Bab 20 Memulai Usaha

4 1 0
                                    

Kesepakatan antara Pak Bambang dan Sofia sudah diambil. Sofia menyewa ruko itu selama satu tahun dengan diperbolehkan menambah fasilitas. Ia berencana memasang Wi-Fi untuk mendukung kelancaran usahanya. Ruko berukuran empat kali enam meter itu juga diizinkan direnovasi sesuai kebutuhan.

Keesokan harinya Sofia membawa dua tukang yang akan memperbaiki ruko. Mereka adalah tetangga dekat rumah Sofia. Ruko dengan kamar mandi di dalam itu akan di sekat menjadi dua bagian dengan bagian depan yang lebih luas. Di depan rencananya akan dibuat tempat melayani pelanggan serta ruang tunggu selama bus belum datang. Sedangkan bagian belakang digunakan sebagai ruang administrasi. Dindingnya akan dicat hijau agar terkesan sejuk. Tak lupa Sofia juga membeli bunga imitasi untuk memperindah agennya.

Beberapa hari sebelum Sofia berangkat pulang kampung ia sudah menghubungi perusahan bis antar kota yang akan menjadi mitra kerjanya. Ada lima perusahaan bus yang akan bekerjasama dengan dirinya. Dua bis jurusan Jakarta dan Surabaya dengan keberangkatan pagi serta tiga bus jurusan Jakarta dan Madiun dengan keberangkatan sore.

Tepat satu minggu, ruko itu selesai direnovasi dan siap digunakan. Sepeda motor Sofia yang dari Jakarta digunakan untuk alat transportasi mereka. Berhubung Sofia belum berani mengemudi motor sendiri, ia berboncengan dengan Evi saudara Ningsih yang bekerja di agennya. Evi baru satu tahun lulus SMK jurusan administrasi.

"Selamat ya, Mbak, mudah-mudahan lancar usaha agennya." Bu Hani yang berjualan makanan ringan di ruko sebelahnya memberi selamat ketika hari itu Sofia mulai membuka agennya.

"Iya Bu terima kasih, semoga toko ibu juga tambah ramai, nanti penumpang bisa membeli makanan di tempat ibu."

Sofia tidak berniat menyediakan makanan maupun minuman bagi calon penumpangnya walaupun hal itu bisa saja dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan ke toko milik Bu Hani ataupun toko makanan lainnya mendapat pelanggan baru dari penumpang agen Sofia.

Di hari pertama, ada dua calon penumpang yang membeli tiket di tempatnya. Sambil melayani calon penumpang Sofia sekaligus mengajari Evi cara menghubungi perusahaan bis yang bersangkutan serta komunikasi yang baik dengan calon penumpang.

"Gampang kan caranya. Yang terpenting kamu hubungi dulu bisnya tanyakan masih ada kursi tidak, jangan sampai kita menjual tiket tapi kursi sudah habis, dan jangan lupa tersenyum."

Begitulah Sofia mengajari Evi. Pengalamannya sebagai leader dalam tim marketing membuatnya tidak kesulitan mengarahkan Evi.

Upaya promosi Sofia lakukan baik melalui media sosial maupun dengan menyebarkan brosur cetak. Untuk menarik pelanggan, di bulan pertama ini Sofia mengadakan undian berhadiah berupa emas murni bagi pelanggannya. Selain itu program penukaran sepuluh tiket gratis satu kali perjalanan ia terapkan juga.

"Bu, Ibu berobat lagi ke rumah sakit ya, nanti aku temani," kata Sofia suatu hari saat mereka makan malam. Evi sudah bisa dipercaya melayani pelanggan hingga ada waktu luang bagi Sofi untuk melanjutkan pengobatan Utari.

"Tapi Ibu takut kalau di operasi."

"Kalau itu yang terbaik menurut dokter tidak apa-apa, Bu. Banyak mereka yang sembuh setelah menjalani operasi, Ibu ingin sehat kan?"

Tanpa putus asa Sofia membujuk ibunya agar mau berobat lagi ke rumah sakit. Seperti janjinya dulu saat akan pindah ke kampung halamannya, ia akan merawat ibunya semaksimal mungkin hingga Utari sehat.

Akhirnya Utari memberanikan diri untuk kontrol kembali ke tumah sakit. Hari itu, Sofia mengantar ibunya berobat ke RSUD Salatiga. Walaupun Sofia mampu membiayai secara pribadi pengobatan ibunya, tetapi Utari bersikukuh untuk menggunakan kartu berobatnya.

"Ini tumornya bertambah besar di banding setahun yang lalu, jadi mau tidak mau rahim ibu harus diangkat." Dokter yang menangani Utari menjelaskan kondisinya setelah selesai melakukan pemeriksaan.

"Kira-kira kapan dokter?" tanya Sofia.

Utari tidak sanggup berucap mendengar keputusan dokter. Rasa takut untuk tindakan operasi masih menjalar dalam hatinya.

"Sebelumnya Bu Utari melakukan berbagai pemeriksaan dulu untuk memastikan aman atau tidaknya tindakan operasi, ini ada pengantar untuk pemeriksaan jantung, rontgen serta laboratorium, setelah ada hasil semuanya nanti bisa ke saya lagi."

"Baik dokter," ucap Sofia sambil menerima beberapa surat pengantar untuk pemeriksaan keesokan harinya.

Mereka keluar dari ruang periksa dengan perasaan yang berbeda. Sofia merasa senang ibunya mau dilakukan pengobatan kembali. Sebaliknya Utari masih menyimpan rasa takut untuk tindakan operasi.

"Sudah menghubungi Mbakmu?" tanya Utari ketika mereka dalam perjalanan pulang. Sofia menyewa mobil milik tetangganya untuk mengantar mereka ke rumah sakit.

"Sudah, Bu semalam. Mbak Sania katanya lagi ada pemotretan di Surabaya, dua hari lagi mau pulang."

Utari tidak menjawab. Ada rasa bersalah terhadap anak pertamanya itu. Kemudahan untuk mencari uang dengan cara yang salah yang dulu ia berikan ke Sania membuat rasa bersalah itu makin menggunung. Apalagi keadaan dirinya saat ini yang ia rasakan sebagai akibat dari pekerjaan kelam di masa lalunya.

Dua hari kemudia Sania benar datang. Penampilannya sungguh berbeda denga Sofia. Ia mengenakan riasan tebal serta baju ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah.

"Apa kabar Sofia," ucapnya sambil memeluk adiknya itu ketika baru saja sampai. Lama tak berjumpa membuat ruang rindu yang mendalam pada dua bersauadara itu.

"Baik Mbak," ucap Sofia sambil melepas pelukannya.

"Ibu bagaimana?"

Sofia kemudian menceritakan keadaan ibu mereka serta hasil dari pemeriksaan dokter. Saat ini Utari sedang tidur. Sania menunggu ibunya bangun untuk menemui. Ia tidak tega membangunkan ibunya.

"Bagaimana dengan usahamu?"

"Sudah berjalan Mbak, pelanggan juga makin banyak. Rencananya aku akan menambah jasa travelling."

"Wah hebat."

Mereka saling bercerita tentang kegiatannya masing-masing sambil menunggu Utari bangun.

*bersambung*

Menepis Nista, Meraih AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang