Chapter 22

2.1K 137 1
                                    

Hari ini restoran cukup ramai karena dua acara besar dari pelanggan, acara ulang tahun seorang pelanggan dan perayaan sebuah perusahaan. Dan kedua acara ini diadakan bersamaan pada saat makan siang. Untungnya restoran Juju memiliki ruangan yang cukup luas dan bertingkat sehingga dia bisa membagi dua acara ini diruangan yang terpisah. Tidak sia-sia dirinya telah memutuskan untuk mengambil gedung bertingkat ini. Sejak awal dia melihat gedung bertingkat ini, dirinya sudah membayangkan akan seperti apa restorannya nanti. Tentu saja bisnis ini bukan sesuatu yang dimulai dengan modal sedikit. Dan dia merasa beryukur atas kepercayaan emak yang diberikan kepadanya. Dia sendiri tidak menyangka dengan pengakuan emak yang memiliki warisan dan mau menjualnya demi bisnisnya.

Beruntungnya lagi hari ini Gareth datang dan membantu chef didapur. Bakat masak Gareth yang ternyata setara dengan chef restoran bintang lima membuat semua orang takjub. Siapa yang sangka pria tampan ini tartarik dengan dunia dapur dan memiliki latar belakang sekolah masak dari beberapa negara. Pengalaman mencicipi masakan lelaki tidak pernah ia lupakan. Pengalaman itu pulalah yang mendorongnya untuk menekuni dunia masakan lalu membuka restoran.

Awal pertama kali dikelas masak Juju merasa frustasi karena banyak yang hal yang dia tak ketahui. Untungnya sang guru sabar dan memahami ketrampilan nol Juju di dunia dapur. Mayoritas orang yang mengikuti kelas masak sudah memiliki keterampilan dan berbakat namun Juju memberanikan diri untuk belajar dan berbaur dengan orang-orang ini. Meskipun satu atau dua orang sering memandangnya sinis karena ketidaktahuannya dengan bahan masakan, ia tidak mempedulikannya sama sekali. 

Ketika sang guru bertanya ke Juju: "Apa yang memotivasi kamu untuk ikut kelas ini, selain hanya ingin bisa masak sesuatu?" 

Juju diam sesaat. Hanya satu orang yang ada dipikirannya saat itu. "Saya merasa malu seorang cowok lebih tahu bumbu masakan daripada saya." Dan spontan seluruh kelas tertawa.

Ketika mengingat masa itu lagi, masa dimana dia baru belajar memasak lalu memutuskan untuk membuka restoran dan studio yoga. Masa dirinya jatuh bangun, baik fisik, mental dan finansial. Justru saat-saat itu Juju mendapatkan kekuatan untuk memulai. Dan seharusnya dia berterimakasih kepada lelaki yang bernama Gareth bukan malah memakinya dalam hati.

Juju meregangkan tubuhnya berdiri lalu tubuhnya menungging dengan kepalanya yang hampir menyentuh lantai. 

Tiba-tiba Gareth menerobos masuk keruangan "Wow. Kamu fleksibel juga ya Ju." 

Juju terkejut dan dengan gerakan cepat dia berusaha keposisi verdirai namun tubuhnya kehilangan keseimbangan lalu jatuh ke lantai. Melihat insiden itu Gareth serta merta lari ke arah Juju. Lelaki itu membantunya berdiri. "Kamu nggak papa?"

Juju sedikit malu sekaligus kesal dengan kedatangan lelaki itu yang tiba-tiba. Dia menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa."

"Sorry." 

Juju kembali berjalan menuju meja kerjanya dan gadis itu baru menyadari kalau lelaki itu masih memakai apron dan membawa sebuah nampan berisi makanan, diapun merasa bersalah.

"Thank you udah bantuin didapur." 

"No worries." Gareth tersenyum lalu meletakkan nampan dimeja.

"Lapar?" Tanya Gareth. Juju tersenyum dan mengangguk.

* * *

Gareth menoleh ke gadis yang sedang duduk disamping mobilnya lalu dengan ragu dan hati-hati lelaki itu berkata dengan suara pelan. "Ju, besok aku balik ke Amerika." 

Gadis itu terkejut dan menoleh ke arahnya, ia berusaha menyembunyikannya tetapi lelaki itu terlalu pintar untuk tak tahu perubahan diraut diwajahnya, meskipun itu sangat samar. Gareth menoleh ke gadis itu lagi, tak ada satu katapun keluar darinya. Diapun tak bersuara. 

KOPI HITAM JUJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang