa murka dan memukul pinggul temannya, menjatuhkannya ke karpet dengan raungan keras mengimbangi suara darah yang terpompa di telinganya.

Hal selanjutnya yang ia tahu disana banyak tangan-tangan yang menjauhkannya dari Jongin dan pria-pria yang meneriakkan hal berbeda secara bersamaan jadi ia tak tahu dengan jelas.

"Cukup! Hentikan dan mandilah sebelum aku memberi beberapa jamkardio untuk menguras energi kalian."

Changmin Hyung. Akhirnya suara yang menyadarkannya. Chanyeol menepis beberapa tangan terakhir yang memeganginya dan pergi mengumpulkan barang-barangnya.

"Park! di kantorku, sekarang."

Chanyeol berputar dan menatap pelatihnya.

"Aku tidak butuh ceramahmu. menenangkanku. Mengerti, pesan diterima. Aku mau pulang."

(Chanbaek GS) Seducing CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang