06.30
Tubuh Nikki diseret di atas lantai yang basah, kemudian dudukkan di atas kursi. Tangan dan kakinya diikat, sedangkan mulutnya disumpal oleh kain. Seseorang menumpahkan air di atas kepalanya. Begitu butir-butir air dingin itu menyentuh kulit wajahnya, Nikki tersentak bangun. Wajahnya memerah. Nikki belum sepenuhnya pulih saat air dingin itu kembali menghunjam kepalanya. Sekujur tubuhnya sudah basah kuyup. Pandangannya yang kabur mulai terlihat jelas. Nikki pikir ia berada di dalam ruangan, setidaknya itu yang dirasakannya ketika seseorang menyeretnya di atas lantai. Namun, ia bukannya berada di ruangan sempit yang kotor melainkan lapangan terbuka yang dikelilingi oleh orang-orang berkulit hitam. Masing-masing dari orang itu menatapnya. Tapi lebih dari itu, mereka seakan hadir disana untuk menyaksikannya. Yang tidak kalah mengejutkan, Nintiar berdiri di antara barisan orang-orang pribumi itu. Semuanya membisu, diam seakan sedang menunggu.
Tiga orang wanita dalam barisan terdepan mengecat wajahnya dengan tinta putih dan mengalungkan sebuah debuh besar di lehernya. Di barisan lain, para wanita yang membawa senjata berupa busur dan anak panah berdiri tegap seperti prajurit. Masing-masing dari mereka menggunakan kalung serupa yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Belasan penduduk pribumi yang lebih tua membungkuk dengan seekor atau dua ekor kera yang bergelayutan di pundak mereka. Setidaknya ada puluhan kera disana, dan masing-masing dari kera itu sudah dilatih untuk diam dan menunggu perintah dari tuannya.
Nikki merasa gentar saat mendapati ratusan pasang mata itu terus menatapnya. Sampai untuk kali ketiga, air dingin mengguyur kepalanya, Nikki tersentak di atas kursi dan menatap sepasang mata putih sosok wanita tua, dengan kulit bergelambir dan rambut perak yang diikat ke belakang. Wanita itu sedang berdiri menjulang di hadapannya sembari menyebarkan bunga-bunga kering di atas kepalanya. Bibirnya bergerak-gerak melantunkan doa, kemudian kedua lengannya terangkat di udara dan wanita tua itu mulai menyerukan sesuatu dengan keras. Seruannya menggema ke seluruh sudut lapangan, kemudian seruan itu disambut oleh seruan yang sama dari ratusan orang yang berdiri disana. Para kera ikut menyambut seruannya dan seketika keheningan pecah oleh suara berisik yang menggantung di udara.
Nikki mengamati mereka dengan ngeri. Wanita tua yang buta itu kemudian mendekatinya selangkah. Ia mengangkat sesuatu di tangannya, sebuah alat tajam yang mirip pisau, kemudian meraba kepala Nikki menggunakan satu tangannya yang lain.
"Tidak! Tidak, kumohon.. kumohon jangan!"
Kedua mata Nikki sudah berair. Ia menatap ke sekelilingnya memohon bantuan, tapi tidak satupun dari orang-orang itu yang berani melangkah mendekat. Masing-masing dari mereka hanya diam dan menatap.
"Kumohon, jangan!"
Tangan wanita itu menarik rambutnya dengan kasar, menyentak kepala Nikki ke belakang, kemudian tanpa aba-aba memangkas rambutnya secara asal.
Nikki memejamkan mata saat menahan rasa sakit. Kedua bahunya berguncang hebat dan air matanya mengalir deras. Tapi usaha apapun yang dilakukannya tidak akan menghentikan wanita itu. Dan ia hanya duduk diam menyaksikan dalam pandangannya yang mulai kabur, saat rambut pirangnya jatuh secara bergiliran di atas kakinya yang telanjang. Begitu rambut terakhir yang dipotong dijatuhkan, semua orang mulai menyorakkan sesuatu dengan keras. Iringan musik disuarakan, kemudian disusul oleh suara puluhan kera yang saling bersahut-sahutan.
Wanita buta yang sama melingkari sebuah kalung di lehernya, kemudian mengangkat tubuhnya bangkit berdiri. Dua orang wanita muda kemudian berjalan mendekat. Yang satu menunduk untuk melepas tali yang mengikat kakinya, sementara satu yang lain berjinjit untuk mengingatkan kain merah yang menutupi kedua matanya. Tiba-tiba semua yang ada di hadapannya hilang dalam sekejap. Nikki hanya mampu mengandalkan indra pendengarannya saja.
Ia merasa ngilu saat sudut tongkat kayu itu memukul-mukul lengannya. Setiap kali ia menghindar, akan ada tongkat lain yang menyodok perut dan tulang punggungnya. Jadi, Nikki berdiri diam dan menuruti mereka. Nafasnya tersengal, tubuhnya yang ngilu masih kesakitan. Sementara itu udara di sekitarnya kian menipis saat ia merasakan orang-orang itu bergerak mendekat. Mereka menggiringnya menuju sebuah tempat sembari memainkan musik yang begitu kencang sampai hampir memecah gendang telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)
Mystery / ThrillerDemi melupakan masalah pernikahannya yang kandas bersama Nikki, Dean Hodges pergi ke desa terpencil di kawasan pegunungan untuk menggelar pesta pertunangannya dengan Bree, wanita yang dikenalnya selama kurang dari dua bulan. Tapi sejak hari pertama...