4

1.4K 150 5
                                    

"Haechan" dia memanggil namaku seakan aku tidak nyata. Senyum terpaksa nya tersungging kaku di sudut bibirnya sementara aku hanya diam seperti patung tanpa berniat pergi.

Bodoh. Seharusnya aku pergi saja bukan menunggu perempuan ini bicara. Sungguh aku muak melihat dan mendengar kepura-puraan nya.

"Bagaimana kabarmu, haechan?" Tanya nya lagi sangat basa-basi.

"Baik"jawabku singkat, "aku duluan" lanjut ku berlalu darinya.

"Tunggu, haechan. Aku minta sedikit waktu, bisakah kita bicara?" Renita menahan ku. Kening ku mengerut tidak menyukai caranya memandang ku.

Katakan tidak ada waktu untuknya dan tidak ada yg harus di bicarakan.
Tapi, aku malah mengabaikan peringatan dalam hatiku.

Aku mengangguk mengikutinya yg memasuki sebuah cafe. Kami duduk berhadapan tanpa ada yg buku suara sampai di pelayan cafe membawakan dua gelas minuman, menaruh nya di meja yg di pesan Renita.

"Minumlah dulu" ujar Renita mengaduk kopi di gelarnya. Aku bergeming tidak berniat menyentuh kopi ku sama sekali.

"Sebenarnya apa yg ingin kamu bicarakan?" Aku buka suara membuat Renita terdiam. Bisa ku dengar Renita menghela nafas sebelum mulai bicara.

"Aku akan menikah dengan mantan suami mu"

"Lalu?"

"Lalu, aku tahu kalian baru bercerai.
Aku tidak ingin kamu menganggap aku penyebab perceraian mu dengan Mark"

"Aku sama sekali tidak peduli" sahutku membuat wajah Renita pucat pasi.

"Sekalipun itu benar, aku sungguh tidak peduli" tekan ku.

"Benarkah?" Senyum Renita nampak sinis.

"Kamu terlalu sombong, haechan. Wajar Mark menceraikan mu dan memilih ku karena kamu tidak sepadan untuk berdampingan dengan nya"

"Lalu kamu merasa sepadan dengan Mark? Apa kamu merasa menang kini akan menikahi mark? Maka selamat atas kemenangan mu" aku berdiri menggeser kursi dengan keras, beranjak tanpa pamit dari Renita yg terdiam seribu bahasa.

Aku keluar dari cafe bertepatan hujan turun dengan deras nya.

Tidak peduli dengan hujan yg menimpa ,aku terus melangkah mengendalikan rasa amarah dan kesedihan ku.

Munafik, aku tahu Renita mengatakan kebohongan. Berupaya mencuci tangan dari sebuah penghianatan.

Nyatanya sahabat itu tidak lebih dari seekor ular berbisa yg menebar racun mematikan.

Langkahku tersandung hingga aku terjerembab ke tanah yg basah.
Aku menangis menatap luka di lutut ku, bukan rasa perih karena luka itu, namun lebih ke hatiku yg hancur berkeping-keping.

Aku membenci mereka ,terutama mark yg telah menarikku ke dalam kegelapan abadi. Lelaki itu tidak benar-benar melepaskan ku sebab terbukti dua Minggu lalu ia datang dan memperkosa ku.

Bajingan.

Umpatan laknat merongrong hebat di hatiku. Aku terus menangis tidak peduli akan sekitar ku sampai sebuah payung melindungi ku dari terpaan air hujan.

Aku mendongak, tepat manik mataku berpusat ke manik mata lembut seorang lelaki.

Pak jeno, kenapa kini bisa berdiri di tengah hujan memegang payung nya sekedar melindungi ku.

TBC

Love Talk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang