Suasana terasa lenggang.
Lara menggenggam cup kopi di tanganya, menahan air di ujung matanya. Melirik kesana kemari, berusaha menenangkan dirinya sendiri.Ia dapat melihat Ardi menunggunya jauh di ujung sana. Menatapnya seolah -- nggapapa, selesaikan dulu. Seberapa lapang hati Ardi melihat pemandangan dirinya saat ini. Lara tak sampai hati menatap mata baiknya.
Seharusnya Lara tida membiarkan ini semua terjadi, harusnya ini semua sudah selesai. Harusnya ini tida berlanjut lagi.
" Apa kabar Lara ? "
Apa kabar katanya ? Lara tida habis pikir. Ia tidak menjawab, bergeming menaham emosinya.
" Lara sibuk apa akhir akhir ini ? " Tanya Luka tanpa beban.
" Kenapa baru sekarang om ? Kenapa waktu semuanya sudah stabil ? "
Luka memang selalu paling tenang. Dulu Lara menganggap semua akan baik baik saja seburuk apapun keadaanya selama Luka mendampinginya.
Bagi Lara, Luka masih tetap sama. Masih tetap baik, amat sangat baik.
Luka masih tetap menganggap semua baik baik saja setelah apapun yang terjadi. Seolah olah tak pernah menyesali semua yang telah terjadi.Tapi bagi Lara, Luka masih pengecut.
Yang membiarkan dirinya hidup di ambang kehambaran. Sehingga membuat dirinya ada di titik terbawah kembali sama seperti dulu mereka bertemu." Kenapa Lara ? Kita hanya sibuk dengan rutinitas masing masing. "
Lihat ?
" Sibuk ?---
Lara mendecak, dan memutar matanya.
---om, semua sibuk ku dan rutinitasku adalah skenario dari om Luka. "
Suara Lara bergetar, tak mau kalah.
" Kalo emang semuanya nggapapa, kenapa tiba tiba menghilang ? Kenapa tiba tiba membatasi semuanya om ? Tanpa penjelasan apapun ? "
Kalimatnya terhenti.
Lara akhirnya menemui lagi sorot mata itu secara dekat. Mata yang menatapnya penuh kasih waktu ibunya tiada. Bahu yang menopang dirinya tumbuh. Tangan yang mengulur waktu ia sebatang kara.
Harus ia akui.
Lara rindu.
Lara rindu bercerita di bahu itu.
Lara tida perna sedikitpun membenci Luka. Hati kecilnya selalu menunggu kedatangan Luka, mengusap kepalanya dan memberikan banyak pujian seperti dulu. Lara tidak pernah menyalahkan Luka atas apa yang terjadi.
Lara hanya perlu afirmasi, bahwa mereka tidak bisa. Jika memang tak bisa, Lara hanya perlu dipastikan dan sebuah penjelasan yang masuk akal keluar dari mulut Luka.
" Apa om Luka hanya sebatas itu pada Lara ? "
***
" Om Luka "
" Iya Lara ? "
" Lara takut "
" Mereka baik Lara "
Lara menelaah pemandangan di sekitarnya. Ruangan kepala sekolah sekaligus asrama barunya, mereka semua sibuk menyiapkan entah apalah itu. Menggenggam tangan Luka dengan erat.
Tanganya mendadak dingin, sebelumnya Lara tidak sekolah. Ia hanya diajari membaca, menulis, dan berhitung sedehana oleh bude Darmi jika ibunya sedang bekerja. Sembunyi sembunyi pula, ini tentu saja hal baru. Lara akan segera menemui banyak orang dan hal hal baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali
RandomBerani beraninya Lara mempunyai rasa pada malaikat penolongnya. Kedatangan penyelamatnya yang tak pernah ia harapkan, mungkin membuat kualitas hidupnya lebih baik. Masa depan, pendidikan, takdir dan garis hidupnya sudah terlihat cerah sedari dini. ...