Bab 14

3 0 0
                                    

Perjalanan menuju 'The City of Love', 1958

Maryland, 1914

Di luar hujan deras. Richard merapatkan mantelnya kemudian menggosok tangan untuk mengusir hawa dingin yang menyergapnya. Ia melirik jam dinding di atas pintu galeri itu masih menunjukkan pukul delapan malam. Richard sudah ada di sana sejak satu jam yang lalu, berteduh di bawah atap koridor sebuah museum tua yang sudah ditutup sejak sore tadi. Di jalanan yang gelap, beberapa orang masih berkeliaran. Di seberangnya pabrik roti dan beberapa toko sudah ditutup. Masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Kendaraan itu bergerak meninggalkan jalanan dengan cepat dan menyisakan kekosongan yang ganjil.

Richard melirik jarum jam sekali lagi - pukul delapan tiga puluh malam. Pintu galeri masih ditutup rapat. Lampu natrium di sudut jalanan berkedip. Keheningan merayap di sepanjang jalur taman. Richard hanya melihat sebuah mobil sempat berhenti disana, tapi tidak lama sebelum mobil itu kembali bergerak pergi. Richard mengawasi pintu galeri dengan gelisah kemudian mengeluarkan sekotak rokok dari dalam saku mantelnya. Asap yang mengepul keluar dari hidung dan mulutnya kini menari-nari di udara. Richard menyandarkan tubuhnya salah satu sudut pilar selagi menunggu. Lima belas menit kemudian, pintu galeri di buka. Dua orang pria dan dua wanita dengan topi hitam berenda keluar dari sana. Richard mengenali salah satu wajah wanita itu sebagai Alda. Tubuhnya langsung menegak dengan kaku. Ia melempar putung rokoknya ke jalanan kemudian menunggu sembari mengawasi Alda. Wanita itu sedang bercengkrama akrab dengan orang-orang di sekelilingnya. Tak lama kemudian sebuah mobil hitam datang dan berhenti tepat di halaman depan bangunan. Richard menyaksikan saat wanita asing itu masuk ke dalam mobil bersama salah satu pria kemudian meninggalkan Alda bersama pria lain di depan galeri. Sembari tersenyum lebar, Alda melambaikan tangannya untuk melepas kepergian teman wanitanya itu. Sampai mobil benar-benar menghilang di sudut jalan, senyuman itu pudar, digantikan oleh kekosongan dalam raut wajahnya.

Laki-laki yang berdiri di samping Alda berusaha mendapatkan perhatian wanita itu. Alih-alih menurutinya, Alda justru diam menunduk sembari membenahi mantel berbulu hitam yang membalut dress merahnya yang mewah. Laki-laki itu kemudian meraih pundak Alda yang dengan cepat langsung ditepis oleh Alda. Kemudian, ketika Richard cukup yakin perdebatan akan segera terjadi, ia mendapati tatapan Alda tertuju padanya. Wanita itu tampak kaget, namun ia menyembunyikan emosinya dengan baik dari laki-laki itu.

Laki-laki itu kemudian membisikkan sesuatu yang membuat Alda mengangguk pelan. Richard cukup yakin kalau laki-laki itu baru saja memberitahu Alda untuk menunggu disana sementara ia akan mengambil mobilnya, karena tidak lama setelah itu, laki-laki itu pergi ke bagian belakang gedung.

Alda menunggu sampai laki-laki itu berada jauh sebelum memutuskan untuk bergerak cepat menghampiri Richard. Disaat yang bersamaan, Richard ikut berjalan ke arahnya. Melihat kekhawatiran yang muncul dalam raut wajah Alda membuat Richard mempercepat langkahnya. Alda sesekali menatap ke belakang hanya untuk memastikan pria itu tidak melihatnya. Kemudian begitu sampai di depan Richard, wanita itu langsung menarik tangan Richard dan bergerak tergesa-gesa meninggalkan jalanan.

"Ayo, cepat! Pergi dari sini."

Mereka setidaknya telah berjalan sejauh empat blok dari arah galeri dan menyusuri gang-gang sempit yang gelap dengan tergesa-gesa. Alda akan terus melangkah kalau saja Richard tidak menghentikannya saat itu juga.

"Tunggu!" katanya. "Kau berencana pergi kemana?"

"Aku tidak tahu.." ucap wanita itu. "Aku hanya ingin pergi jauh malam ini."

"Bagaimana dengan pelabuhan? Aku meninggalkan kapalku disana. Kau mau ikut denganku?"

Tiba-tiba wajah Alda memerah, kedua alisnya saling bertaut kebingungan. "Kau punya kapal?"

Train to The City of Love (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang