Tak terasa tiga tahun berlalu semenjak Utari operasi. Kini kondisi kesehatanya membaik dan tubuhnya terlihat segar. Ia aktif di kegiatan keagamaan bersama kedua putrinya. Masa hidup yang ia rasakan seolah tinggal sebentar lagi, ia gunakan untuk menebus semua kesalahan di masa lalu.
Demikian juga dengan Sania. Kedaan dirinya sekarang ini menyadarkan akan hal salah yang ia lakukan. Di sela kesibukan mengurus bisnis agen bus, ia luangkan waktu untuk mengkaji ajaran-ajrana kehidupan yang dulu tidak disentuhnya.
Kesibukan Sofia pun makin banyak menyita waktu dengan makin berkembangnya usaha tur. Kini, ia mempunyai tiga tim marketing yang bisa diandalkan. Walaupun sudah ada tim marketing dirinya masih terjun langsung ke lapangan. Ia berusaha untuk mendampingi tim marketing secara bergilir saat mengenalkan jasa pariwisatanya.
Matahari bertengger di ufuk barat ketika Sofia baru saja keluar dari kantor PT Damai Investama, sebuh perusahaan yang bergerak di bidang investasi property. Langkah kakinya terasa ringan, seulas senyum tersungging di bibirnya. Binar kebahagiaan terpacar dari sorot matanya. Ia berhasil memenangkan tender untuk tur karyawan PT Damai Investama ke Eropa. Walaupun yang berangkat hanya staf direksi berjumlah sepuluh orang, tetapi ini merupakan proyek pertamanya membawa tur ke Eropa.
Disebelahnya seorang lelaki dengan setelan jas dan celana hitam itu berjalan menjajarkan langkah dengan Sofia.
"Jauh, Bu, tempat tinggalnya?" tanya lelaki yang menenteng tas laptop hitam.
"Lumayan Pak sekitar satu jam perjalanan." Sofia menoleh sekilas ke lelaki itu.
"Diantar sopir?"
"Tidak. Saya terbasa sendiri, lebih bebas."
Tak terasa mereka sudahh sampai parkir mobil. Kebetulan mobil mereka bersebelahan.
"Terima kasih, Pak sudah percaya dengan perusahaan kami," ucap Utari sebagai kata perpisahan.
"Sama-sam Bu Sofia." Mereka berjabat tangan.
Sofia segera masuk ke mobil Mobilio merah marun. Ia mulai menstater mobilnya. Berulang kali ia melakukan, tetapi tidak berhasil juga. Kemudian Sofia keluar dari mobil bermaksud memeriksa mesin.
"Kenapa mobilnya, Bu?" tanya lelaki tadi yang belum masuk ke mobilnya.
"Tidak tahu, Pak, tiba-tiba saja tidak bisa distarter."
"Saya bantu periksa, Bu, barangkali akinya."
"Waduh, Pak, jadi merepotkan."
"Tidak apa-apa, Bu," jawabnya sambil membuka kap mobil bagian depan. Ia mulai memeriksa aki mobil.
"Coba, Bu distarter." Sofi masuk kembali ke mobil dan mulai menstarter.
"Sepertinya air akinya kering," ucap laki-laki itu sambil berjalan ke samping mobil.
"Aduh bagaimana ini?" Raut kecemasan terlihat dari muka Sofia, sementara malam mulai datang. Pencahayaan di halaman kantor kini berganti menggunakan lampu taman.
"Saya antar bagaimana Bu, kebetulan searah cuma kalau rumah saya belok ke kiri setelah lampu merah."
"Wah jadi merepotkan." Awalnya Sofia ingin memanggil bengkel mobil terdekat, tetapi mengingat waktu sudah malam mustahil ada bengkel yang masih buka.
"Tidak, Bu. Sementara mobil dititip di sini besok bisa ambil sambil membawa orang dari bengkel mobil." Setelah berpikir sejenak, akhirnya Sofia mengiyakan tawaran lelaki itu.
Sofia masuk kembali ke mobilnya mengambil tas dan mengunci pintu mobil. Ia berjalan ke arah mobil Avanza yang pintunya sudah terbuka.
Lalu lintas yang mereka lalui tidak terlalu ramai. Mereka asyik berbincang berbagai hal. Aryo nama laki-laki itu merupakan single parent karena istrinya meninggal satu tahun setelah melahirkan anak pertamanya yang kini berusia lima tahun.
"Anak Bapak di asuh neneknya?" Sofia menoleh sejenak ke lelaki berkumis tipis itu.
"Tidak, kalau saya kerja saya titip ke tetangga sebelah rumah, sepulang kerja saya ambil lagi." Pandangan Aryo masih lurus ke depan berkonsentrasi mengemudi.
Rasa iba tiba-tiba menyeruak dalam hati Sofia. Ia membayangkan betapa repotnya seorang laki-laki menjadi single parent. Lebih kasihan lagi putranya yang tidak mengenal sosok bundanya.
Tanpa terasa mobil mereka sudah berbelok ke arah rumah Sofia.
"Tiga rumah lagi, Pak, pagar bercat putih," ucap Sofia memberikan ancar-ancar. Mobil berhenti tepat di depan rumah.
"Terima kasih, mampir dulu, Pak." Sofia berbasa-basi sejenak. Tak disangka Aryo bersedia singgah di rumah Sofia. Dalam hati Sofia menyesal menawari Aryo untuk singgah. Hal ini bisa membuat laki-laki bertubuh tinggi itu sangat terlambat sampai rumah.
Baru saja masuk pintu gerbang, Utari menyambut mereka di teras. Ia heran anaknya diantar oleh laki-laki yang tak dikenalnya.
"Bu, perkenalkan ini Pak Aryo, tadi mobil aku mogok di kantor Pak Aryo, jadi diantar," kata Sofia sembari meraih tangan ibunya.
"Waduh jadi merepotkan, Nak Aryo. Mari masuk dulu."
Aryo bersalaman dengan Utari kemudian masuk rumah membuntuti tuan rumah.
"Silakan duduk Nak Aryo. Yah beginilah tempat tinggal kami," ujar Utari.
"Terima kasih, Bu." Aryo melirik sekilas ruang tamu bercat putih itu. Rumah sederhana ini seolah tak pantas untuk Sofia seorang pengusaha sukses.
Sementara Sofia ke dapur membuatkan minum untuk tamunya, Utari dan Aryo mengobrol walaupun sekadar untuk basa basi.
"Silakan tehnya diminum, Pak." Sofia menawari kemudian duduk di sebelah Utari.
Setelah berbincang-bincang beberapa saat, Aryo berpamitan. Sepeninggalannya Aryo, Sofia bergegas mandi. Ia merasakan badannya lengket setelah seharian bepergian.
"Nak Aryo teman dekatmu Sofia?" tanya Utari ketika mereka menikmati makan malam berdua.
"Bukan, Bu. Dia bekerja di perusahaan yang saya tawari paket tur, kebetulan mobil aku mogok, terus Pak Aryo menawari mengantarku karena rumahnya searah."
"Kelihatannya dia baik."
"Sepertinya."
Selama ini Utari tidak melihat Sofia dekat dengan teman laki-laki. Ia sangat berharap Sofia segera mempunyai pendamping hidup mengingat usianya menjelang tiga puluh tahun.
"Kapan kamu rencana menikah, Sofia?" tanya Utari suatu ketika.
"Belum terpikirkan, Bu, masih mengurusi perusahaan."
"Janganlah terlalu sibuk dengan pekerjaan, pikirkan juga diri sediri." Sofia hanya diam mendengar ucapan ibunya.
Bukan tanpa alasan Sofia belum mau menjalin hubungan serius dengan laki-laki. Walaupun ada beberapa rekan bisnisnya yang pernah menyatakan ketertarikan terhadap dirinya.
*bersambung*
KAMU SEDANG MEMBACA
Menepis Nista, Meraih Asa
RomantizmSofia, seorang wanita karier yang sedang berada di puncak kariernya harus kandas kisah cintanya karena orang ketiga yang menghalanginya. Siapa sangka gadis yang meniti kariernya dari bawah dan mengadu nasib di Jakarta usai SMA ini dulunya akan "diju...