Jadi ini Kerajaan Averio. Sebagai Dalilah, aku baru mengetahui hal ini. Ciri khas kerajaan ini begitu memikat, banyak kolam kecil yang menghiasi sisi-sisi jalan, memantulkan cahaya matahari seperti potongan kaca, dan pohon-pohon pinus yang berbaris rapi dengan aroma menenangkan. Aku menggelengkan kepala, membuang jauh khayalanku tentang bagaimana jika aku menjadi ratu di sini. Impian yang menggelikan, bukan?
"Selamat datang, Yang Mulia Rinata Victoria. Lama tidak berjumpa. Saya tidak menyangka dapat bertemu dengan Anda setelah sekian lama," seorang pria seusia ayahku membungkukkan badan dengan hormat kepada nenek. Wajahnya sempat menampilkan keterkejutan, namun dengan cepat ia meredamnya, menggantinya dengan sikap tenang dan anggun.
"Terima kasih sudah menyambutku, Yang Mulia Raja Asgard Galileo Canavero," balas nenek dengan senyum tipis. Ia membalas hormat pria itu sebelum melanjutkan, "Aku yakin kau langsung memahami maksud kedatanganku. Kita harus membicarakan sesuatu yang penting."
"Anda sungguh dapat membaca pikiran saya, Yang Mulia," sahut Raja Galileo dengan nada datar, namun jelas ada ketegangan di baliknya. "Mohon maaf telah membuat Anda lama berdiri. Mari, kita bicarakan ini di ruang kerja saya."
Aku mengikuti mereka ke dalam istana, melangkah melewati lorong-lorong yang dihiasi lukisan-lukisan kerajaan Averio. Kami tiba di ruang kerja Raja Galileo, sebuah ruangan yang terasa hangat meskipun sederhana. Aku takjub melihat pajangan botol-botol kaca kecil berisi biji pinus. Meski tampak sederhana, dekorasi itu memberikan kesan alami yang menyatu dengan suasana ruangan.
Nenek duduk dengan anggun di kursi yang disediakan, menyesap teh hangat yang dihidangkan oleh pelayan istana. Setelah beberapa saat hening, ia memulai percakapan dengan suara yang tenang namun penuh ketegasan.
"Raja Asgard, kau tahu selama ini aku telah menganggapmu seperti anakku sendiri. Namun, aku harus memutuskan pertunangan antara Lidya dan Putra Mahkota Averio. Meskipun begitu, hubungan antara kedua kerajaan kita harus tetap terjaga," ujar nenek, langsung pada intinya.
Aku tertegun. Keputusan nenek yang tiba-tiba ini pasti mengguncang Raja Galileo. Dan benar saja, mata pria itu melebar sejenak sebelum ia segera menguasai diri.
"Bagaimana perjanjian selama 22 tahun dapat diputuskan hanya dalam lima menit? Ini bukan hanya soal satu kerajaan, Yang Mulia, melainkan dua kerajaan sekaligus. Kita telah memiliki hak bersama atas kepemilikan prajurit sebagai bagian dari perjanjian perjodohan ini. Jika Anda membatalkannya, kita harus membagi kekuatan militer dan wilayah kekuasaan. Hal ini bisa menyebabkan kerusuhan, baik di perbatasan maupun di ibu kota masing-masing," jelas Raja Asgard panjang lebar. Suaranya mantap, namun jelas ada kekhawatiran di sana.
Nenek tidak terlihat terpengaruh. Ia menarik dagunya sedikit, tersenyum tipis, dan menatap Raja Asgard dengan tatapan tajam namun lembut.
"Kau paham itu, namun kau membiarkan Averio memiliki anak dari wanita lain. Apakah kau benar-benar tidak tahu, atau hanya berpura-pura tak tahu?" tanya nenek dengan nada yang penuh arti. Ia terkekeh pelan, menutup mulutnya dengan anggun menggunakan tangan.
Seketika, Raja Galileo bangkit dari tempat duduknya, lalu berlutut di depan nenek. "Ampun, Yang Mulia. Saya mohon pertimbangkan kembali keputusan Anda. Ini bukan hanya untuk melindungi kerajaan saya, tetapi juga kerajaan Azalea," pintanya dengan suara yang terdengar putus asa.
Aku terkejut melihat seorang raja berlutut di hadapan nenekku. Betapa besar kekuasaan nenek hingga ia mampu membuat seorang raja tunduk hanya dengan kata-katanya. Jika tahu begini, mungkin aku lebih baik duduk manis saja tanpa ikut campur.
Namun nenek tidak membiarkan Raja Galileo tetap berlutut. Ia membantunya berdiri kembali dengan sikap tenang, seolah memberikan waktu bagi sang raja untuk kembali menguasai dirinya.
"Bagaimana jika Oliver saja yang menjadi tunanganku?" tanyaku tiba-tiba, memberanikan diri untuk berbicara. "Bukankah itu akan menjaga persahabatan dua kerajaan tetap harmonis?"
Nenek dan Raja Asgard menatapku. Raja Asgard menghela napas pelan sebelum menjawab. "Bisa saja, namun Oliver bukan putra mahkota. Jika kau bertunangan dengannya, kau akan menjadi putri pendamping pangeran, bukan calon ratu. Kekuasaan yang dimiliki Averio lebih besar, dan Oliver tidak akan mendapat dukungan menjadi Putra Mahkota tanpa kekuatan yang cukup."
Aku mengangguk, mencoba memahami. Tapi bukankah nenek bisa memberikan dukungannya kepada Oliver? Lagipula, aku juga bisa membantunya. Aku yakin hal ini tidak akan terlalu sulit.
"Namun, kita juga memerlukan persetujuan Oliver. Aku tahu Lidya dan Averio memiliki hubungan yang baik sejak kecil. Aku tak menyangka hal ini akan terjadi," imbuh Raja Asgard .
Benar juga. Aku harus memikirkan cara untuk meyakinkan Oliver agar menerima pertunangan ini. Jika dia setuju, mungkin semuanya akan lebih mudah. Tapi... apakah dia mau bekerja sama denganku? Aku harus segera bertemu dengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Main Princess✔️
FantasyDalilah terperangkap di tubuh kembarannya sendiri, sejak kematian dirinya beberapa hari yang lalu. Highest rank #2 | Pahlawan (13 February 2025) #13 | 2023 (13 February 2025) #22 | Jiwa (13 February 2025)