17. ∘∘Bukti? ིྀ

9 2 0
                                    

Happy Reading 🌺

Ruang kepala sekolah mendadak hening setelah itu.

Sampai akhirnya kedatangan seseorang memecahkan keheningan. "Selamat pagi," sapanya.

"Selamat pagi, dan selamat datang, Ibu Mawar. Silahkan duduk di samping Ameyra."

"Baik, Pak."

"Terimakasih, Ibu Mawar sudah menyempatkan waktunya untuk menghadiri panggilan mendadak dari kami. Maaf kalau mengganggu aktivitas Ibu," ucap kepala sekolah kepada Mawar yang baru saja datang.

"Sama-sama, Pak. Bapak tidak mengganggu waktu saya. Tapi, ada perlu apa saya dipanggil kemari? Apakah anak saya melakukan kesalahan?"

"Benar, Bu Mawar. Begini, maaf sebelumnya jika keputusan kami ini pada akhirnya akan melukai hati Ibu. Tapi, kesalahan yang dilakukan anak  Ibu ini sudah mencemarkan nama baik SMA Trisakti," ucap kepala sekolah sambil menunjukkan video amatir kepada Mawar.

Mawar menonton video itu dengan serius. Lalu, ia menatap tajam ke arah Ameyra yang sedang menunduk menahan tangis.

"Jadi, berdasarkan kesepakatan dan pertimbangan dari kami, maka dengan terpaksa kami mencabut beasiswa atas Ameyra. Dan resmi mengeluarkan Ananda Ameyra Gabrillea Veronica dari SMA Trisakti."

Damn.

Hancur. Sesak, runtuh pertahanan Ameyra saat itu juga. Air mata yang sedari tadi ditahannya, kini meluruh begitu saja. Bibirnya tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Badannya sudah lemas tak berdaya. Tak ada yang bisa ia lakukan selain terus menangis.

"Sekali lagi, kami minta maaf, Ibu Mawar."

"Terimakasih, Pak." Mawar menggandeng Ameyra keluar dari ruang itu.

Arya yang sedari tadi diam pun kini buka suara setelah mereka keluar.
"Saya bisa saja melaporkan tindak ketidakadilan anda sebagai kepala sekolah SMA swasta ternama di Magelang  kepada kepala Dinas Pendidikan."

Kepala sekolah tertawa. "Kamu mau melaporkan saya? Punya bukti apa kamu?" 

"Saat ini saya memang belum punya bukti. Tapi, secepatnya saya akan mendapatkan bukti yang kuat bahwa Ameyra tidak bersalah." Arya meninggalkan ruangan kepala sekolah.

                                        ʚɞ

Mawar dan Ameyra pulang ke rumah, tidak ada percakapan sepanjang perjalanan.

Sesampainya di rumah, Mawar mendorong Ameyra hingga terjatuh di lantai.
"PUAS KAMU MEMBUAT SAYA SEBAGAI BUNDA KAMU MALU, AMEYRA? PUAS KAMU? APAKAH SELAMA INI BUNDA PERNAH MENGAJARKAN KAMU SEPERTI ITU? APA PERNAH? APA YANG ADA DALAM PIKIRANMU AMEYRA?"

Mawar memegang rahang Ameyra. "JAWAB!! JANGAN HANYA MENANGIS SUPAYA SAYA KASIHAN SAMA KAMU!"

"Bunda, tolong percaya Meyra! Meyra nggak ada niatan, Bun. Meyra cuma dijebak. Bun-"

"Cukup! Saya sedang tidak ingin berdebat. Saya benar-benar kecewa sama kamu."
Mawar memotong ucapan Ameyra. Lalu menyeret dan mengunci Ameyra di dalam kamar.

"Bunda jangan! Bunda, Meyra mohon jangan kurung Meyra. Bundaa!"

Teriakan Ameyra tidak Mawar hiraukan. Ia memilih pergi ke kamarnya sendiri untuk menenangkan diri. Ameyra menangis di sana. Selain sakit hati, ia juga merasakan sakit di pinggangnya.

"Sakit, aku capek, aku nggak sanggup. Ini terlalu berat, kapan aku merasakan kebahagiaan seutuhnya?"

Ameyra memeluk boneka beruang berukuran besar pemberian neneknya. "Nenek, Mey kangen, Mey mau ikut nenek aja, ya?"

"Bunda, Iva, Oliv, Arya maafin Mey, ya. Mey nggak kuat."
Ameyra terus-menerus menangis.

                                    ***

Berita heboh ini dengan cepat menyebar ke sosial media. Ivanya yang kebetulan sedang stalking sekolah sahabatnya itu sangat syok. Di satu sisi, ia meragukan kebenaran berita itu. Tapi di sisi lain, ia takut berita itu fakta karena banyak bukti video amatir.

Ia segera membuka chat Ameyra dan mengetikkan pesan singkat. Tapi, perasaan tidak enak karena chat sahabatnya itu hanya ceklis 1.

Ia berniat mengirim pesan kepada Olivia namun ia urungkan karena jam istirahat di sekolahnya sudah habis.

                                      ʚɞ

Arya frustasi melihat komentar negatif dari postingan instagram sekolahnya.

Ting ....

                                      Olivia

Ar
Gw tunggu di rooftop sekarang.
Penting.


Oke.

Arya membalas singkat pesan itu dan langsung menuju rooftop.                                                                      

"Ada apa?" tanya Arya ketika sampai di rooftop.
I

a terkejut melihat siapa yang saat ini bersama Olivia.

"Viola? Karin?"

"Iya, ini kami," jawab Karin.

"Ada apa ini?"

"Ar, kita mau bantuin kamu memberikan bukti yang kuat kepada kepala sekolah tentang kasus Ameyra. Di sini ada Viola dan Karin yang jadi saksinya," jelas Olivia.

Mata Arya berbinar.
"Benarkah?"

Mereka mengangguk.

"Apa kami perlu cerita dulu ke kamu sebelum ke kepala sekolah?" tanya Viola.

"Ah tidak perlu. Langsung saja. Supaya kasus ini cepat selesai."

Mereka berempat menemui kepala sekolah. Di sana juga sudah ada guru BK, waka kesiswaan, dan juga wali kelas.

Viola dan Karin menceritakan kronologi lengkapnya tentang rencana licik Ellena.

Semua orang yang mendengarnya terkejut bukan main. Terutama kepala sekolah. Tubuhnya seketika melemas, ia menangis tak menyangka kalau putri tunggalnya yang menjadi dalang di balik semua kejadian ini.

"Saya ingin menemui Ameyra lagi."

Mereka mengangguk kecuali Arya.

"Tidak semudah itu. Setelah Anda mencaci-maki dia, jangan harap bisa mudah menemuinya."

"Saya mohon, Arya."

"Ar, udah, Ar. Jangan diperpanjang, katanya kamu mau kasus ini cepat selesai, kan?"

"Tapi, Liv-"

"Udah ayok kita ke rumah Ameyra," potong Olivia.

Mereka keluar dari gerbang SMA TRISAKTI. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang menatap mereka dari kejauhan. Ia adalah orang yang selama ini mengawasi kemana pun Ameyra pergi, ia mengawasi secara diam-diam.

"Semoga aku tidak terlambat untuk bertemu dan meminta maaf kepada mereka."

Sesampainya di rumah Ameyra, mereka tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Mawar tidak mengizinkan mereka untuk masuk. Terpaksa mereka harus pulang dan berencana akan kembali mendatangi rumah ini besok pagi.

Di tempat lain, Ivanya tidak bisa fokus mengerjakan tugasnya. Entah kenapa pikirannya mengarah ke sahabatnya. Ia cemas, khawatir, ditambah lagi ponsel sahabatnya itu belum aktif sejak pagi.

Ia memutuskan menghubungi Olivia, namun nihil. Ponsel gadis itu juga tidak aktif. Ivanya frustasi.
"Arghh."

Ivanya panic mode on.
Gimana kalau kalian jadi Iva?

~see you next part~

Rest In Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang