ini terakhir kalinya gue update sebelum UKK. doain ya, gue UKK tanggal 3-8 Juni. semoga lancar dan nilai gue memuaskan, aamiin!
part ini sengaja gue buat ngegantung dan bikin penasaran, semata-mata biar kalian ga kabur karna gue bakal ga update selama kurang lebih dua minggu.
sampai ketemu dua minggu lagi!
Setelah kejadian ketahuannya Shania sempat cutting, gadis itu langsung izin pulang kepada Revan. Dan, memang pada dasarnya Revan itu tukang modus, Revan langsung dengan senang hati mengantar gadis itu ke rumahnya tanpa menawarkannya terlebih dahulu kepada Shania. Shania yang sempat ingin menolak, langsung sadar kalau pada akhirnya usahanya akan sia-sia karna Revan tidak menerima kata tidak. Akhirnya, gadis itu mengangguk pasrah sembari menggendong Amara menuju mobil x-trail hitam milik Revan. Tidak mungkin kan, Amara yang masih lima tahun ditinggal sendirian di rumah yang mewah ini?
Selama di perjalanan pulang, tidak ada satu orang pun yang berbicara. Yang ada hanya ada suara radio dan dengkuran halus yang keluar dari mulut Amara. Revan masih bertanya-tanya sendiri tentang fakta kalau Shania sempat mau bunuh diri, dan Shania juga masih sibuk memikirkan bagaimana cara agar dia tidak perlu menjelaskan apapun ke Revan? Walaupun mustahil, gadis itu tetap memikirkan cara yang tepat. Dia tidak mau si jelmaan arca ini tau tentang rahasia terbesar dalam hidupnya.
Tidak berselang lama, mobil itu berhenti tepat di depan rumah Shania. Shania melepas seatbeltnya dan menengok kearah Revan. "Mau mampir dulu, ga?"
Revan menggeleng. "Gausah. Lagian, gue bawa Amara yang lagi tidur kayak gitu."
Shania mengangguk paham, diberikannya Amara kepada Revan. Ya, selama perjalanan tadi, Amara tertidur di pangkuannya. Setelah Amara terlepas dari dirinya, Shania membuka pintu di sebelahnya dan menunggu di depan pagar.
"Masuk," celetuk Revan sembari menduduki Amara di jok tempat Shania duduk tadi
Shania menggeleng. "Lo pergi aja. Gue tungguin di sini."
"Masuk. Atau gue gabakal pergi." ujar Revan sembari menatap Shania dengan pandangan yang tak terbantahkan
Shania mendengus, lagian, siapa juga yang mau menunggu mobil itu sampai pergi kalau sudah dipaksa masuk seperti ini? Shania berjalan kearah pintu utama rumah Tantenya, dan masuk ke dalamnya dengan memberenggut kesal. Setelah masuk, Shania mengintip dari balik horden ruang tamu, mobil Revan sudah hilang dari pandangannya.
"Pulang sama siapa?"
Shania langsung melotot dan berbalik badan menghadap kepada si empunya suara yang sudah dia kenal, Devha.
"Ya Tuhan! Lo ngagetin banget, Dev!" tukas Shania sembari memegangi jantungnya yang berdetak lebih cepat karna suara Devha yang tiba-tiba dia dengar
"Pulang sama siapa?" tanya Devha sekali lagi
"Sama Revan."
"Abis ngapain?"
Shania mendengus. "Mau tau banget?"
Devha memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana pendeknya. "Lo tinggal di rumah gue. Hak gue buat tau apa aja yang lo lakuin."
"Apa hubungannya!" ujar Shania sembari berjalan menuju tangga lantai dua
Devha berdecak sebal. "Lo ga boleh sering-sering pergi sama dia."
Shania yang sedang menaiki tangga ke tiga, tiba-tiba saja langkahnya langsung terhenti dengan ucapan Devha. "Emangnya, kenapa?"
"Pokoknya ga boleh. Sekali ga boleh ya tetep ga boleh."
Shania berbalik badan menghadap Devha, gadis itu tersenyum hambar. "Dev, gue tau lo berusaha ngelindungin gue dari yang jelek-jelek. Dan, gue berterimakasih untuk itu. Tapi, lo cuman sepupu gue. Bahkan, kita sepantaran. Kalau lo kakak sepupu gue, baru gue bisa maklumin lo ngelarang gue buat ini-itu. Tapi kita sepantaran, Dev. Gue juga bentar lagi udah mau 18 tahun. Lo ga perlu over gini ke gue. Gue tau mana yang baik atau enggak. Oke?"
"Lo masih gatau apa-apa tentang anak-anak di sekolah kita, Shan. Lo masih tergolong anak baru."
Shania hanya mendengus dan pergi menuju kamarnya, sebelum suara Devha kembali menghentikan langkahnya untuk membuka pintu kamar.
"Seandainya lo dateng lebih awal, lo pasti tau siapa Arlisa."
—-
Shania duduk di bangku kelasnya dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Walaupun ada 50 soal Kimia yang terdapat di mejanya, Shania tetap tidak bisa konsentrasi. Shania bahkan selalu lupa bagaimana cara mengerjakan setiap nomor, padahal, biasanya gadis itu lancar-lancar saja mengerjakan soalnya.
"Seandainya lo dateng lebih awal, lo pasti tau siapa Arlisa."
Perkataan Devha selalu terngiang di otaknya. Entah saat tadi malam sebelum tidur, entah saat gurunya sedang menerangkan pelajaran, entah pada saat Rachel mengajaknya berbicara, atau bahkan saat bel istirahat. Shania tetap bertanya-tanya, siapa itu Arlisa?
Shania menggelengkan kepalanya dengan frustasi. Kalau seperti ini, bisa-bisa saat mengerjakan soal UN nanti, dipikirannya yang ada hanyalah nama Arlisa. Rumus-rumus atau bahkan hafalan-hafalan yang sudah dia hafalkan selama ini, bisa-bisa menguap dengan cepat.
Shania melirik kearah Rachel yang sedang serius mengerjakan soalnya. Lalu, gadis itu menyikut sikut Rachel pelan. "Chel, gue lupa cara nomor 20. Lo udah belum?"
Rachel tampak terkejut. "Serius, Shan? Lo nanya sama gue? Keajaiban dari mana ini? Biasanya lo bisa ngerjain semuanya tanpa nanya dan nilai lo selalu sempurna!"
Shania mendengus. "Gue bukan manusia super, Chel. Gue juga bisa lupa."
Akhirnya, Rachel membantu Shania mengerjakan, bahkan, baru saja Rachel memberi tau caranya bagaimana, Shania langsung mengangguk dan mengucapkan terimakasih lalu Shania sibuk sendiri mengerjakan soalnya. Rachel hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tadi, katanya ga ngerti. Tapi, baru dijelasin sedikit, langsung faham. Dasar jenius! Batin Rachel sembari tersenyum geli
Bel istirahat kedua berdering dengan kerasnya, membuat Shania berhenti mengerjakan soal itu dan langsung menatap Rachel dengan serius.
"Shan, gue tau gue cantik. Tapi, jangan gitu dong ngeliatinnya! Jadi malu nih, gue!" celetuk Rachel tanpa melihat kearah Shania karna dia masih sibuk mengerjakan soal
Shania menoyor kepala gadis di sebelahnya. "Pede banget lo! Tapi, Chel, gue serius mau nanya sesuatu."
Rachel menghentikan aktifitasnya, dan menaruh konsentrasi penuh kepada Shania. "Tanyain aja."
"Lo tau ga, siapa Arlisa?" tanya Shania dengan hati-hati
Seketika, mata Rachel langsung membulat dan menatap Shania dengan pandangan terkejut. Sudah satu tahun lamanya Rachel tidak mendengar nama itu disebut lagi. Sekarang, setelah Shania menyebut nama itu lagi, Rachel tiba-tiba saja teringat dengan kejadian dua tahun lalu, saat dirinya masih kelas 10.
"Enggak, gue gatau dia siapa," tukas Rachel mengalihkan pandangannya dari mata Shania
Teman-teman seangkatannya sudah berhenti membicarakan Arlisa semenjak kelas sebelas. Tapi, mengapa sekarang nama itu kembali membuat Rachel bersedih?
"Chel, tolong, gue tau lo mengenal siapa itu Arlisa. Reaksi lo tadi sangat membuktikan lo tau siapa Arlisa. Tolong kasih tau ke gue, siapa dia."
Rachel menghembuskan nafasnya dengan pelan. Dia tau, lambat laun gadis ini akan tau tentang sahabat lamanya, Arlisa.
Akhirnya, Rachel mengangguk dan tersenyum hambar. "Gue cuman bisa ngasih lo satu informasi tentang Arlisa. Dan, lo gaboleh nanya-nanya lagi tentang Arlisa ke siapapun. Terutama teman seangkatan kita."
Shania hanya mengangguk sembari menunggu Rachel berbicara.
"Namanya Berliana Arlisa, dan dia adalah satu-satunya mantan Revan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Mask
Teen FictionHidup Shania sudah hancur. Berawal dari kematian Ibunya, Papanya yang tidak berharap dia dilahirkan di muka bumi, hingga dibenci oleh Adiknya sendiri, Calvin. Shania yang hilang arah, akhirnya berubah menjadi bad girl. Menutup kenangan yang bisa mel...