44. Malam Pertama

1.3K 208 9
                                    

IMEL

Mau lepas kakiku rasanya.

Gila ya! Resepsi pernikahan tuh super duper melelahkan!

Kakiku keram, pegal yang... ah susah dijelasinnya. Pokoknya napak ke tanah aja tuh sakit. Sumpah!

"Aku capeeek!" keluhku.

"Sabar yaa, bentar lagi kita sampe rumah kok," ucap Tara.

"Kamu punya sendal empuk gak? Kaki aku sakit kalau napak," kataku.

"Ya gak usah napak,"

"Terbang gitu? Dikata aku kunti apa gimana neeeh?"

"Ya digendong maksudnya, sensi amat sih Non? Baru 8 jam jadi istri, udah mendalami peran aja kamu,"

"Hih!"

Kulihat Tara cuma geleng-geleng kepala aja. Satu yang kuperhatikan seharian ini adalah dia senyum terus, sumpah! Meskipun sesekali pas salaman sama tamu dia bisik-bisik 'itu siapa yang barusan sok akrab banget?' tapi tetep, dia senyum, dia ramah ke semua tamu undangan kami.

Harusnya ini tuh kami pulang gak ke rumah, tapi ke hotel. Cuma ya... aku beneran capek, kebayang mau istirahat, kalau di hotel cuma 2 hari terus rusuh beberes balik ke rumah... ya mending sekalian ke rumah aja gitu. Jadi lah kamar hotel yang harusnya aku dan Tara tempati jadi diisi oleh Kak Lia dan Kak Randy.

Aku sedang terpejam ketika mobil ini berhenti, begitu membuka mata kulihat Tara turun dari mobil untuk membuka pagar. Ya, rumahnya kosong jadi gak ada yang bisa dimintai tolong buat bukain pintu pagar.

"Ayok sini, mau digendong gak?" tanyanya ketika mobil sudah terparkir sempurna, Tara juga sudah menutup pagar kembali.

"Jalan aja deh, Mas."

"Katanya kakinya sakit?"

"Ya bisa lah pelan-pelan," kataku, lalu turun dari mobil.

Meskipun berjalan sendiri Tara tetap berjalan menggandengku.

"Kayak nenek-nenek ya? Jalan dituntun gini," kataku.

"Hahahaha nenek-nenek cantik," sahutnya.

Kami masuk ke dalam rumah, dan begitu melihat sofa di ruang tamu, aku langsung menjatuhkan diriku di situ. Sumpah! Capek banget.

"Heee? Kenapa di situ?"

"Rebahan dulu aku, sumpah, punggungku sakit banget, mau rebahan bentar, pegel banget Mas,"

"Mau mandi air anget gak? Kalau mau aku siapin bathup-nya," tawarnya.

"Mau langsung tidur boleh gak? Capek banget!"

"Boleh, yaudah ayok aku gendong ke atas, mau gak?"

Aku menggeleng, takut jatoh anjir digendong ke lantai dua. Kan gak lucu hari pertama nikah kita berdua menggelinding bersama di tangga.

"Kenapa gak mau?" tanyanya.

"Kamu juga lagi capek Mas, ngeri tigubrak aku tuh," jawabku membuat Tara tertawa.

"Ada-ada aja, yaudah kalo mau di sini dulu," ucapnya seraya duduk di sofa yang kosong.

Aku mengangguk kemudian menarik napas panjang, melirik Tara yang saat ini sedang bersandar sambil terpejam. Asli, kalo lagi begini suka gak nyangka kalau kita beneran nikah. Status dia udah resmi jadi suami aku.

Aku ikut terpejam, lalu mengingat momen di mana aku masih jadi mahasiswa baru. Waktu itu aku belum kenal sama Tara tentu saja. Saat semester satu berjalan juga aku gak kenal karena gak diajar sama dia. Cuma yaa tetep aja gosip ada dosen ganteng jadi bahan obrolan kami. Ya, aku gak diajar dia karena dia kan ngajarnya kebanyakan mata kuliah pilihan.

Ranjang Usang Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang