BAB 19

348 15 0
                                    

"Kamu jangan curang dong!"

"Aku gak curang!"

"Alden! Itu punya aku jangan di ambil!"

"Aku cuma pinjem kok gak ngambil punya kamu!"

Di ruang tengah rumah Kayra sangat berisik karena dua bocah yang sedari tadi terus menerus perang mulut, sedangkan kedua remaja di sana terus memperhatikan kedua bocah itu seraya memasukan snack ke dalam mulut. Keduanya hanya mengawasi tanpa ingin mencampuri urusan dua bocah itu, tapi kalau sudah di luar batas pasti keduanya langsung bertindak.

"Kamu cowok! Harusnya ngalah!" ucap Olive.

"Gak mau!" tolak Alden.

Olive mencebik bibirnya kesal dengan Alden. "Nanti aku bilang Rere kalau kamu nakal sama aku!"

"Kok bawa-bawa Rere sih?" sunggut anak kecil itu.

"Ya elah, dramanya panjang amat dah?" celetuk Kanaya.

"Melebihi sinetron gak sih?" sahut Kayra yang langsung di angguki Kanaya.

Hari ini, hari libur dan hari Kanaya di tugaskan untuk menjadi babysitter Alden, karena kedua orang tua Alden sedang ada urusan. Kanaya sengaja mengajak Alden untuk bermain ke rumah Kayra agar cowok itu bisa bermain dengan Olive. Saat Kanaya izin dengan Mamanya lewat telpon, wanita itu mengizinkan anak perawannya untuk keluar asal ada bodyguard yang menjaga mereka. Jadi dari pada tidak boleh, lebih baik Kanaya mengiyakan saja. Di depan rumah Kayra ada empat pria yang berstatus sebagai bodyguard.

"Kay?" panggil Kanaya membuat Kayra berdeham sebagai jawaban. "Gue liat akhir-akhir ini, lo jarang ngebucin. Ada apa emang?"

Kayra memutar bola matanya. "Gue gak bucin!" elak Kayra.

"Lo berdua tuh, gengsinya gede juga ya?" ejek Kanaya tersenyum miring.

Kayra memutar bola matanya malas, dia beranjak dari duduknya membuat Kanaya mendongak menatap Kayra bingung. "Mau kemana?" tanyanya saat melihat Kayra yang mengambil kunci motor di atas meja.

"Mau ke minimarket." jawabnya seraya melangkah pergi dari ruangan itu, membiarkan Kanaya menjaga Olive dan Alden di sana.

Hawa di luar rumahnya sangat canggung karena ada empat pria yang tengah mengobrol sambil menyesapnya kopi yang Kayra buat, tidak hanya kopi, Kayra juga membuat pisang goreng untuk keempat pria itu. Tidak enak juga ada tamu tapi tidak di kasih apa-apa. Setelah dia berpamitan pada keempat pria itu, Kayra langsung menghembuskan napasnya lega setelah sudah jauh dari rumahnya.

Kayra menggelengkan kepalanya. Itu saja baru empat orang yang ada di rumahnya untuk menjaga Kanaya dan Alden, bagaimana di seluruh penjuru rumah Kanaya dan Alden? Selama berteman dengan Kanaya, dirinya sangat jarang main ke rumah cewek itu, alasannya ya karena takut Olive menuggunya. Padahal sering sekali Mamanya Kanaya menyuruh sering-sering main ke sana. Lagi juga dia tidak terbiasa dengan penjaga-penjaga di sana, rasa-rasanya dia seperti tawanan.

Kayra turun dari motor setelah menaruh helmnya di kaca spionnya. Langkahnya terus menelusuri jejeran rak sambil membawa keranjang belanja, sengaja tidak membawa troli, lagu juga dia tidak belanja banyak.

"KAK RARA!"

Pekikan itu membuat Kayra menoleh ke sumber suara. Dari arah lawan ada anak kecil yang berlari menghampiri dengan seorang remaja yang ikut berlari karena tangan mereka menyatu. Kayra tau dia siapa, Kakaknya Rere yang bernama Jenia, dia tau karena Olive suka menceritakan tentang Rere.

"Pelan-pelan, Re." ucap seorang remaja cowok yang baru saja muncul dari belakang kedua orang itu.

"Hehehe. Maaf." Anak kecil itu tertawa kecil, kepalanya mendongak menatap Kayra dengan senyuman manisnya. "Kak Rara di sini? Sendiri? Gak sama Olive?"

Kayra tertawa mendengar pertanyaan beruntun dari anak kecil yang berstatus teman dari adiknya. Kayra berjongkok menyamai tinggi anak kecil itu. "Sendiri, Olive-nya lagi di rumah, lagi main sama Alden." jawabnya.

"Alden?" beonya. "Kok dia gak ajak aku sih kalau mau main ke rumah Olive!"

"Kamunya juga gak nanya Alden kalau dia mau ke rumah Olive," sahut cewek cantik di sebelah Rere.

"Ish, Kak!"

"Jadi Rere mau gak main ke rumah?" tawar Kayra pada Rere.

Anak kecil itu mengangguk antusias. "Mau dong!" jawabnya.

                                        ****

"Gila, lusa udah ujian kenaikan aja?"

"Cepet amat dah?" sahut Reza di angguki kedua cowok di sana.

"Gue mau cabut." ucap Jehan seraya mengambil kunci motor, ponsel sekaligus jaket yang ada di sebelahnya.

"Mau kemana sih? Sibuk amat!" cibir Kendra pada Jehan.

"Kepo lo, kayak monyet Dora!" bakas Jehan ketus, cowok itu memilih pergi dari kamar Kendra dan mengabaikan umpatan demi umpatan dari Kendra untuknya.

"Gue juga mau cabut." seru Reza seraya memakai hoodie hitamnya.

Kendra bergegas berdiri dan berlari ke arah pintu kamarnya, dia langsung mengunci pintu kamar, lalu memasukan kuncinya ke dalam saku celana. Reza berdecak melihat itu, kedua tangannya bersidekap dada setelah memakai hoodienya.

"Buka!" perintah Reza pada Kendra.

"Gak mau! Jangan pergi dulu lo!" jawab Kendra bersandar di pintu kamarnya. "Temenin gue dulu ngapa," pintanya memelas.

Reza berdecih melihat komuk wajah Kendra yang memelas–lebuh tepatnya pura-pura. "Males, gue ada urusan, Ken." sunggut Reza.

"Bentar doang elah! Sampe nyokap pulang." mohon Kendra.

Reza berdiri, kedua kaki panjangnya melangkah maju mendekati Kendra–lebuh tepatnya pintu kamar Kendra. "Males gue, mana berduaan di kamar. Kalau di kira gue homo gimana, njing?" protes Reza menyingkirkan tubuh Kendra yang berusaha untuk menghalangi Reza.

Reza yang tidak punya stok kesabaran sebanyak itu langsung mendorong tubuh Kendra kencang membuat cowok itu terpental mengenai tembok tidak terlalu keras. "Berisik lo!" ucap Reza sebelum Kendra protes. Reza langsung membuka pintunya setelah membuka pintu yang di kunci Kendra dengan kunci duplikat yang ada di tangannya. Yang harusnya Kendra sadari adalah, Reza juga punya pintu kamarnya!

Ketiga remaja itu sama-sama mempunyai kunci kamar satu sama lain, katanya takut emang ada keadaan yang mendesak.

Jadi perjuangan Kendra untuk menahan Reza agar menemaninya di rumah, itu hanya sia-sia?

                                         ****

18 Januari 2023

REZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang