Prolog

20 0 0
                                    






Aku dan dia tak pernah berencana.

Aku mungkin mendengar namanya.

Bermacam angin membawa berbagai cerita tentang dirinya.

Tapi masi kuanggap biasa saja.


Aku dan dia tak pernah sengaja.

Kami hanya dua insan yang bertemu, di waktu yang membuat semesta tak membiarkan kami bersama.

Yang harusnya di anganku kami membuat cerita melegenda.

Aku dan dia tak perna berencana.

Benar saja.

Harusnya rasa ini tak pernah ada.

Memporak poranda yang sudah kami tata.







***






Ia melihat sekali lagi dirinya di cermin. Mengamati setiap jengkal wajah dan tubuhnya. Meraba pelan cuping hidung hingga dagu runcingnya.

Menelaah potongan baju yang memperlihatkan tulang selangkanya yang indah. Tersenyum tipis,-ah rupanya terkekeh sedikit.

Membayangkan sebuah adegan di masalalu yang berisi bayang bayang seseorang yang membayangkan bagaimana Lara akan tumbuh.

" Tumbuhlah cerdas cantik dan membanggakan Lara "

Lara ingat betul waktu itu. Tangan itu menggenggam Lara di tempat paling rendah, di saat paling hina. Menggenggam erat layaknya tak akan dilepas. Membuahkan harapan di seluk jiwa dan raga Lara kecil yang kala itu menangis tersedu.

Ingatan itu selalu ada.
Setelah 10 tahun lamanya.

Mungkin goresanya sudah menutup sempurna. Tapi nyatanya Lara tak kunjung mendapat alasan yang sempurna untuk dirinya benar benar menutup rapat ingatan di kepalanya.

Phonsel nya berdering sebentar.

Menampilkan sebuah nama, yang membuat dirinya buru buru menggeser tombol hijau. Pertanda menerima panggilan.


" Sayang, kita hampir terlambat. Segera turun dan berangkat "

Panggilan manis tersebut membuat Lara gugup. Lucunya.

" Iya, aku akan turun sekarang. "










Hari ini, hari besar baginya. Lara akhirnya menjemput gelarnya sebagai sarjana. Lara akhirnya mewujudkan mimpi orang yang selalu menjadi rotasi hidupnya.

Lara mungkin bisa dikatakan sarjana sastra inggris yang paling tua diangkatanya. Tapi tak memungkiri, bahwa pengalaman kerjanya luar biasa.

Staff penerbangan dengan lisensi yang amat memuaskan, promosi berturut turut, dan juga menjadi acuan Pramugara dan pramugari sekaligus. Menjadi pengajar di salah satu FA Academy ternama.

Tentu saja, Lara mampu melakukan itu semua. Tentu saja ia harus berterimakasih padanya.

Lara tengah membuka kotak bekalnya, membuat aroma masakanya menyebar di seluruh mobil. Ia lupa, sehingga seketika membuka jendela mobil karena sungkan pada empunya.

Manusia di sebelahnya tertawa kecil, melirik Lara dengan geli. Menahan tanganya untuk tidak mengusak rambut yang tercinta.

" Dulu tuh kamu sempet bilang kalo gabisa makan pagi kan ? "

Lara baru mau melahap suapan pertama.

" Ardi kamu bisa diem ga ? "

Berakhir Lara memberikan suapan pertama pada Ardi.

Masakan Lara adalah yang ter enak setelah bundanya bagi Ardi. Tida jelas menunya apa, tapi setiap Lara sibuk di dapur. Maka dia akan keluar dengan sesuatu yang menyenangkan lidah.

Pagi ini sebelum wisuda, Ardi sudah berniat drive true saja. Membayangkan Lara memakai gaunya, make up, hair do. Lantas Lara mau masak dipagi buta, Ardi lupa wanitanya memang serba bisa.

" Ardi, nanti jangan turun depan gedung ya. Malu. "

" Ih kenapa malu ? "

" Bisa ngga, jangan tanya mulu ? "

" Astaga Lara, oke, fine "

Ini juga sisi yang membuat Ardi suka terheran heran. Lara bisa menjadi pribadi yang menyenangkan dan judes sekaligus.













***





Bagi Lara naik ke atas panggung dan disaksikan banyak orang bukan sebuah pressure yang sangat besar. Itu sudah biasa, Lara menyelesaikan wisuda ini dengan sangat mudah.

Memberikan sedikit sambutan karna mendapat predikat cumlaude. Sangat membanggakan bukan ?

Ardi terharu bukan main melihat wanitanya turun dengan bahu setegap karang. Berjalan dengan anggun, dengan iris matanya yang gelap.

Ia menjadi saksi nyata bahwa Lara sudah bekerja keras. Menggapai cita citanya, Ardi pikir dia sudah tau semua tentang Lara. Tapi ternyata tidak.

Setelah pelukan bahagia yang diberikan Lara padanya, seorang laki laki paruh usia berdiri mematung di belakang Lara yang menghadap dirinya.

Lara menyadarinya, tatapan Ardi.
Ikut mencari kemana arah perhatianya tersita.



Lara menemukanya.




Tepat sekali.







Dan sialnya, itu menarik seluruh kesadaran Lara detik ini.














" Selamat, kamu telah tumbuh cantik pintar dan membanggakan. "

Laki laki itu menodongkan tanganya pada Lara.

Tubuh Lara bergetar sepenuhnya, memandang mata teduh yang menua. Gurat wajah yang mulai meredup. Pandanganya yang kian berubah.
Bisa bisanya dia bersikap seolah olah tidak pernah ada yang terjadi diantara mereka.

Kenapa baru sekarang ?

Ralat.


Kenapa harus sekarang ?


















Rasanya irisan yang kemarin sudah tertutup sedemikian rupa. Terbuka kembali, merekah dan berdarah darah. Semua memori menyakitkan di otaknya terputar kembali. Ikhlas yang kemarin di usahakan berkilat balik menjadi dendam lama.

Lara menyadari dirinya telah tumbuh persis menjadi yang dia inginkan. Bersama dengan sakit yang dia berikan.




















Halo temen temen, jadi work kali ini agak berbeda dari genre sebelumnya. Karena ini aku kerjakan untuk ujian praktik sastra Indonesia. Selamat menikmati.

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang