Begitu Cepat

4 1 0
                                    

Tapi semua tidak terpengaruh baginya, kini ia kembali menangkapku dan menggendongku di bahunya. Pada kesempatan ini, aku berkesempatan untuk mengambil kunci pintu dari saku celananya.

Brugh! Dia membantingku ke atas ranjang, pinggangku sakit, tapi Aku mencoba tenang dan kuat.

Akhirnya aku melihat celah, tuhan menolongku, aku melihat satu kesempatan untuk meloloskan diri.

Ketika kaki pria tua itu mulai melangkah ke atas kasur dan berada tepat di atasku, dengan sekuat tenaga, ku tendang bagian kemaluannya menggunakan lututku sekuat yang aku bisa.

Dan tentu saja, aku tidak melakukannya hanya satu kali. Aku tidak berharap dia mati, aku hanya berharap, dia tidak ada kemampuan untuk mengejarku.

Pria tua itu meringkuk, dan meringis kesakitan, serta mengumpati ku dengan beberapa kalimat kasar, tapi aku tidak perduli, aku hanya berlalu pergi, karena tampaknya, posisi Reonal juga tidak dalam keadaan baik-baik saja di luar sana.

'Aku akan kuat, aku akan menjadi kuat untuknya!!!' Tekadku dalam hati. 'Kita tidak memiliki siapapun, kita hanya saling menguatkan semenjak papa dan mama meninggal, kali ini aku tidak akan menyusahkan mu kak..' tambahku

Perdebatan yang terjadi, terdengar samakin gaduh dan semakin panas saja.

Ceklek, aku pun keluar dari kamar itu, menatap Reo dengan tubuh yang telah di penuhi oleh darah.

"Apa yang terjadi kak?" Pekikku khawatir. Sembari Berlari mendekat kearahnya.

"Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"

"Seperti yang terlihat, aku tidak membutuhkan perlindunganmu lagi"

"Kau sudah besar.." Ucap Reo tersenyum meski kami tengah di situasi yang sangat genting.. belum tau kami keluar dari sini hidup ataukah mati.

Tapi pembicaraan ini, cukup memberi kami energi.

Tiada ketakutan dalam hatiku, meski harus mati, aku tidak akan mati dengan sia-sia dan tanpa perlawanan.

Kutatap lagi ke arah dua manusia tidak berakal itu, dimana tangan Ecko, telah bersimbah darah. 

Tampaknya Reo berhasil melukai pria itu. Aku senang melihatnya. Meski ada rasa takut di dada, akan sejauh apa perlawanan kami?

"Biarkan kami pergi" pinta Reo yang di abaikan oleh Diana dan Ecko

"Biarkan kami pergi!!! Sebelum aku menggila!!!" Pekik Reo lagi dengan sangat lantang. Baru kali ini aku melihat dirinya yang seperti ini. Ia bagai siap menghabisi siapapun yang menghalangi jalannya.

"Reo tenang.. jatuhkan pisau itu, jangan membuat kekacauan lebih dari ini lagi"

"Percaya atau tidak, aku tidak akan pernah patuh pada ucapan penipu seperti kalian berdua!"

"Sialan kalian berdua! Bagaimana bisa ada anak lain di rumah ini?! akan ada saksi mata nanti! 

Aku tidak ingin terlibat! Para pembantu dan penjaga saja aku suruh liburkan! Bagaimana bisa di saat aku datang ada orang lain lagi hah?!" Ucap pria paruh baya yang baru saja keluar dari kamar ku, ia masih tampak meringis kesakitan dengan sebelah tangan yang masih memegangi bagian selangkangannya.

"Tenang tuan Zakari, berhubung bocah itu sudah melihat aksi kita, sepertinya pekerjaan ini akan lebih mudah dan lebih cepat, begini rencana kami, karena tubuh Anak ini sehat dan bagus dengan kesehatan dan stamina yang juga baik, maka memotong lidahnya dan kemudian menjualnya ke tuan Bortoly untuk di jadikan budak adalah rencana yang lebih menguntungkan, dari pada harus menyingkirkannya" jawab Diana.

"Bagus.. bagus..!! Itu memanglah rencana yang bagus, kalau begitu biar aku bantu!" Ucap Zakari tua

"Ecko, kau cegat dari arah kiri, sedang Diana cegat bagian kanan, dan aku akan menyerang dari depan." Perintah si tua Zakari dengan seringaian yang sama ia lemparkan padaku tadi.

"Meg.. berdiri di belakang kakak.." perintah Reo padaku, saat ini, aku hanya bisa menurut saja, tidak ingin membuatnya susah dengan diriku yang membebaninya. Aku akan berusaha menghindar dari masalah apapun sebisaku.

Kuraih sebuah tongkat besi, yang tak jauh dari perapian di belakangku. Aku pun bersiap dengan kuda-kuda jika seseorang akan mendekat ke arahku.

"Reo, pisau itu bukan mainan, Cepat letakkan. Meski nanti kalian bebas, tapi jika seseorang nanti terbunuh, kau tetap tidak bisa melindungi adik mu, kau pikir dunia ini seperti apa? Di luar sana bahkan banyak orang-orang yang lebih buruk dari kami!"

"Menurutlah.. kalian tetap akan kami perlakukan baik.. tidakkah kalian senang makan sepuas hati kalian, memiliki pakaian yang bagus, dan tidur di kasur yang empuk? Sekarang saatnya kalian membayar kami saja, ini adil kan? Mengapa kalian sungguh menyanjung diri kalian tinggi? Jika bukan karena kalian bisa di gunakan, siapa juga yang ingin mengadopsi kalian?" Jelas Diana.

Wanita tua itu, sungguh gila dengan uang dan harta, segala cara ia lakukan hanya untuk mendapatkan kesenangan duniawi.

"MUNDUR!!!" Pekik Reo seketika saat jarak mereka semakin mendekat dan nyaris mengepung kami.

"Jangan samakan pikiran kami dengan otak mu yang dangkal itu! Hidup mewah siapa yang tidak mau, tapi bila cara rendahan seperti ini yang kalian ajarkan, aku tidak akan tergoda!" Jawab Reo

"Reo tadinya kau begitu penurut dan baik, tidak menyangka, anak kucing juga memiliki taring" sarkas Ecko

"Tapi meski begitu, kau tidak bisa menang dari kami, tidak hanya kalah jumlah, kau tidak Sadar, kau berada di wilayah siapa? Takutnya, perjuangan mu hanya akan sia-sia saja, lebih baik menyerah agar tidak ada yang terluka lagi" ucap Diana yang menyela Ucapan Ecko, pria itu sudah terlihat semakin pucat.

Mungkin banyaknya darah yang keluar dari pergelangan tangannya membuat ia seperti ini.

"Jika kalian berani.. mari cari tau!!" Tantang Reo dengan wajah garangnya. Tatapan itu tak akan pernah aku lupakan.. ini adalah kali pertama Aku melihatnya dengan tatapan setajam pisau.

Diana dan Zakari tengah mengepung Reo, sedang Ecko yang nyaris tidak memiliki tenaga, malah memilihku untuk ia tangani.

Mengira aku gadis lemah? Tidak semudah itu.

Saat tangannya hendak meraih ku, dengan cepat, aku menusuk kakinya dengan besi yang ada di tanganku.

Dia kembali meringis. Kini perhatian ku teralih pada Reo yang telah tertangkap, kedua tangannya di Kunci oleh Zakari, dan Diana kini berjalan mendekat ke arahku, membantu Ecko yang sudah tak berdaya di lantai.

Diana mengayunkan pisau ke arahku, Aku berhasil menghindar meski lenganku sedikit tergores karenanya.

Ecko yang ku kira tidak akan bergerak, ternyata masih ada tenaga menahan kakiku, meski aku sudah menendang-nendangnya, kakiku tak kunjung terlepas dari dirinya.

Aku yang sudah terpojok karena Diana semakin mendekat dengan pisaunya, akhirnya ku tusuk punggung pria itu menggunakan besi yang ada di tanganku.

Darah itu mengucur deras dari tubuhnya, membuat ku bergetar dan tak mampu menggerakkan seincipun tubuhku.

Diana berteriak dengan histeris dan menangis, menyaksikan suaminya mati di tanganku.Ia pun tidak ingin membiarkan aku hidup, pisau yang sedari tadi dia pegang hanya untuk menakut-nakuti, kini mengarah tepat ke leherku yang tak mampu aku hentikan.

Centeng... pisau itu terjatuh ke lantai sebelum membelah leherku.

"Reo.." Hanya kalimat itu yang mampu keluar dari bibirku.Kakak ku menepis pisau itu untuk melindungiku, tidak menyangka, si tua Zakari telah tergeletak di lantai dengan sebuah pisau yang menancap di perutnya.

Aku tidak melihat kejadian itu bagaimana. Semua seakan terlihat begitu cepat.

Brugh! Tubuhku lunglai jatuh di lantai

Hatiku menginginkanmu, tapi Hidupku untuk Membunuhmu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang