Satu

2 0 0
                                    

Selalu begini, disaaat jariku sudah bersiap bermain cantik diatas keyboard semua yang diotak seakan menguap terbawa angin entah kemana. Sedangkan saat aku tidak menggenggam ponsel atau memegang pena semua seakan tersusun dengan sangat indah di dalam kepalaku. Huft...

Seperti biasa, saat aku menulis itu artinya suasana hatiku sedang tidak baik baik saja. Entah sebagai siapa kali ini aku menulis. Setiap kali aku mau memulai mencurahkan semua yang berada di hati dan otak yang kacau, semuanya menguap begitu saja. Menulis bukan hal yang mudah ternyata. Tujuanku melakukan kegiatan ini hanya untuk menenangkan perasaaanku. Hanya dengan menulis aku bisa meluapkan semuanya tanpa merasa takut mendapatkan penghakiman ataupun respon yang tidak aku harapkan. Kuakui aku egois, aku tidak suka respon yang tidak berada dipihakku. Bukannya mendapatkan kelegaan, hal itu malah akan semakin memupuk emosiku, aku sadar betapa egoisnya aku. Tapi itu semua memang benar aku tidak akan mengalak apapun disini dan akan mengakui semuanya secara jujur dari dalam hatiku. Aku sangat tempramental. Aku tidak bisa mengontrol emosiku sendiri meskipun aku sangat mau.

Apakah kalian tau, bagaimana rasa lelah dan sakitnya ketika kalian tau apa yang kalian perbuat itu salah tetapi kalian tidak bisa berbuat apa apa. Ada sebagian perasaan dalam diri jika itu salah dan tidak boleh dilakukan namun sebagian yang lain menyatakan bahwa hal tersebut memang wajar dilakukan. Rasa ketika kamu tak berdaya atas semua yang telah terjadi, apa yang membuatmu menjadi berada di titik seperti ini. Sebelum orang lain meminta untuk merelakan, mengikhlaskan hingga melupakan, diriku sendiri sudah menginginkan itu dengan kuat. Hidup dalam bayang bayang masa lalu, dalam genggaman rasa sakit dan pilu, dalam perasaan yang tidak pernah tenang, dalam rasa takut yang terus menghantui, dalam rasa kecewa akan kenyataan dan dalam penyesalan serta selalu menyalahkan diri atas apa yang terjadi itu bukan hal yang mudah, sungguh. Itu menyakitkan. Ragaku ada disini tetapi hati dan pikiranku tidak pernah ada menyertai. Mudahkah hidup seperti ini menurut kalian? tidak. 

Aku bisa tertawa, aku bisa ceria, bahkan aku bisa melawak disaat hatiku berteriak keras meminta penjelasan, meminta keadilan yang pada akhirnya hanya membuatku menangis. Aku bisa melakukan itu setelah bertahun tahun mendapatkan rasa sakit yang tidak kuceritakan pada siapapun. Kepercayaanku hilang, rasa aman dan nyaman juga tidak kumiliki lagi. Perlahan kepercayaan diriku juga melebur bersama dengan keraguan dan kesalahpahaman yang selalu mereka tujukan padaku. Aku tersenyum atas semua rasa sakit yang aku punya saat ini, sembari bertanya pada Tuhan hadiah terbaik apa yang akan Dia beri setelah aku melalui semua ini? Akankah diujung jalan sana ada senyuman tulus karena rasa bahagia yang akan aku dapat setelah semua ini? Atau apa?

Jika sudah ada sedikit penjelasan semua yang terjadi akibat keadaan ekonomi, lantas mengapa setelah keadaan ekonomi itu membaik kasih sayang itu juga tak jua aku dapatkan? Kenapa perlakuan tak mengenakan itu masih aku dapatkan hingga kini? Jika dulu aku sangat disayang, lantas mengapa setelah ada sosok lain aku merasa aku terbuang ataukah aku memang sengaja dibuang? kemana semua pertanyaan ini harus aku tujukan untuk mendapatkan jawaban?

Demi Tuhan, aku lelah. Semua pertanyaan itu tak kunjung aku dapatkan jawabannya. Belum lagi rasa sakit ini telah menimbulkan masalah lain untukku. Semua dampak yang kuterima dinggap sesuatu yang terjadi akibat aku yang tidak bisa merelakan masa lalu dan hanya mengungkit kesalahan. Oh Tuhan, apakah ini semua lelucon semata? Ini menyakitiku sangat dalam, bergerak dengan terbatas, berekspresi yang tidak sesuai dengan hati. 

Kenapa Tuhan, kenapa hanya dilihat dari sudut pandang jika aku pendendam dan tidak bisa merelakan semua yang terjadi, tak bisakah Tuhan mereka berpikir dan memiliki pertanyaan yang sama denganku bahwa kenapa bisa semua ini terjadi padaku? Apa alasan yang sebenarya? Apa yang menyebabkan hal ini? Apa kesalahan yang telah aku lakukan hingga aku mendapatkan ini dari sosok yang seringkali menjadi cinta pertama untuk seorang putri diluaran sana?

Aku kecewa, sangat kecewa. Kukira mencurahkan segalanya tadi malam aku akan mendapatkan ketenangan nyatanya engga malah tambah sakit. Memang seharusnya aku tidak menceritakan apapun pda siapapun. 

Taukah kalian, jika dengan menuliskan semua ini harus menahan sesak di dada serta menahan agar tidak ada anak sungai dibawah mata? Bukan sekali, tapi berkali-kali.Bahkan beberapa akhir ini aku merasa keadaan mentalku sedang jatuh. Aku tidak berniat mendiagnosis keadaan mentalku sendiri. Aku hanya menuliskan semua yang aku rasakan. Rasa takut akan kegagalan menjadi tekanan tersendiri untukku. 

Bagi orang sepertiku, sesuatu yang dianggap sepele untuk orang normal dapat sangat menyinggung perasaanku. Sedangkan alam bawah sadarku sendiri tau, bahwa seharusnya aku tidak mudah tersinggung. Itu merupakan contoh sederhana bagaimana sulitnya aku tetap menjaga kewarasan disaat terdapat dua sosok berperang berlawanan. 

Dibalik sikapku, keangkuhanku, keegoisanku, kemarahanku, dan semua yang aku tunjukkan, ada rasa takut teramat dalam dihatiku, takut melukai orang lain baik secara fisik maupun psikis, takut melukai mereka tanpa sadar, dan kemudian menyalahkan diriku sendiri dan berakhir aku membenci diriku sendiri dengan teramat sangat. 

Seringkali aku terlihat terlelap, namun pada kenyataannya aku hanya sedang mengontrol diri agar tidak terlarut dalam ketidawarasan mentalku. Terlihat diam tidur, nyatanya otakku terus bekerja dengan keras beserta dengan mata yang menahan aliran anak sungai dan dada yang berusaha untuk tetap terlihat bernapas normal. 

Sudah kuputuskan jika pada akhirnya aku harus datang ke psikologi aku tidak ingin ditemani siapapun. Bahkan keluargaku. Aku ingin menyelesaikan semuanya sendiri. Rasa takut terhakimi itu masih ada berdasarkan dari respon yang aku terima dari sekitar. Harapan terakhir pada Beliau pun juga sedikit mengecewakan aku hehe. Ya mungkin memang begitu pada akhirnya aku sendirian, tidak ada pihak lain yang menemani. Sudah kubilang pikiranku ini tidak waras, jadi memang begini keadaanya aku akan selalu merasa tersakiti. Ah sudahlah aku bahkan sudah muak dengan diriku sendiri apa lagi orang lain yakan. Memang ujungnya yang salah adalah aku. 

My DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang