Awal Mula

0 0 0
                                    

Cinta sebenarnya tidak perlu diungkapkan. Cinta akan terlihat dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Ungkapan cinta bisa saja hanyalah kata-kata manis yang diucapkan oleh sang mulut, dan kenyataannya jauh berbeda dari itu.

Perempuan itu bernama Listia Cintya Azzahra. Bisa dipanggil Listia, Cintya ataupun Zahra. Asal jangan dipanggil Azzah. Nanti dia bisa marah. Tapi, ia lebih dikenal dengan nama Cintya.

Sedikit tentangnya. Dia adalah seorang perempuan yang memiliki kecantikan luar biasa. Wajar kalau banyak lelaki yang menyukainya. Dia juga mempunyai perangai yang baik. Wajar juga kalau banyak orang yang nyaman dekat dengannya. Itulah Listia Cintya Azzahra.

Hari Senin, hari di mana upacara bendera diadakan. Cintya turun dari mobil dan bergegas untuk menuju ke sekolahannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 06:58, yang itu artinya upacara bendera akan dilaksanakan dua menit lagi.

"Gawat! Udah hampir telat," katanya sambil melihat ke arah jam tangannya.

Dengan tubuhnya yang mungil, jelas itu memudahkan dirinya dalam bergerak. Alhasil ia pun bisa dengan cepat sampai ke tempat yang ia tuju. Nampak jelas di depan matanya barisan siswa siswi SMA yang akan melakukan upacara bendera. Beruntungnya, masih baru akan dimulai, bukan sudah dimulai. Ia sedikit lega karenanya.

"Eh, Cintya. Kenapa baru dateng?" Seseorang menyambut kedatangan Cintya dengan sebuah pertanyaannya.

Seseorang itu adalah seorang lelaki yang dikenal dengan nama Irfan, anak kelas 11 IPS yang kelihatannya juga menyukai Cintya.

"Iya," jawab Cintya singkat.

"Capek banget, ya, lari-larian gitu?" tanya Irfan. Cintya diam.

"Hmm.... Pasti capek, ya? Ya sudah, biar aku saja yang bawain tas kamu ke kelas. Kamu langsung saja ikut barisan," ucap Irfan.

"Nggak, nggak usah," tolak Cintya mentah-mentah.

Yah, bagi Cintya, Irfan cuma ia anggap sebagai teman, tidak lebih. Meski ia tahu bahwa lelaki itu menyukainya, tapi ia tak berniat sedikitpun untuk membalas rasa sukanya. Karena pada dasarnya, perasaannya itu tidak bisa dibohongi. Ia benar-benar tidak bisa membalas rasa suka yang Irfan berikan kepadanya.

"Cintya, ayolah! Biar aku saja yang taruh tas kamu di kelas. Kamu capek banget kayaknya," ucap Irfan memaksa. Cintya diam.

"Kalau kamu gini terus, nanti upacaranya keburu dimulai, lho. Kamu mau kena hukum?" lanjut Irfan bertanya.

"Ya, ya udah deh," kata Cintya. Irfan tersenyum penuh kemenangan.

Tak lama berselang Cintya menyerahkan tas yang ia cangklong itu kepada Irfan. Irfan pun bergegas untuk menjalankan tugas yang ia minta dengan sendirinya. Padahal waktu terus berjalan dan upacara juga sudah hampir dimulai.

Cintya bergabung ke barisan. Ia berdiri di samping teman perempuannya, yang juga sekelas dengannya. Namanya Renita, cantik wajahnya, tapi galak orangnya. Tidak ada satupun lelaki yang berani melawannya.

"Tuh cowok mau ngapain?" tanya Reni kepada Cintya sambil berbisik.

"Katanya mau naruh tasku di kelas. Padahal udah kularang," jawab Cintya.

"Heh, udah biarin aja! Cari perhatian aja dia tuh. Padahal kalau cuma tas, ditaruh di sembarang tempat dulu kan bisa. Nanti habis upacara baru diambil," ucap Reni.

"Iya sih," kata Cintya.

"Lihat aja nanti! Pasti dia kena hukuman. Berani jamin, dah," kata Reni.

Cintya cuma tersenyum. Dalam hati ia menganggap bahwa tebakan Reni akan berakhir dengan kenyataan. Tebakan itu semakin diperkuat oleh sang petugas pembawa acara yang sudah bersiap untuk memulai upacara bendera.

Upacara telah dimulai, dan lelaki itu belum kunjung kembali. Hingga tak lama kemudian, dia datang bersama salah satu guru yang bernama Pak Charis. Reni yang melihat hal itupun tertawa pelan.

"Tuh kan? Kubilang juga apa," bisik Reni ke Cintya. Cintya pun ikut tertawa pelan.

Lelaki bernama Irfan itu dipaksa oleh Pak Charis supaya berdiri di depan semua peserta upacara sampai upacara berakhir. Itu merupakan suatu hal yang tentunya membuat dia malu. Walau bagaimanapun juga, disaksikan oleh banyak pasang mata adalah sesuatu yang mendebarkan.

30 menit telah berlalu, dan upacara bendera pun juga telah usai. Semua murid mulai pergi menuju kelasnya masing-masing untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di pagi yang cerah ini. Namun tidak dengan Irfan yang masih harus berhadapan satu lawan satu dengan Pak Charis.

Cintya yang menyaksikannya dari jauh agak merasa bersalah. Meskipun apa yang dilakukan Irfan hingga dihukum itu bukan atas perintahnya, tapi ia merasa bahwa ia telah terlibat di dalamnya. Irfan dihukum karena harus menaruh tas miliknya di dalam kelas. Maka dari itu ia agak sedikit merasa bersalah.

Bukan soal cinta, tapi soal rasa kemanusiaan. Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa Cintya adalah gadis yang baik. Di saat dirinya melihat Irfan dihukum, tentulah simpatinya muncul. Tapi ia bisa apa? Ia tentunya tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya menaruh rasa kasihan kepada lelaki itu.

"Hei Cin. Kok bengong, sih. Ada apa?"

Salah seorang teman sekelasnya menanyainya. Suara itu jelas terdengar milik seorang lelaki. Cintya langsung menoleh dan mendapati salah satu teman lelakinya berdiri di dekatnya sembari menatapnya sambil menampakkan sebuah senyuman.

"Nggak, nggak apa-apa," jawab Cintya.

"Ah, jangan bohong deh," ucap lelaki itu.

"Enggak bohong, Zal," kata Cintya.

Lelaki yang akrab dipanggil Rizal itupun mengikuti arah pandang Cintya yang tadi. Alhasil ia segera mendapati Irfan yang sedang dihukum oleh Pak Charis.

Oh ya, tentang di mana keberadaan mereka. Sedari tadi memang Cintya masih berada di teras kelas sendirian. Hingga kemudian Rizal datang dan menemaninya.

"Itu bukannya Irfan?" tanya Rizal.

"Iya," jawab Cintya.

"Oh, jadi dari tadi itu yang kamu lihat? Jangan bilang kalau kamu suka sama dia," tebak Rizal.

"Jangan sembarang! Aku gak suka sama dia," kata Cintya.

"Syukurlah kalau begitu," ucap Rizal.

Cintya pun langsung menatap Rizal dengan penuh keseriusan. Tatapan Cintya berhasil membuat Rizal bingung tentang kenapa gadis cantik itu menatapnya seperti itu.

"Syukurlah? Emang kenapa?" tanya Cintya.

"Eee.... Ah, nggak apa-apa, kok," jawab Rizal ragu.

"Jawab aja!" pinta Cintya.

"Itu.... Syukurlah kalau kamu gak suka sama Irfan," jawab Rizal.

"Emang kalau suka kenapa?" tanya Cintya.

"Kalau suka.... Kalau suka ya, pokoknya jangan!" jawab Rizal terbata-bata.

"Kenapa jangan?" tanya Cintya lagi.

"Ya jangan aja. Soalnya, si Irfan itu laki-laki yang gak baik," jawab Rizal.

"Emang kamu baik?" tanya Cintya.

"Hehehe.... Ya enggak juga, sih. Tapi aku akan berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi," kata Rizal.

"Berarti Irfan pun sama. Dia emang gak baik, tapi bisa jadi dia juga mau berubah jadi lebih baik lagi," ucap Cintya.

"Ah, nggak mungkin Cin, kalau dia," ucap Rizal.

"Gak ada yang gak mungkin di dunia ini," ucap Cintya cepat.

Dan seketika itu juga Rizal langsung terdiam. Ia pastinya merasa bahwa yang diucapkan oleh Cintya adalah hal yang benar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Misteri Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang