Chapter 24

1.8K 110 1
                                    

Hari ini Juju memutuskan pulang kerumah lebih awal. Ia berniat membantu emak untuk pesanan acara akikah dari tetangga. Walaupun sudah ada beberapa keluarganya yang membantunya tapi ia merasa lebih baik jika bisa ikut menyumbangkan tenaganya. Sejak Juju membuka usaha restoran ia jarang sekali membantu katering emak. Namun ia bersyukur dengan keberadaan keluarganya yang selalu bersedia menjadi tenaga kerja dadakan emak didapur.

Usaha katering yang sudah berlangung sejak ia duduk dibangku SMP bukan saja membantu ekonomi kehidupan mereka namun juga usaha itu seperti sebuah terapi untuk Emak. Sejak suaminya meninggal emak selalu menyibukkan diri dengan kateringnya dan kesibukanya itu bukan hanya mengobati luka hatinya emakpun menjadi trampil dalam bisnisnya.  

Emaklah yang menginspirasinya untuk menekuni bisnisnya saat ini. Dia harus mengalihkan pikirannya tentang lelaki dengan melakukan sesuatu yang berbeda. Juju pernah meminta emak untuk pensiun dari usahanya namun emak menolaknya. 

"Gak ada lagi yang masak rendang enak kayak emak Ju. Kasian orang kalau nggak nemu rendang yang enak." Ujar emak. Ucapan emak membuatnya tertawa. Wanita itu selalu peduli dengan orang lain sampai kadang dia lupa bahwa dirinya juga perlu dikasihani oleh orang lain. Juju menggerutu mengingat sikap mengasihani emaknya yang suka berlebihan.

"Kalau kita selalu berbuat baik hidup kita jadi lebih ringan Ju. Kebaikan yang kita berikan itu ibarat mengurangi dosa-dosa kita dimasa lalu." Begitu emak saat mengingatkan Juju.

Juju mempercepat langkahnya menuju rumah. Begitu sampai di rumah, dilihatnya dapur sudah penuh dengan beberapa keluarga dan tetangga yang ia kenal. Ia memberikan salam saat masuk kedalam rumah. Serontak semuanya menoleh dan membalas salamnya.

"Tumben pulang sore?" Sapa istri pamannya yang sedang didepan tungku api.

"Iya mpok. Juju mau bantuin masak." 

"Ada mas Gareth dibelakang Ju."

Deg. Jantungnya berdebar. Juju langsung menghentikan langkahnya. Menoleh ke siempunya suara. Dia pasti salah dengar. "Hah. Apa mpok?"

"Mas Gareth dibelakang. Lagi motong kambing!" Kali ini si mpok berteriak dan Juju mendengar jelas nama lelaki itu disebut. Entah apa yang membuatnya bersemangat ia bergegas ke halaman belakang. Dilihatnya lelaki itu sedang duduk dibalai bambu berdampingan dengan paman dan ponakannya. Mereka duduk melingkar dengan tangan yang berlumuran darah. 

Begitu melihat Juju didepan pintu pamannya langsung berseru. "Ju! Panjang umur dia." 

Gareth langsung menoleh dan melambaikan tangannya ke arah gadis itu. Juju membalas dengan melambaikan tangannya. Kapan anak itu balik ke Indonesia? Kok tiba-tiba dia disini? 

"Juju mau ganti baju dulu!" Lalu ia berbalik dan bergegas menuju kamarnya. Hatinya berdebar karena gugup sekaligus gembira. Bibirnya tak berhenti mengembang saat berada didalam kamar. Dia memandangi wajahnya dicermin lalu merapikan rambutnya yang tergerai dengan menyanggulnya keatas. Diolesnya bibirnya lipstik merah jambu. Dikenakannya gaun hitam bermotif bunga. Kenapa gua harus dandan segala?

Gareth menikmati pemandangan seorang gadis yang sedang berjalan menghampirinya. Dia masih sesederhana seperti enam tahun yang lalu. Pikir lelaki itu. Merasa sedang dipandangi tanpa berkedip Juju menundukkan kepalanya tersipu. Pamannya yang melihat adegan itu langsung saja beranjak dari bale.

"Uwa mau ngerokok dulu ya." 

"Iya Wa. Istirahat aja dulu." Ujar Gareth.

Juju mengambil duduk didepan lelaki itu dan langsung mengambil golok didepannya. 

"Biar aku aja Ju. Nanti tangan kamu kotor dan bau." 

Namun gadis itu tidak mempedulikannya. Dia langsung mengambil daging kambing yang ada didepannya lalu mencincangnya dengan lihai, seakan golok besar dan berat itu sudah dibiasa dipegangnya. Menyaksikan keterampilan gadis yang bagai tukang potong daging itu nyali Garethpun menjadi ciut. Sebagian keperkasaannya merasa ditantang.

KOPI HITAM JUJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang