Setelah mengantar Sofia pulang beberapa waktu lalu, Aryo sering menghubungi Sofia. Sekadar menanyakan kabar atau hal-hal kecil remeh lainnya. Sofia merasakan perhatian Aryo terasa berlebih. Ia merasa jengah, tetapi untuk tidak membalas pesan dirinya merasa tidak enak. Apalagi setelah tender berhasil dimenangkan. Ia ingin bersikap professional dan ramah terhadap pelanggannya.
Hingga di suatu hari, Aryo mengajak Sofia makan siang bersama. Untuk menjaga agar tidak di cap sombong, akhirnya Sofia menerima ajakan itu. Mereka bertemu di sebuah restoran yang tak jauh dari kantor Sofia.
Mereka memilih tempat yang tidak terlalu mencolok dari pengunjung lain. Rumah makan Yogya itu menyajikan makanan khas Yogya salah satunya gudeg. Makanan berbahan dasar nangka muda dengan rasa manis itu sangat nikmat di makan dengan curahan sambal goreng krecek serta tahu bacam dan semur telur. Mereka saling mengobrol sambil menikmati makan siang.
"Bu Sofia, ada hal yang ingin saya sampaikan," kata Aryo setelah menghabiskan satu porsi nasi gudeg.
"Ada apa ya, Pak?"
"Em ... kira-kira Bu Sofia sudah ada keinginan untuk menikah?"
Sofia terkejut mendengar penuturan laki-laki berbaju batik yang duduk di hadapannya itu. Matanya membola menatap Aryo. Ia belum juga memberi jawaban.
"Sekiranya bersedia, saya akan melamar Bu Sofia." Aryo menatap wajah keibuan di depannya. Kemudain ia meraih gelas es jeruk dan meminumnya. Dirinya merasa lega setelah apa yang ia simpan beberapa waktu belakangan ini akhirnya bisa diungkapkan.
Semenjak Aryo mengenal Sofia saat menawarkan paket promo wisata di kantornya, Aryo tertarik dengan Sofia. Seolah ia merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tutur katanya yang singkat tapi jelas serta gerak geriknya yang luwes mampu menarik perhatian dirinya.
"Maaf, Pak saya belum terpikirkan untuk itu." Sofia mengaduk sedotan di gelas es jeruknya untuk mengalihkan perasaan. Hatinya belum bisa terbuka untuk menerima laki-laki lain semenjak ia berpisah dengan Abim. Ia belum bisa melupakan laki-laki cinta pertamanya itu.
"Tak mengapa, mungkin saya yang terlalu berharap terhadap Bu Sofia." Aryo mengubah posisi duduknya menyandar di kursi untuk menutupi kekecewaannya.
"Apa aku terlalu cepat mengungkapkan ini semua ya. Ah, paling tidak aku sudah lega dari pada berharap setiap waktu tanpa ada kepastian," batin Aryo bermonolog.
Sofia menghabiskan minumannya, kemudian ia melirik ke jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. Aryo paham dengan gerak gerik wanita yang ia harapkan jadi pendampingnya itu.
"Kalau Bu Sofia sudah cukup, mari saya antar ke kantor."
Sofia beranjak dari duduk diikuti dengan Aryo.
"Saya ke kasir dulu," ucap Aryo. Sofia mengangguk dan berjalan keluar rumah makan bermaksud menunggu laki-laki itu di tempat parkir mobil.
Sepanjang perjalanan sampai kantor Sofia, mereka lebih banyak berdiam diri, berbeda ketika mereka berangkat tadi.
***
Hari-hari selanjutnya, setelah Aryo mengungkapkan persaannya, Sofia jalani dengan kerja keras. Ia lebih bersemangat bekerja mencari klien baru bahkan sampai ke kota di Jawa Timur dan Jawa Barat. Bepergian ke luar kota bagi Sofia selain urusan pekerjaan, sekaligus ia mencari penghiburan diri untuk berusaha melupakan Abim dan bisa menerima laki-laki lain. Tak bisa dipungkiri dirinyapun juga menginginkan membentuk sebuah keluarga kecil.
Hari ini Sofia menerima email dari Asosiasi Pengusaha Travelling Indonesia. Sebuah event akbar berupa pameran perusahaan travelling akan dilaksanakan di Yogya bulan depan. Peusahaan Sofia mendapat penawaran untuk menjadi peserta pameran mengingat reputasi perusahaan yang pesat dalam perkembangannya.
Akan tetapi, Sofia belum tertarik mengikutinya. Ia masih merasa harus banyak belajar dari perusahaan travelling besar lainnya. Ia hanya ingin menjadi tamu undangan saat pembukaan acara nanti.
Waktu yang ditunggupun tiba, dengan mengendarai mobil pribadi ia berangkat ke Yogya seorang diri. Sebenarnya ia ingin mengajak ibu dan Mbak Sania sekaligus akan berkeliling ke tempat wisata di Yogya. Namun, karena kebetulan ada pengajian akbar di dekat tempat tinggalnya mereka menolak ajakan Sofia.
Tepat pukul sepuluh pagi, Sofia sampai di Hall Hartono Mall tempat berlangsungnya acara. Sekitar tiga puluh menit lagi acara akan dimulai sesuai dengan jadwal di surat undangan. Ada dua puluh perusahaan travelling se Indonesia yang berperan serta sebagai peserta.
Acara pembukaan berlangsung dengan lancar diawali dengan pembukaan oleh ketua Asosiasi Perusahaan Travelling. Usai pembukaan, tamu undangan dipersilakan untuk mengunjungi stan peserta pameran.
Sofia berkeliling mengunjungi beberapa stan untuk mempelajari berbagai hal yang barangkali bisa diterapkan di perusahaannya. Ketika sampai di tengah hall, ia melihat sosok yang tak asing bagi dirinya. Laki-laki bertubuh jangkung dengan setelan jas hitam itu sedang menerangkan sesuatu ke pengunjung.
Secara tak sengaja mereka saling bersitatap. Laki-laki itu terkejut melihat Sofia hingga ia menghentikan pembicaraannya sejenak. Pandangannya tertuju ke Sofia. Sofia ingin segera menghindar dan berjalan berbaur dengan kerumunan pengunjung, tetapi kakinya seolah berat untuk melangkah.
"Sofia!"
Suara itu masih sama seperti suara beberapa tahun yang lalu yang begitu akrab di indra pendengarannya. Laki-laki itu segera mendekati Sofia tanpa mempedulikan pengunjung yang datang di stan perusahaannya.
"Sofia!"
"Mas Abim?" Ada keraguan dalam nada suaranya.
"Ya, aku Abim. Apa kabarmu Sayang."
Sofia terkejut mendengar panggilan yang sudah ia lupakan bertahun lamanya. Tanpa diduga tangan Abim meraih pergelangan tangan dan menuntun dirinya menuju stan perusahaan. Abim menemui Mala sekretarisnya yang sedang mengetik di meja di sudut stan.
"Mala, aku ada urusan sebentar tolong lanjutkan memberi penjelasan ke pengunjung."
Tanpa menunggu jawaban dari Mala, Abim segera berbalik arah berjalan menjauh dari kerumunan. Tangannya masih menggenggam pergelangan Sofia seolah takut kehilangan gadis yang belum bisa ia lupakan hingga kini.
*bersambung*
KAMU SEDANG MEMBACA
Menepis Nista, Meraih Asa
RomanceSofia, seorang wanita karier yang sedang berada di puncak kariernya harus kandas kisah cintanya karena orang ketiga yang menghalanginya. Siapa sangka gadis yang meniti kariernya dari bawah dan mengadu nasib di Jakarta usai SMA ini dulunya akan "diju...