Satu-1

47 6 0
                                    

SIBLINGS

"Mbak! Dasi Aljen dimana?"

"Di gantungan!"

Sepasang tungkai panjang berjalan cepat, menyambar dasi berwarna abu-abu dari gantungan dan melesat keluar dari kamar sembari menenteng tas.

Ketika melewati ruang tengah, terlihat makhluk berbulu emas yang tengah menyantap sarapan paginya. Ekor lebatnya bergerak-gerak kala punggungnya diusap sekilas.

"Morning, Abby."

"Guk!"

Punggung kecil seorang perempuan bergerak kesana-kemari di depan meja bar kecil. Tangannya dengan lihai menyiapkan bekal untuk sang adik, roti sandwich kesukaannya.

"Mbak, pulang sekolah kayaknya aku mau main dulu di rumah Juna, kayak biasa."

Perkataan itu seketika membuat kepala bersurai hitam legam menoleh kepadanya, ekspresinya menunjukkan keheranan. "Nanti sore latihan, Jen."

Aljen—si adik, mengangguk. "Aljen kan nanti pulang jam satu, mau pelepasan kepala sekolah." katanya. "Mbak udah dapet edarannya kan?" Dia bertanya seraya memasukkan bekal dan botol minumnya ke dalam tas.

Selina menepuk kening, "Astaga iya, Mbak lupa. Ya udah, asal jangan telat." peringatnya.

Aljen mengangguk. Dia memajukan tubuh, memberikan kecupan di pipi sang kakak dan memeluknya walau terhalang meja bar.

"Muter gitu, Jen. Kayaknya susah banget," cibir Selina. Walau bibirnya berkata serupa, dia tetap membalas perlakuan adiknya dengan kecupan di pipi juga balas memeluk. Ritual pagi yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak kecil.

Kedua pasang mata itu tersenyum, membuat Selina gemas sendiri dengan fitur wajah unik yang dimiliki adiknya.

"Cepet pake sepatunya, udah ada yang ngamuk di bawah nungguin kamu dari tadi tuh." celetuk sang hawa.

Aljen mengangkat bahu acuh, tangannya sibuk mengikat tali sepatu. "Si Haikal emang bacot, Mbak."

"Hus! Ngomongnya, Aljen." tegur Selina.

Pasalnya teman karib sang adik yang bernama Haikal sudah menunggu lebih dari dua puluh menit di lobby apartemen mereka demi manusia seperti Aljen yang telat bangun. Selina sampai sebal karena Haikal terus menerus mengirim pesan hingga ponselnya tak berhenti berbunyi.

"Aku berangkat, Mbak." Aljen mengetuk ujung sepatunya sebelum memberikan kecupan kilat di pipi Selina juga menepuk kepala anjing ras golden retriever yang sudah selesai sarapan itu, lantas membuka pintu dan kabur dengan cengiran lebarnya.

"Aljen sayang Mbak! Abby juga!"

Klap!

Iris cokelat mengerjap, terkejut dengan aksi yang dilancarkan sang adik.

Selina menggelengkan kepala, sudut bibirnya tertarik mengukir senyum manis.

Dia menoleh ke bawah, mengelus anjing berukuran besar tersebut yang gembira, tampak dari ekornya yang bergoyang riang sebab pernyataan sang adik.

"Sekarang Abby bantuin Mbak bersih-bersih ya."

"Guk!"

Ting!

Drap! Drap! Drap!

"Pagi, Pak Robi!"

Pria berseragam satpam menoleh ke sumber suara, lantas sebuah senyuman terbit. "Pagi, Dek Aljen. Tuh temen kamu udah nungguin." ucapnya, menunjuk dengan sopan.

𝐁𝐥𝐮𝐞𝐭𝐡 [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang