15

91 21 1
                                    

Dinda berkacak pinggang, menyoroti Jordan dengan tajam yang anteng duduk di kursi paling belakang kelasnya yang telah usai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinda berkacak pinggang, menyoroti Jordan dengan tajam yang anteng duduk di kursi paling belakang kelasnya yang telah usai. Pria itu nyengir, lalu berdiri dan menghampiri Dinda yang belum ada niatan membereskan kertas kuis yang diisi oleh anak didiknya hari ini. Dinda tidak membenci Jordan, ia hanya sedikit kesal karena Jordan mengikuti kelasnya dari awal sampai selesai, turut berbaur dengan siswa dengan pakaian casual--tapi tetap mencuri perhatian kelas sampai Dinda harus menegur beberapa anak-anaknya yang diam-diam memperbincangkan ketampanan seniornya kala SMA itu.

"Ini penilaian?" Tanya Dinda to the point, membiarkan Jordan duduk di kursi hadapannya.

Jordan tertawa. "Ya, bisa jadi."

"Anak-anak jadi nggak fokus, Kak." Kata Dinda resah, beringsut membereskan kertas di atas mejanya.

"Hiburan."

Dinda melongos, pemikiran Jordan memang tidak pernah bisa dipahami. Sejak SMA pria itu selalu bersikap di luar nalar manusia normal, hingga sekarang meski pria itu sudah memiliki lembaga kursus sekali pun.

"Habis ini mau ke mana?" Tanya Jordan memperhatikan Dinda yang teramat fokus dengan pekerjaannya.

"Kelasku sampai malam, Kak. Paling mau makan siang di dekat sini."

"Bareng, yuk?"

Takut salah dengar, Dinda mengalihkan pandangannya ke arah Jordan yang bersandar di kursi dengan santai. Pria itu menyunggingkan senyum lebar kepadanya, tampak tidak bermain-main dengan ajakannya barusan.

"Nggak, ah. Mau makan sama temen-temen yang lain." Elak Dinda tanpa sungkan.

"Permintaan pemilik kursus, nih, Din. Yakin mau nolak?" Tanya Jordan usil dan Dinda mengerutkan hidung.

"Nanti temen-temen lain mikirnya ga baik, Kak."

"Masa bodoh. Kan, mereka tahu kalau kamu adek kelas aku waktu SMA." Kata Jordan lugas lalu mengerucutkan bibir. "Temenin, ya? Aku kesepian, nih, nggak punya temen makan siang."

Napas Dinda terhela panjang. Kalau Jordan bukan pemilik kursus, ajakan pria itu bisa diiyakan Dinda dengan mudah. Masalahnya, Jordan adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja sebagai tutor sekarang. Dinda tidak ingin kata-kata sumbang menerpanya karena dekat dengan Jordan. Selain itu, ia dan Jordan memang tidak sedekat itu untuk bisa makan siang bersama.

"Ingat loh, Din, aku atasanmu. Titah atasan bukannya harus dituruti, ya?" Tanya Jordan retoris, sukses membuat Dinda melemparkan sebuah bola kertas kepadanya--yang bisa ditangkap Jordan dengan mudah sambil terkekeh geli.

"Kalau ada apa-apa kamu tanggungjawab, ya, Kak!" Dinda mengancam dan Jordan tetap tertawa, balas berseru.

"Udah dibilang jangan dengerin kata orang!!"

~~~

"Katanya, makanan Sunda di sini enak-enak, Thew. Kamu suka, kan?" Tanya Yona kepada Matthew yang duduk tanpa ekspresi di hadapannya. Pria itu daritadi memandang kosong ke arah pintu masuk warung makan yang didatanginya bersama Yona. Merasa sedikit sumpek karena ramainya warung itu, berbanding terbalik dengan restorannya yang tentram dan damai meski banyak pelanggan sekali pun.

Unbroken String [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang