10D

9 1 0
                                    

11.20

Dean menatap nyala api di kejauhan dengan sepasang mata berair. Disana, orang-orang dengan pakaian serba putih telah membentuk lingkaran. Masing-masing dari mereka memakai kalung yang terbuat dari tulang-tulangan di leher mereka. Rambut mereka digerai, sedangkan telinga mereka dipasangi anting dari serat-serat daun. Para wanita berkulit putih itu sedang menatapnya. Mereka menggenggam sebuah buku kecil mirip sebuah kitab di satu tangan mereka. Di tengah-tengah lingkaran, sang pengantin wanita sudah menunggu, siap untuk membuat pengorbanan.

Dean menatap ke sekelilingnya dan menyaksikan segala sesuatunya disana mulai berputar. Ia digiring ke sebuah ruangan tertutup di bawah tanah mirip aula besar. Lantai dan dindingnya dilapisi oleh semen. Di tengah-tengahnya terdapat gundukan batu dan kayu bakar yang sudah disusun rapi. Api besar yang menyala membakar kayu-kayu itu dan menyebarkan hawa panas ke setiap sudut ruangan. Tujuh lingkaran yang melambangkan tujuh keluarga berkulit putih dibentuk menggunakan kayu dan sulur-sulur tanaman. Para keluarga berdiri di lingkaran mereka masing-masing, sedangkan para tetua dan wanita yang telah melakukan pengorbanan dizinkan untuk mengelilingi api dari dekat untuk menyaksikan upacara pengorbanan itu.

Dean yang sedari tadi dipisahkan dari Kate akhirnya menemukan wanita itu sedang meronta-ronta di sudut ruangan. Mulutnya disumpal oleh kain tebal dan dua orang pelayan berkulit hitam memegangi lengannya yang terikat dengan kuat. Kate berusaha meneriakan sesuatu ke arah Dean, namun teriakkannya hanya teredam oleh kain yang menyumpal mulutnya.

Awalnya Dean masih tidak sadar kalau orang-orang itu sedang menggiringnya menuju tangga kecil yang mengarahkannya ke papan kayu yang dikelilingi api, tapi kemudian semakin dekat ia melangkah, pandangannya yang kabur mulai semakin jelas. Tapi Dean sudah pasrah. Ia tidak memberontak kala panas api kian terasa. Kemudian Dean dihentikan di depan tangga. Seseorang yang bergerak menghampirinya adalah Janet. Wanita itu melingkarkan sebuah kain putih ke bahunya. Dean hanya menatapnya dengan kosong, bahkan ketika Janet mengatakan sesuatu padanya, Dean tidak memerhatikan. Pusat perhatiannya sepenuhnya tertuju pada kain berisi tulang-tulang manusia yang berserakan di dekat api – bagian dari Nikki yang masih tersisa. Jantungnya kembali mencelos. Dean nyaris hilang kesadaran, ia sudah sepenuhnya pasrah tentang apa yang akan terjadi padanya nanti.

Kate sebaliknya. Wanita itu terus memberontak dan berteriak dengan keras. Kate seakan hendak mengatakan pada Dean untuk melawan. Kate mungkin hanya tidak paham, Dean sudah benar-benar kelelahan sampai masuk ke dalam api dan membiarkan tubuhnya terbakar hidup-hidup bisa saja menjadi sebuah pilihan.

Ketika seluruh orang yang ada di dalam ruangan itu sudah berdiri diam di tempat mereka dan siap untuk menjalankan ritual pengorbanan, keheningan yang terasa mencekik mulai menjalar. Ruangan sepenuhnya gelap tanpa ventilasi. Satu-satunya sumber cahaya berasal dari lilin-lilin yang dinyalakan di setiap sudut ruangan. Dinding-dinding semen yang tinggi menghalau mereka dari pemandangan langsung ke luar sana. Tempat itu seperti sebuah kurungan bawah tanah dimana suara-suara dari luar tidak dapat terdengar dan satu-satunya pintu masuk terletak di ujung tangga.

Seorang wanita baru saja menyulutkan api pada gundukan kayu bakar. Api yang hampir padam kini kembali menyala besar. Suara desisannya terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Seorang wanita tua kemudian berjalan mendekati Dean untuk menyebarkan cairan hitam ke sekujur pakaiannya. Cairan itu berbau tajam. Seperti perpaduan bau darah dan belerang. Wanita itu kemudian mengelilinginya sembari mengucapkan sesuatu dengan pelan. Dean tidak bisa mendengarnya dengan jelas setidaknya sampai wanita itu naik ke atas mimbar dan mengucapkan sesuatu dengan suara keras. Hanya saja baik Dean maupun Kate tidak bisa menangkap maksud dari apa yang diucapkannya.

Tujuh keluarga yang datang kemudian ikut bersorak. Mereka mengucapkan sesuatu untuk menanggapi wanita tua itu. Tiba ketika si pengantin wanita diminta untuk naik ke atas mimbar, saat itu juga seseorang muncul di tengah ruangan. Wanita berkulit hitam yang tampak asing itu adalah penjaga pintu. Wajahnya memerah, ia tampak marah. Namun, ia tidak datang sendirian. Ia membawa tawanannya yang digiring ke tengah-tengah ruangan dengan tangan terikat.

FORBIDDEN PLACE (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang