Senyum Mereka

9 6 0
                                    

Semburat senja menghiasi langit sore di ibukota. Tiga perempuan belia sedang mendengarkan musik sambil menggerakan badannya dan suasana hati ketiganya mungkin sudah membaik.

"Eh besok disuruh bawa karton sama buat power point kan?" tanya Raina.

"Cari sekarang aja yuk! Kebetulan kita lagi diluar juga kan." usul Inggrid.

"Tuh toko perlengkapannya ada di sebelah kanan." ujar Fashakira sambil mengarahkan telunjuknya ke arah toko itu.

Inggrid berbelok dan memposisikan mobilnya dengan benar. Kemudian ketiganya memasuki toko itu.

"Mau cari apa kak? Saya akan bantu carikan." ucap pramuniaga toko itu.

"Kami lagi cari karton buat tugas sekolah," kata Fashakira.

"Barang itu ada disebelah kiri, mari ikut saya!" Pramuniaga itu berjalan mendahului ketiganya.

Di sana tersusun rapih barang yang dicari mereka dari segi warna maupun ukurannya.

"Mau warna apa kak? Ukurannya yang kaya gimana?" tanya Pramuniaga.

"Yang biru aja kak agak besar ya, dua" kata Raina.

Pramuniaga itu mengambil apa yang dibutuhkan mereka dan segera membungkusnya lalu membawa barang itu ke kasir. Raina mengekor sambil melihat pernak-pernik disana.

Mata Fashakira tertuju pada tumpukan buku yang ada di rak. Raga gadis itu berjalan begitu saja tanpa memberitau sahabatnya.

"Eh Sha lo mau kemana?" Inggrid menyadari kepergian Fashakira.

"Mau cari buku catatan sebentar." jawabnya.

"Ikuuut!" Langkah Inggrid terbawa mengikuti jejak Fashakira.

"Ihhh lucu banget, sampulnya kupu-kupu!" pekik Fashakira gembira.

"Pelan-pelan bego, kuping gue sakit." ujar Inggrid menoyor kepala Fashakira pelan sang empunya malah terkekeh.

Raina yang tidak melihat keberadaan mereka mulai mencarinya di tempat tadi. Tanpa di duga barang mereka penuh sampai dua keranjang.

"Beli apa aja lo sampe penuh banget?" kata Raina berdiri di samping keduanya.

Inggrid menengok, "Cuma buku sama pulpen terus juga ada beberapa mainan edukasi." jelasnya.

Apa Inggrid bilang? Cuma?! Raina sendiri sampai bingung barang itu full milik keduanya.

"Mau kita bagiin ke panti asuhan, punya kita paling seperempat dari itu." terang Fashakira.

"Kayanya udah cukup nih Sha, yuk ke depan!" Inggrid berjalan lebih dulu.

Raina bersyukur memiliki sahabat seperti itu tidak lupa atas pemberian Tuhan dan berbagi ke sesama.

Fashakira dan Inggrid meletakan barang yang dibawanya untuk melakukan pembayaran.

"Totalnya enam ratus lima puluh ribu rupiah kak," ucap kasir yang sedang membungkus barang mereka.

Keduanya mengeluarkan masing-masing tiga lembar uang seratus ribu dan pecahan dua puluh lima ribu lalu mereka langsung membawa kantong belanja yang diserahkan kasir tadi.

"Mama gue udah nelponin nih, lo anter gue dulu ya Grid," pinta Raina.

Inggrid mengangguk karena dia juga akan menyerahkan barang ini ke panti asuhan setelah mengantar Raina, pikirnya.

Hening, Fashakira yang duduk di samping kursi kemudi menutup matanya, mungkin dengan dia tertidur beberapa menit akan meningkatkan tenaganya nanti.

Inggrid fokus menyetir dengan hati-hati mengemudikan kendaraan roda empat miliknya. "INGGRID AWAS!" pekik Raina. Namun, tak di sangka sebuah mobil dari arah belakang hampir menabrak mobilnya.

Untung saja di berhasil menghindar, "Sial nyari mati tuh orang!" hardik Inggrid.

Pengemudi lain hanya menatap ke arah mereka lagipula Inggrid tidak membuka kaca mobilnya, mungkin tidak terjadi sesuatu yang serius, pikir mereka.

Fashakira terbangun karena mendengar suara dua orang itu. "Kenapa?" tanya gadis itu membenarkan posisi duduknya.

"Hampir ada yang mau celakai kita," kata Raina.

Inggrid memberhentikan mobilnya, dia terkejut. Baru kali ini dia merasakan situasi seperti ini.

Setelah sudah membaik, dia mengemudikan mobilnya kembali. Jarak dari sini ke rumah Raina sekitar 100 meter lagi.

Fashakira menatap lurus jalanan dia memikirkan apa niat orang itu mencelakai ketiganya. Apa mungkin orang yang dikenal mereka? Pasti ini di sengaja.

"Thanks yaaa, kalian hati-hati!" kata Raina saat Inggrid memberhentikan mobilnya di depan gerbang rumahnya.

Sekarang waktu menunjukan pukul tujuh malam. Urusannya dengan Raina selesai dia pergi meninggalkan rumah itu. Waktu mereka tidak lama, adik-adik di panti mungkin sudah waktunya tidur jadi dia harus segera kesana.

Jalanan ibukota tidak semacet sore tadi dengan leluasa dia mempercepat laju kendaraannya. Sekitar satu kilo setengah dari rumah Raina kini kedua gadis itu tiba di pelataran bangunan yang isinya banyak anak-anak dibawah mereka tengah berlari ke arah keduanya.

Gadis cantik itu merentangkan kedua tangannya untuk menyambut raga yang sudah lama menanti kedatangannya.

"Maaf ya, kakak telat datang!" ujar Inggrid menundukan badannya.

"Kami pikir kakak tidak datang dan lupa sama kami." sahut anak laki-laki yang tingginya se-pinggang Inggrid.

Fashakira tengah dikelilingi banyak anak perempuan, bagi mereka Fashakira tipikal perempuan banget karena menyukai hal-hal manis.

"Kalau aku sudah besar, aku mau kaya kak Fasha, sudah pintar, cantik, dan baik pastinya." tutur anak perempuan yang memakai jepitan di rambutnya.

Fashakira tersenyum sumringah mendengar celotehan mereka. Dia sangat bersyukur bisa bernaung satu atap dengan keluargnya walaupun kedua orang tuanya sibuk akan kerjaan yang menyita waktu berharga mereka.

"Ayo! Kakaknya di ajak masuk dulu, kasian di luar dingin." tutur bu Puji, pemilik panti asuhan itu.

Mereka semua menurut lalu menarik lengan Fashakira dan juga Inggrid untuk masuk ke ruangan utama. Kemudian mereka semua bermain seperti tadi.

Seorang perempuan yang lebih tua dari kedua gadis itu tersenyum ramah sambil membawa tiga cangkir minum dan juga cemilan, dia meletakan demgan pelan di atas meja.

Inggrid yang mungkin saja masih terkejut meminum hingga tandas. Fashakira sampai melongo melihat tingkah sahabatnya itu.

"Maafin ya bu, Inggrid emang agak gimana anaknya," ujar Fashakira terkekeh.

Obrolan ketiganya mengalir begitu saja, sudah lama kedua gadis itu menjadi donatur tetap di panti asuhan bu Puji.

"Ini ada sesuatu buat adik-adik semua." Fashakira menyerahkan bawaannya ke bu Puji tidak lupa juga keduanya memberikan amplop berisi uang yang entah berapa nominalnya.

"Terima kasih banyak. Nak, kami bersyukur banget atas bantuan kalian!" tutur bu Puji sambil mengusap rambut keduanya.

"Kami pulang dulu ya bu, takut ada apa-apa di jalan." ujar Inggrid setelah mereka mengobrol selama dua jam lamanya.

Bu Puji menangguk, "Iya kalian hati-hati selalu taati aturan lalu lintas!" pesan bu Puji pada mereka.

Hi! Apa kabar kalian semua, semoga selalu baik-baik saja yaaa! Terima kasih yang sudah stay di cerita ini.

See you on the next chapter! ^_^

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang