3

164 29 4
                                    

"Dari mana Matthew?"

Baru saja Matthew menginjakkan kaki di dalam rumah saat Maminya tengah menyiapkan makan malam di meja makan bersama beberapa pembantunya. Dengan tenang Matthew menghampiri Sang Mami, turut membantu menaruh beberapa piring dan serbet yang sudah terbentuk sedemikian rupa di atas meja.

"Ketemu temen kuliah di Paskal." Jawab Matthew sekenanya, berharap Maminya tidak bertanya lebih lanjut karena pada kenyataannya, teman kuliahnya rata-rata masih berada di Aussie, memutuskan bekerja di Negara itu atau masih enggan kembali ke Indonesia untuk menikmati kebebasan yang hakiki di sana.

"Oh... kirain kamu teh ke mana. Nggak lupa, kan, kalau Yona sama orangtuanya datang buat dinner sebentar?"

Matthew mengerjapkan mata beberapa kali. Untung saja Maminya sedang berjalan ke arah dapur, jadi ia bisa berpura-pura tidak lupa akan hal itu. "Ingat, Mi."

"Di Paskal nggak beli bunga buat Yona?"

Mampus. Matthew terdiam di depan meja makan, mencari alasan dan kalau bisa ide kado terinstan yang bisa ia pesan untuk Yona Jessica Wijaya, tunangannya. Ia benar-benar lupa kalau Yona dan orangtuanya akan datang ke rumah malam ini untuk dinner. Selama seharian, yang ada dalam pikiran Matthew hanya Dinda.

"Nggak sempat. Mau coba pesen di Go-jek, nggak, Mi?"

Mami Matthew langsung mencubit pinggang anaknya dengan gemas, hingga Matthew meringis lalu tertawa karena aksi Maminya. Detik selanjutnya, Mami mulai berkoar-koar soal sikap Matthew yang tidak pernah berinisiatif untuk memberikan sesuatu untuk Yona. Selalu saja harus diingatkan dulu dan jauh di dalam lubuk hatinya, Matthew mengaku kalau ia memang tidak pernah berniat membelikan apapun untuk Yona.

Ia dan Yona hanya ditunangkan saja, dijodohkan oleh orangtua mereka.

"Sesekali beli sendiri atuh, kamu, teh. Masa Mami yang ingetin terus?"

"Lupa, Mih. Takut Mami nyariin anaknya jadi langsung balik." Kata Matthew beralasan membuat Maminya bergumam lirih. "Padahal Mami nggak ada nanya Mang Aceng tadi."

"Tapi biasanya Mami suka nanya, kan?"

Mami Matthew menepuk lengan Matthew pelan. "Yaudah, sana! Cepat siap-siap! Nanti Mami suruh Mang Aceng beli bunga di Sukamulya aja."

"Hehe... terima kasih, Mami." Ucap Matthew lalu mencium pipi Maminya lembut dan bergegas naik ke kamar dengan perasaan tercampur-aduk.

Matthew sedikit merasa bersalah karena telah berbohong kepada Maminya, tapi ia pun tidak bisa membendung rasa penasarannya akan Dinda. Selain itu, pertemuannya dengan Yona malam ini membuat hatinya gusar. Ia tidak ingin bertemu dengan perempuan itu setelah sekian lama menahan diri dan membiarkan kedua orangtuanya menjodohkan mereka. Hatinya tidak untuk Yona dan ia tidak ingin memaksa diri lagi.

~~~

"Thew, katanya kamu mau rubah restoran besar-besaran, ya?"

Yona bertanya saat ia dan Matthew melipir ke teras belakang rumah setelah makan malam, membiarkan orangtua mereka berbincang di ruang tengah. Keduanya duduk bersisian di ayunan sofa yang ada di teras itu, memandang lurus ke arah kolam renang yang diterangi lampu taman.

"Rencananya gitu, sih. Tergantung izin Papi." Jawab Matthew sekenanya sambil mendorong ayunan menggunakan kakinya dengan malas.

Obrolan soal restoran yang sekarang dipegangnya adalah obrolan yang malas ia lakukan pula. Sepulangnya dari Australia, Matthew merasa kepalanya seperti mau meledak karena diberi tanggungjawab untuk mengurusi restoran baru yang dibangun Papinya di kawasan Dago Bawah. Bukannya tidak bisa, pemikiran Matthew dan Papinya sangat berbeda. Ada banyak hal yang ingin Matthew lakukan untuk restoran itu, tapi tertahan karena ia tetap harus mendapatkan izin Papi untuk melakukannya.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang