8C

5 1 0
                                    

10.13

Gelembung besar muncul di permukaan air, seolah ada sesuatu yang bergerak di bawah sana. Nikki mengamatinya dengan kedua alis ditautkan. Parahu yang ditumpanginya telah bergerak raturan meter jauhnya dari bantaran. Sementara itu ia tidak kunjung menemukan perahu yang ditumpangi Dean. Semakin lama perahunya bergerak, semakin jauh jarak yang memisahkan mereka.

Di hadapannya, gadis berkulit hitam itu terus menggerakan kayuhnya membelah permukaan air. Tatapannya yang tampak kosong, terarah lurus ke permukaan airnya yang keruh. Begitu Nikki mencondongkan tubuhnya untuk menatap ke kejauhan, gadis itu menjulurkan tangan, berusaha menghentikannya dengan mengatakan sesuatu dalam bahasa yang tidak dapat dipahami Nikki.

"Kemana mereka?" tanya Nikki sembari menyusuri tatapannya ke setiap sudut danau, berharap ia akan menemukan perahu yang ditumpangi Dean dan Irine. Namun, seisi danau sepenuhnya kosong. Kabut tipis menyelimuti permukaannya. Dahan pohon ek-nya yang menggantung rendah melambai di kejauhan. Nikki merasakan embusan angin yang bergerak pelan melewati wajahnya. Tiba-tiba semua suara yang menggantung disana hilang dalam sekejap. Yang tersisa hanyalah keheningan yang memekakan dan suara genangan air yang diseret oleh kayuh sepanjang dua meter.

"Berhenti!" ujar Nikki saat kegelisahannya kian memuncak. Nintiar kini menatapnya, tapi tidak menunjukkan reaksi apa-apa. "Berhenti!" Nikki mengulangi dengan keras, kemudian bergerak di atas dek dan memberi isyarat agar gadis itu berputar kembali ke tempat semula.

"Berputar!" ujar Nikki sembari menggerakan kedua tangannya sebagai isyarat. "Tolong, berputar! Kita tunggu mereka."

Nintiar berusaha mengatakan sesuatu dalam bahasa yang tidak dipahami Nikki sehingga Nikki terus mengernyitkan dahinya saat gadis itu berbicara.

"Aku tidak mengerti."

Gadis itu menggerakan satu tangannya, mengayunkannya di udara, seolah-olah ia hendak mengilustrasikan sesuatu, hanya saja Nikki tidak berhasil menangkap maksudnya. Pada saat itu juga, Nikki melihat sebuah kalung yang menggantung di leher Nintiar memperlihatkan gambaran simbol kematian yang dikenalinya.

Jantung Nikki berdegup kencang. Ia sudah bersiap untuk bangkit dari tempat duduknya untuk merebut kayuh itu sebelum gadis itu berdiri menjulang di atasnya lebih dulu. Wajahnya dibanjiri oleh terik matahari, kedua matanya yang terbuka lebar terus mengamati Nikki. Untuk kali pertama Nikki merasa gentar pada gadis itu. Ia mungkin masih cukup muda, namun kemampuannya jelas melebihi usianya. Jauh sebelum Nikki dapat mengantisipasi apa yang hendak diniatkannya, Nintiar lebih dulu mengangkat kayunya tinggi-tinggi kemudian menggunakan kayuh itu untuk memukul kepala Nikki dengan keras.

Rasa sakit yang berdeyut-deyut muncul dengan cepat begitu kepalanya membentur lantai dek. Telinganya berdengung, pandangannya kabur. Sementara itu cairan merah keluar dari belakang kepalanya. Nikki meraba luka di belakang kepalanya itu kemudian melihat cairan merah sudah memenuhi jari-jarinya. Kedua matanya yang terasa perih mulai berair, kemudian suara terakhir yang didengarnya adalah degungan samar riak air di permukaan danau.

§

03.40

Dean terbangun dengan perasaan kalut yang tak keruan. Sementara itu rasa sakit akibat bekas pukulan di belakang kepalanya masih terasa berdenyut-denyut. Perlahan-lahan, seisi ruangan yang sebelumnya tampak kabur mulai terlihat jelas: dinding berwarna merah gelap mengelilinginya. Bekas-bekas lilin yang sudah padam dibiarkan meleleh di atas meja kayu. Ruangan itu dipenuhi oleh kaca bening berisikan cairan biru gelap. Langit-langitnya terbuat dari besi setebal setengah senti. Tidak ada jendela dan pintunya juga ditutup rapat. Sangat panas di dalam sana.

Dean hendak berteriak meminta pertolongan, barangkali ada seseorang yang akan mendengarnya. Namun sekujur tubuhnya mati rasa. Jangankan berbicara, menggerakkan bibirnya saja sangat sulit. Rasanya seperti tubuhnya direkatkan oleh lem yang begitu kuat, ia tidak bisa menggerakkan apapun kecuali bola matanya. Dari tempatnya di atas kasur yang terasa keras, Dean melihat sebuah selang yang mengalirkan cairan putih bening yang di suntikkan ke dalam tubuhnya. Sementara satu selang yang dihubungkan ke lengannya yang lain terus menyedot darah dari tubuhnya. Dean menyaksikan dengan jelas, saat cairan merah gelap itu jatuh di atas tabung plastik kecil berwarna putih bening, perlahan-lahan menyedot energinya yang masih tersisa.

FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang