6

1.4K 136 1
                                    

Suara ketukan dari luar menyentakkan yg menoleh ke arah dapur pintu.

"Kamu sudah selesai? Nanti bergabunglah di meja makan" panggil pak Jeno lalu terdengar derap langkah nya dari kamar mandi.

Aku membuka pintu kamar mandi dan melangkah menuju meja makan,
Kulihat pak jeno tengah sibuk menata makanan di atas meja.

"Maaf, pakaian basahku....di mana aku harus mengeringkan nya, pak?"

"Gantung di samping kamar mandi, nanti juga kering" sahut pak Jeno.

Aku menoleh dan melangkah ke arah samping kamar mandi. Di sana terdapat hanger yg ku gunakan untuk menggantung pakaian basahku. Setelah nya aku menemui lelaki itu lagi.

"Duduklah dan makan" pak Jeno yg sudah duduk di kursi.

Menaruh malu aku duduk di seberangnya. Pak jeno sangat antusias memintaku makan yg sangat banyak.

Semua makanan ini ternyata dia sendiri yg masak. Aku sampai tidak percaya seorang laki Jeno pemilik kedai kopi mau berkutat di dapur.

"Apa rasanya tidak enak?" Tanya nya hampir membuatku tersedak menelan makanan yg sudah di dalam mulut ku. Aku menyambar minuman di samping ku, meneguknya hingga tandas.

"Pelan-pelan makan nya" kata pak jeno memperingati.

"Makanan ini sungguh enak, pak. Maaf" kataku hampir berbisik.

Ku lihat pak jeno tersenyum menatap lekat wajah ku. Entah apa yg lelaki itu pikirkan, sungguh aku tidak bisa membaca nya.

Usai makan bersama, aku hanya duduk di sofa berharap hujan akan berhenti turun, namun harapan itu percuma, nyatanya hujan lebat masih saja mengguyur tanah bumi.

Aku melirik ke samping sofa, di sana pak jeno tengah duduk sambil membaca buku.

Tidak ada kata yg terucap untuk mencairkan suasana kecanggungan ini. Kak Jeno menjadi pendiam tidak seperti biasanya, mungkin karena aku yg terlalu dingin merespon setiap lelaki itu bicara.

Aku mendengus. Merapatkan kakiku,
Tertunduk dengan rasa bersalah di hatiku karena telah merepotkan lelaki itu, bos kedai kopi tempat ku bekerja.

"Maafkan aku karena telah merepotkan bapak" ujar ku memulai bicara. Pak jeno menjatuhkan buku ke pangkuannya menatapku lekat.

"Apa kamu bisa jujur?"

"Hah?" Mataku mengerjab heran dengan arah pembicaraan pak jeno.

"Jujur" ulang Jeno.

"Tentang apa?"

"Hidup mu, aku yakin kamu menangis di tengah hujan berbadai bukan karena lutut mu terluka, tapi ada hal lain yg mengusik mu"

Aku terdiam dan tertunduk, air mata memenuhi kelopak mataku ,kedua tangan ku meremas pinggiran sofa yg ku duduki. Aku tidak menyadari pak jeno ternyata mendekatiku, tangan kokoh nya kini di atas tangan ku, Menggenggam nya erat seakan menguatkan ku.

"Tidakkah kamu berkenan membagi ceritamu padamu? Sungguh aku dengan senang hati akan mendengarkan nya, rela menerima bagian dari lukaku" katanya serak menggetarkan hatiku.

Apakah ini mimpi? Seorang lelaki terlalu mengucapkan kalimat yg sangat menyentuh hatiku terdalam yg sudah begitu lama kutunggu, bahkan di saat aku sudah menyerah.

Aku menggeleng pelan. Ini pasti salah.
Bukan Pak jeno, tapi mark mantan suami ku yg aku harapkan berbicara sedemikian manis, mengeratkan genggaman nya dari luka hatiku, tapi harapan ku itu hanya semu dan kini malah lelaki lain yg sedemikian rupa bersikukuh untuk aku bersandar ke pundak nya.

"Tidak saat ini, mungkin di saat nanti kamu mau terbuka" ucap pak jeno lagi membuatku tidak kuasa dan meluruhkan tangisan.

Tanpa ada kata yg mampu ku keluarkan dari lidah yg teramat kelu, hanya tangisan menyayat hati yg aku tumpahkan.

Pak jeno merengkuh tubuh ringkihku.
Memeluk ku dengan kesabaran.
Di belai nya rambutku dengan kehati-hatian sembari berbisik.

"Haechan, kamu wanita yg kuat"

TBC 

Love Talk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang