05.11
Nikki mendengar sesuatu yang bergerak dari depan pintu. Tiba-tiba saja punggungnya menegang dengan kaku. Ruangan itu masih gelap meskipun langit fajar telah mengintip melalui celah ventilasinya yang kecil. Sekujur tubuhnya terasa sakit akibat duduk di dalam kurungan anjing selama berjam-jam. Tangan dan kakinya memerah, kulitnya nyaris membeku kedinginan sementara bau cairan busuk bekas hewan yang pernah dikurung disana tersebar di setiap sudut kandang.
Tak jauh di seberang ruangan, persis di dalam kandang hitam lain dengan ukuran yang sama, petugas Doyle sedang bersandar di jeruji besi sembari berusaha keras memejamkan mata. Pria itu tampak sakit dan kelelahan. Nikki juga merasakan hal yang sama. Perutnya terasa perih karena kelaparan sementara itu mulutnya yang kering mengalami dehidrasi. Itu adalah dehidrasi terparah yang pernah dialaminya. Kepalanya mulai terasa berdenyut-denyut tak keruan, jari-jarinya bergetar hebat. Nikki menekuk punggung dan memeluk lutunya dengan ngilu. Nafasnya berembus tak beraturan. Namun orang-orang itu tak kenal belas kasihan bahkan hanya untuk meninggalkan sedikit makanan atau air yang tersisa. Akhirnya ia terjaga sepanjang malam dengan perut kelaparan.
Sampai tiba-tiba Nikki melihat siluet hitam dari celah ventilasi udara itu. Kemudian ia tahu kalau seseorang sedang bergerak mendekat. Langkahnya pelan dan hati-hati. Orang ini membawa sebuah rantai dan serangkaian kunci. Nikki tahu hanya dengan mengenali suara deraknya yang familier. Nikki menunggu sampai orang itu tiba di depan pintu. Perlahan-lahan, pintu besi digeser terbuka dan udara dari luar sana langsung menyerbu masuk dalam ruangan itu. Seseorang yang muncul di depan pintu bukanlah Dean, atau Bree dan keluarganya, melainkan Nintiar: gadis yang mencelakai Nikki di danau dan menuntunnya di hutan. Gadis itu nyaris saja terbunuh oleh tembakan Kate, kecuali karena Nintiar cukup pintar untuk segera berlari menghindari tembakan.
Sekarang ketika melihat wajah Nintiar kembali, Nikki diberondong oleh sejumlah perasaan tidak nyaman yang membuatnya menegakkan punggung dengan gelisah. Satu tangannya mencengkram jeruji itu dengan keras seolah ia sedang mempersiapkan diri. Sementara satu tangan yang lain merogoh ke balik sakunya, bersiap untuk mengeluarkan semprotan merica dari dalam sana.
Di seberang, petugas Doyle ikut terjaga. Laki-laki itu kebingungan saat menatap gadis kurus dengan pakaian dan tampilan yang kumal berdiri di tengah ruangan. Satu lengannya langsung terjulur ke belakang punggung. Nikki tahu persis apa yang hendak dilakukan laki-laki itu. Tapi sepertinya, petugas Doyle lupa kalau orang-orang itu sudah menyita senjatanya karena tiba-tiba saja wajahnya merengut masam begitu menyadari pistol berkaliber yang ia bawa sudah tidak ada di dalam sarungnya.
"Apa maumu?" tanya petugas Doyle seraya mendekati jeruji.
Setelah menggeser pintu hingga tertutup, Nintiar meletakkan satu jarinya di atas bibir kemudian melangkah maju sampai di depan segaris sinar dari lubang ventilasi yang merambat jatuh di atas lantai semennya yang dingin. Kini Nikki dapat melihat wajahnya lebih jelas. Serangkaian kunci mengayun di satu tangannya. Kemudian gadis itu mengatakan sesuatu dengan pelan.
"Aku akan membawa kalian keluar dari sini."
Gadis itu bisa berbicara dalam bahasanya. Entah bagaimana Nikki tidak terkejut lagi. Sejak awal ia sudah tahu kalau Nintiar memahami setiap ucapannya. Jika tidak bagaimana mungkin gadis itu bisa selamat sampai sejauh ini.
"Tidak!" ucap Nikki dengan tegas. "Aku tidak memercayaimu lagi."
"Dean yang memintaku."
Nikki dan petugas Doyle saling bertukar pandang. Awalnya Nikki hendak membantah, tapi petugas Doyle berusaha meyakinkannya dengan tatapan bahwa mengikuti gadis itu adalah pilihan yang lebih baik dari pada diam di dalam sel jeruji yang dingin dan menerka-nerka bagaimana nasib mereka akan berakhir.
"Dean yang memintaku," ulang Nintiar.
"Kemana kau ingin membawa kami?" tanya petugas Doyle dengan suara datar.
"Ada pondok bekas peninggalan keluarga Moses. Disana kalian aman."
"Apa ada telepon yang bisa kami gunakan untuk menghubungi seseorang disana? Kendaraan? Atau apapun?"
"Mereka punya satelit."
"Bagaimana kau tahu tentang pondok itu?" pertanyaan itu menyembur keluar dari mulut Nikki begitu saja. "Aku tidak pernah melihat ada pondok lain disini."
"Letaknya di bawah bukit. Di dekat danau."
"Danau itu?"
"Tidak, ini danau yang berbeda. Mereka menyebutnya danau kering. Tempat itu sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun, tidak ada yang menetap disana. Kalian akan aman."
Petugas Doyle telah mengangguk untuk menyetujuinya, tapi Nikki terus bersikap skeptis. Tidak mudah bagi Nikki untuk memercayai gadis itu, terutama setelah apa yang telah dilakukannya.
"Kenapa kau mau membantu kami?" tanya Nikki kemudian.
Nintiar tidak menjawab, tapi ekpresinya menyatakan ketulusan yang tegas sehingga ketika gadis itu mendekat untuk membuka pintu jeruji yang mengurung mereka, Nikki tidak banyak bertanya lagi.
Setelah bebas, rasanya sulit untuk berdiri tegak tanpa berpegangan pada sesuatu. Nikki menekuk tubuhnya selama berada di dalam kandang besi berbau busuk itu, sekujur tubuhnya sudah mati rasa, dan sekarang dia harus berjalan keluar tanpa alas kaki untuk menyusuri hutan. Telapak kakinya terasa perih, punggung dan lengannya kaku, tapi jika ia tidak terus bergerak, harapan untuk keluar akan semakin kecil.
"Tunggu, bagaimana dengan Dean?" tanya Nikki ketika Nintiar membawa mereka keluar dari gudang gelap itu menuju jalur setapak yang mengarah ke hutan.
"Dia akan menyusulmu, tapi pertama-tama aku perlu memastikan kalian sampai di kabin dengan aman."
"Bagaimana jika ada orang-orang di dalam sana yang mengincar kami? Mereka nyaris membunuh kami kemarin."
"Tidak, aku memilih jalur yang aman."
Nikki kembali bertukar pandang dengan petugas Doyle, merasa ragu-ragu tapi tetap mengikuti gadis itu. Ia terus berlari menyusuri jalur setapak di hutan, sepenuhnya memercayai gadis belasan tahun untuk menuntunnya ke sebuah tempat yang tidak dapat dipastikan keberadaannya. Sementara itu kulitnya terasa panas dan terbakar, udara di dalam sana mencekik. Bau busuk urine hewan menempel di tubuhnya. Nikki tercium seperti sampah. Cairan empedu naik ke atas tenggorokannya, Nikki muntah seketika itu juga.
"Kau baik-baik saja?" tanya petugas Doyle.
"Aku lapar sekali."
Nintiar langsung merogoh tas coklat kecil yang dikalunginya seolah sedang mencari sesuatu. Kemudian gadis itu mengeluarkan sisa potongan roti dari dalam kain coklat yang membungkusnya dan menyerahkannya pada Nikki tanpa berbicara. Nikki menatapnya sejenak, kemudian dengan ragu-ragu ia menerima pemberian itu. Dilahapnya sisa roti itu dengan rakus, dan setelah cukup siap ia melanjutkan perjalanan hingga langit fajar mulai merangkak pergi dan cahaya matahari sudah sepenuhnya naik di atas kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)
Misterio / SuspensoDemi melupakan masalah pernikahannya yang kandas bersama Nikki, Dean Hodges pergi ke desa terpencil di kawasan pegunungan untuk menggelar pesta pertunangannya dengan Bree, wanita yang dikenalnya selama kurang dari dua bulan. Tapi sejak hari pertama...