chapter 3

1.6K 195 17
                                    

Jungwon tampak sibuk menatap layar persegi dihadapannya dengan jemari lentiknya yang menari nari diatas papan keyboard.

Hhh...

Helaan nafasnya terdengar lelah. Ia lantas menghentikan aktivitasnya sejenak sembari menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya yang nyaman.

Pandangannya jauh menatap langit langit ruang kerjanya. Seketika dibenaknya pun terputar akan kejadian semalam saat bersama putranya.

"Aku tidak tau kalau dia akan sehebat itu dalam berciuman". Gumamnya sembari menyentuh permukaan bibir sewarna cherry miliknya. Dapat ia ingat bagaimana sensasi yang masih membekas tersebut.

Namun dengan cepat Jungwon pun menggeleng.

"Tidak-tidak. Jay tidak mungkin pernah melakukannya dengan seseorang 'kan? Dia bahkan tak pernah mengenalkan seorang gadis padaku. Ah.. apa yang sedang kupikirkan sebenarnya?". Gerutu si manis pada dirinya sendiri.
















**




Keringat bercucuran menetes membasahi pelipis si pemuda Park. Ya.. Ia baru saja selesai berlatih basket bersama dengan teman teman satu timnya. Kini mereka semua sedang beristirahat di sudut lapangan dengan suasana yang sedikit teduh dibawah pohon yang rindang.

"Ah lelahnya... Tapi yang tadi itu lumayan seru 'kan?". Ucap Jisung sembari mengambil duduk di sampingnya.

"Kau mau?".

Jay tak menyahut. Ia hanya menerima minuman isotonik yang Jisung tawarkan untuknya.

"Omong omong kemana perginya si penguntitmu itu? Biasanya dia sudah ada disini menunggumu hingga selesai latihan". Ucap pemuda jangkung itu sembari merebahkan dirinya diatas rerumputan.

Sontak Jay pun menoleh. Ia lantas memberikan tatapan kesal padanya.

"Berisik kau, Jisung! Jangan menyebut namanya! Dia bisa saja datang setelahnya dan aku membenci hal itu". Sahutnya sembari membuang pandangnya lurus. Melihat beberapa teman temannya yang masih bermain di tengah lapangan.

Tanpa rasa berdosa, Jisung hanya dapat terkekeh geli mendengar ucapannya.

"Jay, kau tau? Sebenarnya kau ini cukup populer disekolah. Kau ikut aktif diberbagai kegiatan. Kau pasti banyak diidolakan para gadis disekolah ini. Tapi ada satu hal yang kuherankan darimu. Kenapa kau tak ingin menjadikan salah satu dari mereka sebagai pacarmu? Ya.. kalau aku jadi kau, mungkin saja aku sudah melakukannya. Memangnya kau tak merasa tertarik sama sekali?". Ujar Jisung sembari mengubah posisinya menjadi duduk bersila.

"Hm".

"Oh apakah selera gadis idamanmu itu sangat tinggi sekali? Sampai sampai siswi tercantik satu sekolah seperti Oh Haewon pun kau tolak, huh?". Ujarnya lagi sembari merebut minuman isotonik dari tangan si pemuda Park lantas menenggaknya.

"Bagiku tak ada seorangpun yang dapat menandingi Ayahku".

'Uhuk.. uhuk'

"Hey, kau kenapa sih sampai tersedak begitu?". Ujar Jay sembari menepuk nepuk punggung milik sang teman dengan agak keras.

"Jay... Jangan bilang kau lebih suka pada pria yang lebih tua darimu?".

Dengan cepat pemuda Park itupun mengangguk tanpa perlu berpikir panjang.

"Kalau begitu, kenapa tidak kau pacari saja Ayahmu sekalian". Sahut Jisung dengan nada bercanda.

"Aku memang sangat ingin melakukannya".

"Apa kau tidak waras? Haha".

Namun Jay hanya dapat menggelengkan kepalanya sebelum mengatakan sesuatu yang seketika membuat Jisung tersentak mendengarnya. Sebuah pernyataan yang ia pikir hanyalah sebuah lelucon belaka.

"Aku menyukai Ayahku. Aku mencintainya".

