"Guys! Ada suara tukang sekuteng!" Gracia berteriak dari arah dapur. "Kalian mau gaaakk?!"
"Gak ada, gak ada! Gak kuat gue. Mau muntah!" Ucap Tasya yang sudah terkapar di ruang tengah berlaskan kasur palembang hasil pinjam dari Pak RT. "Lo kalau masih mau makan, buat lo sendiri aja. Gue sama yang lain gak kuat."
"Gue sebenernya masih kuat tapi gue kurang suka sekuteng. Sukanya wedang ronde." Ucap Anin yang baru kembali dari arah dapur bersama si pecinta ungu yang mengekor di belakangnya.
"Kayaknya ada deh, Nin. Mau coba dipanggil dulu terus tanya?"
"Boleh deh. Yuk!"
Gracia dan Anin yang baru saja selesai cuci piri seusai makan bakso malang itu langsung bergegas keluar untuk menghentikan pedagang yang Gracia maksud. Sebagai info, ini adalah pedagang ke....satu, dua, tiga—delapan! Ini adalah pedagang ke delapan yang mereka hentikan. Sebelumnya sudah ada kembang tahu, cilok, batagor, somay, roti bakar, burger ala-ala, bakso malang dan kini sekuteng.
"Gila, itu anak dua gak ada kenyangnya apa gimana sih?" Tanya Sofia yang sudah menyerah sejak roti bakar cokelat keju masuk ke dalam perutnya. Itu pun hanya ia makan setengah sedang sisanya Elaine yang habiskan. "Ajak mereka ke all you can eat gak bakal rugi tuh."
"Banyak gembel kali di perutnya." Sahut Hamids yang baru saja keluar dari kamar mandi. Hari ini bahkan ia sudah panggilan alam dua kali karena menuruti ajakan makan dua gadis berperut karet itu. "Besok kalau kita dapet makan dari kelurahan atau mana gitu, bawa pulang aja semuanya. Mereka kayaknya siap ngabisin daripada kena buang—mubazir."
Tidak ada yang lanjut berkomentar karena ke empatnya melihat Gracia kembali masuk ke dalam rumah dengan cengiran lebar. Langkahnya berjalan dengan enteng ke arah dapur sebelum kemudian kembali keluar dengan dua mangkok di tangan kanannya.
"Kok dua, Gre?"
"Di luar ada tukang pempek juga—terus kata Anin, dia mau. Kalian mau juga?"
"GAK! MAKASIH!"
.
.
.
.
"Udah abis berapa uang kamu hari ini?"
"Enggak tau—aku gak itung hehehe."
"Coba cek dompet."
"Gak mau ah. Jauh." Gadis itu buru-buru menendang dompet di dekat dengkulnya ke arah yang sulit dijangkau. "Tuh, jauh." Ia mengarahkan kamera belakang ke sudut ruangan, tempat dimana dompet itu berada, sebelum kembali menggunakan kamera depannya.
"Kamu kok abis makan banyak malah tiduran sih, Ge? Gak bagus tau."
"Gapapa. Ngaso sebentar. Capek aku."
"Capek ngapain? Perasaan daritadi kamu cerita isinya makan doang." Ledek Shani di tengah tawanya. "Eh bentar ya. Aku mau jalan ke lift dulu. Kayaknya nanti reconnecting, tapi jangan dimatiin. Tapi ya kalau mati sendiri gapapa nanti tinggal aku telepon lagi—"
"Yaudah iya sanaaa. Buruan. Biar kamu cepet balik juga. Jarang-jarang kan pulang cepet."
Disebrang sana terlihat seorang gadis dengan wajah nampak lelah sedang memberikan senyuman manisnya. Agak lama saling lempar senyum yang menghangatkan hati itu berlangsung sebelum akhirnya sebagian wajah Shani terhalang oleh masker putih yang baru saja ia pakai.
"Yaudah aku ke lift dulu ya—Jinan! Ayo!"
"Bentar—eh, Cici duluan aja deh. Aku masih ribet ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aimílios/αιμίλιος [END]
FanficAimílios/αιμίλιος; strength. Chapter baru akan dipublish di hari yang penulisnya tentukan sendiri ya. Gracias!