1. The Rebels

4.3K 335 16
                                    

Kamp masih sangat ramai dengan suara tangis anak-anak. Beberapa dari mereka terluka. Beberapa lagi kehilangan orangtuanya. Para prajurit berlalu lalang di antara tenda-tenda bantuan tersebut, begitu pula dengan tenaga medis.

Zenith yang baru saja sampai turun dari kudanya. Ia menatap sekelilingnya satu per satu. Menghela napas pada apa yang baru saja terjadi.

Penyerangan terjadi dari sebuah organisasi tak diketahui. Dan gilanya, tak ada tuntutan atau apapun. Kumpulan orang ini hanya membakar desa sembarang lalu pergi.

Seorang prajurit yang sepertinya komandan terlihat berjalan sambil tergopoh-gopoh ke arah Zenith yang melakukan kunjungan. Ia memberi hormat pada ratu Edessa yang sudah memimpin nyaris satu dekade tersebut.

"Berapa banyak korban yang terluka, Xander?" tanya Zenith menarik napas berat.

"53 orang meninggal dan 60 orang terluka parah, Yang Mulia. Beberapa anak kehilangan orangtuanya dan beberapa orangtua kehilangan anaknya," lapor Xander.

Zenith lagi-lagi menarik napas. Rasanya, ia benar-benar bisa gila. Ia ingin sekali turun bertarung, tetapi semua menentangnya. Status sebagai ratu ini seperti menjebaknya. Ia ingin memaki Lucius, adiknya. Orang yang seharusnya menjadi raja. Juga mengutuk dirinya sendiri karena terlalu bodoh untuk mau menerima begitu saja.

Kaki Zenith berjalan ke arah tenda tempat anak-anak. Banyak dari mereka yang menangis atau meraung-raung. Dan mendengarnya membuat hati sang ratu berat. Mereka akan dikirim ke beberapa panti asuhan dan penampungan. Kehilangan orangtua, benar-benar menyedihkan.\

Zenith berkeliling. Secara tiba-tiba, matanya tertumbuk pada seorang anak perempuan yang seorang diri. Rambutnya berwarna hitam legam dan sangat pendek. Tak seperti gadis lain yang panjang.

Anak itu tak menangis bersama teman-temannya. Ia duduk di atas batu. Diam dan terlihat linglung.

Mata Zenith memicing. Ia merasa anak itu janggal.

"Siapa dia?" tanya Zenith pada salah satu prajurit di sana.

Prajurit itu menengok ke arah anak tersebut. "Ah, dia... Aria. Anak dari adipati Luke."

"Adipati Luke..." Zenith terdiam. Adipati Luke adalah orang yang menjadi tuan tanah di Lavon. Dan Zenith dengar, Adipati Luke dan istrinya telah meninggal dalam penyerbuan tersebut.

Dagu prajurit itu mengangguk. "Ia kehilangan orangtuanya bahkan melihat langsung orangtuanya dibakar hidup-hidup, Yang Mulia. Dibanding semua orang yang lain, anak ini mungkin memiliki trauma lebih dalam dari yang lain."

Zenith menarik napas. Ia mengerti. Ia jelas mengerti rasanya.

Ratu itu berjalan menghampiri Aria. Gadis bertubuh kecil itu duduk dalam diam. Matanya menatap kosong.

"Aria, bukan?"

Gadis itu mendongak. Ia tak seperti orang lain yang menunduk. Malah setelah melihat Zenith, ia membuang wajahnya lagi.

"Mengapa kamu sendirian?" Zenith bertanya lagi.

Aria diam. Ia menggeleng. "Aku... aku tidak suka keramaian."

Zenith mengulum senyum. Ia menarik napas panjang. Memerhatikan gadis kecil di sebelahnya itu dengan saksama. Anak ini tidak mengenakan gaun seperti anak-anak adipati pada umumnya. Ia mengenakan celana selutut dan kemeja. Ada beberapa luka di lutut dan kakinya. Luka yang sudah cukup lama dan diakibatkan oleh luka dari latihan berkuda dan bertarung.

"Apa kamu sering berkuda dan berlatih bertarung?" tanya Zenith hati-hati.

Aria mengangguk. "Y-ya, dengan ayah. Katanya, walaupun aku perempuan, aku harus kuat."

ECLIPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang