Pasal 3.4

17 10 0
                                    

"Tidak sesederhana apa yang kita pikirkan, karena realitanya tampak sulit, atau hanya pikiran kita saja yang tidak dapat berpikir sederhana dan malah membuatnya menjadi rumit".

Apa yang selama ini kita kejar?. Kita seringkali berada pada posisi yang bahkan diri sendiri pun tidak tahu tentang apa yang kita rasakan, tidak merasa bahagia dan tidak juga merasa sedih. Dalam satu posisi kita dapat berbagai canda dan tawa bersama orang-orang terdekat, namun kadang kala kita sering berada pada posisi yang membuat kita merasa sendiri.

Melihat orang lain yang sudah memiliki kesibukan dan pencapaiannya masing-masing yang cukup untuk dibanggakan kepada orang lain, sementara kita? Selalu tampak sama tidak ada perubahan dan selalu terikat pada kekhawatiran tentang masa depan yang bahkan kita tidak tahu akan seperti apa, karena memang masa depan itu abstrak, akan tetapi kita memikirkannya dan merasa terbebani. Membuat kita lupa pada apa yang sekarang sedang kita kerjakan, hanya membuat kita sulit untuk menerima keadaan, bahkan diri kita sendiri, lalu bersyukur atas apa yang telah kita miliki.

"Masa depan itu memang ada, meskipun itu hanya esok hari, namun kita tidak tahu apa yang akan terjadi kelak, selama ini kita hanya berasumsi tentang masa depan yang menuntun kita untuk berpikiran negatif".

Dimana dibuatnya pikiran kita antara masa depan yang bahagia dengan apa yang dilakukan sekarang. Menurutku, mengapa kita harus merasa khawatir atau cemas terhadap hal yang bahkan kita sendiri tidak tahu akan seperti apa, dan bukannya fokus saja dengan apa yang sedang kita jalani dan rasakan sekarang. Justru hal itu lah yang akan membentuk masa depan kita akan seperti apa, bukan hanya berasumsi akan seperti ini atau itu saja.

Jangan selalu hidup pada alur yang hanya mengejar orang lain, lalu dunia dan seisinya hingga memuat kita lupa dengan perasaan kita sendiri. Berpura-pura dengan apa yang kita rasakan, akan membuat kita merasa lelah dengan itu semua, lupa terhadap siapa yang memiliki dunia ini dan bahkan memiliki kita. Sudah terlalu kenyang dihajar oleh realita sehingga membuat kita lupa pada sang pencipta. Apa kita memang harus selalu disibukkan dengan perdebatan mengenai Tuhan, atau mengenai materi-materi yang menjadi utopia sendiri, sehingga pada akhirnya kita lupa pada Tuhan. Seorang bijak pernah berkata mengenai kebenaran tentang Tuhan, kala itu ada seseorang yang bertanya pada bijak itu, "Bagaimana jika kenyataannya Tuhan dan akhirat itu sebuah kebohongan?", lalu seorang bijak itu menjawab, "Akan lebih baik jika tuhan dan akhirat itu sebuah kebenaran.". Berbicara tentang kebenaran, untuk saat ini aku percaya kebenaran yang ada di dunia ini hanya kematian.

Berusaha Menjadi ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang