Lexie baru selesai mandi, saat itu pukul 5 sore. Usai makan siang tadi, dia dan Sydney sepakat untuk tidak terlihat bersama agar mengelabui suruhan sang ibu, bahkan Sydney memutuskan untuk tidak berkunjung dulu ke penthouse mewah Lexie untuk saat ini.
Dan saat Lexie sedang asyik memilih-milih baju, rupanya ponsel Lexie berdering.
"Ya? Ada apa Nolan?" Tanyanya pada sang supir.
"Tuan muda, apa anda ada di penthouse sekarang?"
"Hmm. Kenapa?"
"Ayah anda sudah sampai di rumah dan beliau meminta semua anggota keluarga berkumpul"
Lexie menghela kemudian memutar bola matanya dengan bosan. "Huh. Mau ngapain lagi sih" gumamnya
"Halo? Tuan muda? Apa perlu saya jemput?" Kata Nolan lagi di telepon, dia masih menunggu respons majikannya ini.
"Uh... Gak usah, aku akan ke sana sendiri bawa mobil. Sampaikan saja pada mereka mungkin sekitar 30 menit lagi aku akan ada di sana"
"Baik, Tuan Muda"
Lexie tampak mematikan sambungan teleponnya, dia lalu tertegun dan berniat menelepon Sydney. Namun dia berpikir lagi dan mengurungkan niatnya. Lexie lebih memilih bersiap untuk pulang ke rumah keluarganya.
Kini dia sudah berada di dalam mobilnya, fokus menyetir sendiri, sambil memikirkan bujukan yang diberikan Sydney soal merivisi surat jalan untuk pertambangan Port Antolin yang sempat terpending oleh sang ayah karena kakeknya tiba-tiba sakit.
Lexie sesekali menghela napasnya, dan akhirnya dia menyerah. Seharian saja tak mendengar suara Sydney seakan neraka baginya. Jadi Lexie menghubungi Sydney melalui perangkat bluetooth wireless di dalam mobil dan tersambung ke ponsel pintarnya.
Bunyi nada sambung membuat Lexie sedikit gugup, gugup apakah Sydney akan menjawabnya atau mengabaikan telepon darinya...
"Hey? Ada apa sayang?" Ya! Kini dia bernapas lega mendengar suara sang kekasih pujaan di telepon menjawab panggilannya.
"Hey, kau sedang sibuk?" Tanya Lexie
"Hmm... Gak kok, aku tadi habis berbenah saja. Ini baru selesai, tepat pas aku jawab teleponmu" ujarnya terkekeh. Sydney kemudian duduk di kasurnya. "Babe? Kenapa? Kok kedengarannya agak lesu? Ada masalah lagi?" Sydney memastikan, ya. Sydney begitu peka dengan keadaan Lexie meski dia hanya mendengarnya melalui speaker telepon. Dia bisa tahu Lexie sedang tak baik hanya dari nada bicaranya
Lexie mesem girang di mobilnya mendengar pertanyaan Sydney, "Kau benar-benar sangat mengenal diriku, Syd. Bahkan hanya dengan telepon saja kau tahu aku pasti sedang merasakan sesuatu yang tak aku suka" ujarnya, dibalas dengan kekehan kecil yang terdengar dari Sydney. "Babe... Aku sedang dalam perjalanan ke rumah keluargaku. Nolan bilang, Dad sudah kembali dari Kolorado. Bagaimana jika aku gak bisa menghadapinya?"
"No, you can do it! Gak apa, Lex. Kamu pasti bisa hadapi ayahmu, bicara dengan tenang padanya, hmm? Jika beliau emosi, jangan kau balas. Tatap matanya dengan keteduhan, seperti saat matamu menatapku di restoran tadi siang" ujarnya lembut. Mendengar suara Sydney saja membuat Lexie merasa ingin mendekap gadis itu saat ini juga.
Lexie menarik napasnya lagi. "Huh... Baiklah"
"Kau harus tahu bahwa aku akan selalu mendukungmu, Lex. Aku akan selalu di sampingmu"
"I know. You're the best I have, Syd. Tapi..."
"Hmm?"
"Apa menurutmu aku harus benar-benar melakukannya? Maksudku, merevisi berkas itu? Karena aku gak yakin"
"Jadi.... Kau mau aku meyakinkanmu?"
Kemudian Lexie dan Sydney sama-sama terkekeh di telepon mereka. "Baby, kau tahu hanya kau yang bisa melakukannya"
"Tapi dad sudah kembali, apa dia akan mengizinkanku?"
"Hmm... Jika memang kau terlambat, gak ada yang perlu disesalkan. Tapi lain kali kau bisa jadikan itu pelajaran, untuk membuat keputusan lebih cepat dan matang"
"Okay... Aku mengerti" kata Lexie dengan senyum simpul, "Babe, sebentar lagi aku sampai, nanti aku coba hubungi lagi yaa kalau pertemuan keluargaku sudah selesai"
"It's okay... Take care, baby"
"I love you, Sydney... So much" Lexie menambahkan.
"Love you more" jawab Sydney.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan akhirnya, Lexie sampai di pekarangan rumah megahnya yang selama beberapa bulan ini jarang dia kunjungi karena Lexie sudah memiliki penthouse sendiri di sebuah gedung apartemen termahal di kota itu.
Dia menutup pintu mobilnya dan bergegas masuk menuju pintu utama. Dia sampai di ruang tamu yang luas dan sepi, kemudian Lexie mengarah ke sebuah pintu yang terdapat di sudut ruang tamu, dia membukanya dan masuk, itu adalah ruang meeting keluarga yang terdapat di dalam rumahnya.
Namun baru saja Lexie menapakkan kakinya di ruangan itu. Sang ayah menyambarnya dan menarik kerah kemeja yang Lexie pakai hari itu.
"APA YANG KAU LAKUKAN DI KOLORADO SAMPAI KAU TAK DATANG KE MEETING AKBAR, HUH?" Sang ayah tampak murka membuat punggung Lexie menempel dinding sambil mencengkeram kerah baju Lexie dengan sangat erat, wajahnya tampak merah padam dengan urat-urat menjalar terlihat keras di leher dan dahinya.
Sementara Lexie mengernyit dahi dengan ekspresi tak kalah marah meski tak semurka sang ayah. Dia memegang tangan sang ayah yang mencengkeram kerah kemejanya dan berhasil melepaskan cengkeraman itu sambil dia banting kecil.
"Aku datang dengan baju rapi dan formal! Bahkan itu adalah penampilan kedua terbaikku selain saat aku wisuda di Australia! Dan Dad justru lebih percaya pada mereka yang memfitnahku?" Jawab Lexie menggebu, dia sama kesalnya dengan sang ayah, tapi ucapan Sydney di telepon tadi membuat dia mampu mengendalikan emosinya yang memuncak, ucapan itu masih terdengar di kepalanya. "Daddy bisa tanya Nolan untuk memastikan kehadiranku di sana!"
Lexie mengambil langkah menjauh dari sang ayah dengan tatapan tajamnya. Dia kemudian berusaha membenahi kerah bajunya yang tampak kusut akibat cengkeraman tangan ayahnya yang begitu kuat.
"Bahkan dad gak tahu bahwa kabar mereka semua menolakku menjadi pemimpin yang mewakili perusahaan berembus kencang saat aku di sana, huh?!" Lexie mulai meninggikan nada bicaranya, menatap sang ayah yang memunggunginya. Napas Lexie masih menggebu karena amarah, Lexie kemudian beralih ke sang ibu yang duduk tegang melihat adu argumentasi suami dan anak lelakinya ini . "Mana surat jalan Port Antolin yang harus direvisi itu? Aku akan melakukannya jika belum juga direvisi" kata Lexie pada sang ibu yang baru akan membuka mulutnya untuk bicara, namun ayah Lexie segera menyambar lagi.
"Sudah terlambat! Mereka sudah mengajukan gugatan penuh ke pengadilan untuk Findex agar membayar ganti rugi dan denda ke mereka sebesar 2,7 Miliar"
Lexie kemudian menoleh pada sang ayah, kini tatapan marahnya berganti menjadi tatapan terkejut nan bingung. "2,7 Miliar? Itu uang yang kecil bagi perusahaan kita, kan? Aku memang gak pernah peduli tentang perusahaan, tapi aku yakin perusahaan kita pasti punya tabungan dan aset lebih yang cukup untuk membayar mereka" ujar Lexie sambil menoleh ke ayah dan ibunya secara bergantian.
Lalu sang ayah menggelengkan kepalanya dengan tatapan pasrah dan bibir yang mengkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale as Old as Time
RomanceAlexio Finneas, anak laki-laki dari keluarga konglomerat, pengusaha besar pemilik Findex Co. Dan ZurLex Group tengah memiliki dilemma karena pertunangan tiba-tiba yang diajukan oleh keluarganya dengan putri dari klien sang ibu. Tentu saja Alexio yan...