"Ha-ha.. kau ini ada ada saja. Sebagai seorang anak kau pasti akan menyukai dan mencintai Ayahmu sendiri. Begitupula denganku. Aku sangat menyayangi Ayahku karena dia selalu mengabulkan apapun keinginanku. Dia bahkan lebih perhatian padaku karena aku adalah anak terakhir didalam keluargaku". Celoteh Jisung sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia lantas tertawa dengan sedikit kikuk--mencoba untuk mencairkan suasana yang tiba tiba berubah canggung.

Lain halnya lagi dengan Jay yang hanya dapat menghembuskan nafas beratnya. Ya, memang tak ada yang bisa mengerti bagaimana perasaannya selain dirinya sendiri. Padahal ia sudah mengatakan secara gamblang jika orang yang disukainya adalah Jungwon. Rasa suka menurutnya adalah konteks yang lain. Jay menyukai sang Ayah melebihi perasaan seorang anak terhadap orang tuanya. Yang jelas, perasaan yang ia miliki lebih dari itu.

















**




Beberapa saat setelah bel pulang berbunyi, semua penghuni kelas pun bergegas membubarkan diri masing masing. Begitupula dengan Jay yang saat ini tengah beriringan bersama temannya, Jisung.

Sesampainya di lobi, Jay yang semula tengah asyik bercengkerama pun seketika menghentikan kegiatannya. Jemarinya tampak mengepal dengan kuat hingga membuat buku jarinya memutih. Dan Jisung yang menyadari perubahan raut wajah dari sang teman lantas mengikuti arah pandangannya.

Jisung mendapati sesosok pria manis yang tak lain adalah Ayah dari temannya yang terlihat berbincang akrab dengan salah satu guru di sekolah mereka.

"Oh.. bukankah orang yang sedang mengobrol dengan Ayahmu itu Mr. Lee? Mereka terlihat sangat dekat ya".

Seolah tak menghiraukan perkataan pemuda itu, dengan langkah yang tergesa Jay bergegas menghampiri kedua orang dewasa tersebut.

"Ayah!". Panggilnya dengan sedikit memekik.

"Ah.. Jay Haksaeng". Sahut sang guru sembari mengulas senyum ramah.

"Kenapa kau menjemputku kemari? Sudah kubilang 'kan? Kau hanya cukup mengantarku saja. Aku bisa pulang sendiri".

Jangan salah paham. Jay bukannya merasa malu karena harus pulang di jemput oleh si manis. Ia hanya tak ingin saja jika hal seperti ini terjadi. Melihat Ayahnya yang tampak begitu akrab dengan orang lain sungguh! Ia tak menyukainya. Katakanlah dirinya begitu posesif karena memang itulah kebenarannya. Jay tak bisa untuk membiarkan Jungwon dekat dengan siapapun. Dan salah satu orang yang paling ingin ia hindarkan adalah sosok gurunya ini, Lee Heeseung.

Sudah dari jauh jauh hari ia ingin sekali menjauhkan Jungwon darinya setelah melihat bagaimana gelagat aneh gurunya itu yang sangat jelas menyimpan perasaan untuk sang Ayah. Jay sudah memutuskan diri untuk berantisipasi jika sang guru mulai bertindak kejauhan. Kemarin kemarin saja pria itu sudah berani mencuri start dengan datang kerumahnya. Berbincang dengan sang Ayah lalu sekarang? Ia bersikap sok dekat dengannya.

'Apa dia sedang berusaha mengambil hatiku? Cih, jangan berharap terlalu banyak!'

"Ayo pulang!". Tukasnya sembari menarik tangan si manis dengan kasar untuk segera masuk ke dalam mobil.

"Hyung, kita lanjutkan lagi perbincangannya nanti ya?".

Sementara itu Heeseung hanya dapat mengulas senyum tipisnya begitu melihat Jay yang memberikan tatapan tak bersahabat.

Tak jauh dari sana, Jisung tampak begitu tertegun setelah melihat apa yang baru saja terjadi tepat didepan matanya. Bagaimana tingkah over-protective sang teman pada Ayahnya sendiri saat sedang berdekatan dengan orang lain.

"Apa itu tidak terlalu berlebihan ya?".
















***

sampe sini dulu ya paipai!😉

unholy | jaywon (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang