Utopia

181 28 0
                                    

2004 (siang sebelum malam tangisan Revan)

   Segerombolan masyarakat melingkari Guillotine di tengah lapangan desa Garuda. Pak Kades yang waktu itu belum resmi menjabat, menduduki kursi sengaja disiapkan tepat di depan benda tabu tersebut. Seorang wanita memakai kain hitam menutupi wajah, tengkurap dengan leher siap diantara dua balok serta pisau tajam di atasnya yang kapan pun siap jatuh, memenggal.

   Di tengah keramaian, 3 anak kecil mendesak kerumunan, berusaha memasuki barisan terdepan. Salah satu warga sadar lantas menggiring mereka menjauhi gerombolan. "Hei, hei, kalian tidak boleh kesini!"

   Tak lama kemudian terdengar panggilan seorang wanita. Ibu Naufal. "Naufal, Januar, Revan pulang!"

   Kaki-kaki mungil mereka berlari kecil menuju arah suara. Kala itu, Naufal dan Januar berumur 6 tahun dan Revan 5 tahun.

***

   "Futri malu?"

   "Gak ada, Mas Jan, adanya putri malu," bentak Revan.

   Bocah-bocah berusia satu digit ini kini duduk lesehan di teras Naufal bermain Abc lima dasar. Berlomba menemukan nama tumbuhan berawalan abjad yang telah ditentukan.

   "Fenalu?" timpal Naufal.

   "Gak sekalian Fawar, Felati, Fohon, Fumput!? Sudah, ah, malas, punya kakak goblok semua!"

   Kedua kakak yang tengah mengerjai, tertawa puas saat adiknya yang memiliki kesabaran minimal mengerucutkan bibir, marah-marah. Di antara gelak tawa, ibu Naufal datang menyuruh mereka masuk untuk tidur siang. Mereka bertiga berjinjit, melangkah se-senyap mungkin agar tidak menggangu Haikal yang sudah tertidur pulas di atas ranjang kamar Naufal. Perlahan ketiganya bergabung berbaring bersama sang adik.

***

   "Siapa yang tidur kelas terus dijemur?.... Naufal!"

   "Januar!!"

   Senandung berlirik ejekan, Revan lontarkan di sela mengupas mangga dengan nada 'kalau kau suka hati' yang lanjut ditimpali Haikal. Mereka sekarang sedang duduk lesehan di teras Naufal. Si objek yang sedang lahap menyantap mangga, secara bersamaan melempar death glare. Revan dan Haikal menanggapi berupa gelegar tawa, begitupun Cho yang bergabung bersama mereka.

   "Fal!" sapaan tiba-tiba datang dari Zara. Ia berkunjung bersama Marley, Siva dan satu lelaki, entah siapa. Mata Cho teralihkan, saling bertatapan dengan pria asing tersebut. Bukan cuma Cho, yang lain juga sama, bedanya tidak ditatap balik.

   "Naufal, aku ada perlu, cepetan sini!" panggil Zara.

   Pemilik nama bergegas menghampiri. Mereka rada menjauh dari anak-anak lain.

   "Apa, Zar?"

   "Ini." Ia memberikan sebuah map berisi berkas sedari tadi ia bawa.

   "Kamu meminta salinan data-data warga desa itu, kan? Aku sudah bekerja keras untuk mendapatkan ini!"

   "Terimakasih, kamu memang paling patut diandalkan, Zar."

Utopia 2014 || The Prologue [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang