Senin. Hari ini tepat satu minggu setelah Cleo dikeluarkan dari SMA-nya yang lama dan video bullying-nya tersebar di media sosial. Walau beritanya sudah mulai hilang, Cleo yakin ada sebagian orang yang masih mengingat namanya. Wajahnya. Kelakuannya. Serta dosa-dosanya di kepala mereka. Dan Cleo yakin golongan orang-orang pendendam tersebut juga ada di sekolahnya yang baru.Maka selama di perjalanan ke sekolah tadi, Cleo sudah mempersiapkan diri jika nantinya dia akan jadi objek perundungan balasan dari orang-orang itu. Cleo sudah siap dijauhi, dijadikan bahan omongan, disudutkan, ditusuk dari belakang, apa pun. Seperti yang Hera harapkan, Cleo akan menerima semua tindakan mereka tanpa sedikit pun perlawanan.
Tapi begitu dia sampai di SMA Gravika, lalu melihat penghuninya yang kedapatan mengenalinya tidak terlalu memedulikannya, ditambah guru-gurunya yang tidak membahas kasusnya di SMA yang lama padahal masalah itu cukup menghebohkan untuk dijadikan bahan omelan—Cleo jadi meragukan asumsinya sendiri. Entah karena sekolah ini sudah terlalu banyak siswa bermasalah jadi eksistensinya tidak begitu mengagetkan lagi, atau memang dirinya saja yang terlalu berpikiran buruk, tapi jika melihat dari situasi di depannya, di mana ada murid satu kelas yang dijemur di lapangan cuma karena tidak mengerjakan PR agama, Cleo pikir praduga pertamanya yang benar.
"Ayo, Cleo! Perkenalkan diri kamu ke teman-teman sekelas kamu."
Perkataan Bu Asda, wali kelas 11 IPS 3, menyentak Cleo yang sempat diam dalam kebingungan. Masalahnya bukan di kelas tempat dia harus memperkenalkan diri sekarang. Melainkan di lapangan sekolah. Tempat teman-teman sekelasnya disetrap.
"Halo semua," sapa Cleo, singkat dan canggung, "nama saya Cleo."
Tiga detik berlalu dengan hening. Sekumpulan anak IPS 3 di depannya tampak terdiam, mengamati Cleo dengan pandangan tak bisa diartikan. Cleo sudah mengira bahwa mereka pasti mengenalnya dan langsung membencinya. Tapi dugaannya salah besar begitu dilihatnya mereka mendadak tersenyum lebar.
"HALOO JUGA CLEOOOOO!!!" sapa mereka balik, dengan suara yang nyaris skompak. Bahkan ada beberapa anak yang mengiringinya dengan lambaian tangan. Seolah Cleo adalah Miss Indonesia yang sedang kunjungan pariwisata.
Cleo melongo. Sama sekali tidak percaya sapaan singkatnya yang cenderung ogah-ogahan tadi akan disambut semeriah ini.
"Cleo, kelas kamu ada di ujung kiri koridor ini, deket koperasi. Kamu bisa masuk ke sana duluan. Ibu mau ngurusin anak-anak bandel ini dulu," kata Bu Asda setelahnya.
Cleo yang tadi sempat shock pun segera mengangguk dan berbalik meninggalkan lapangan.
"Momsky! Kalau kita kapan boleh masuk kelas?!"
"Iya nih, Moms! Panaaaas! Buset dah! Pulang-pulang jadi martabak inimah."
"Emang kalian udah selesai nyalin surat Al-Baqarah-nya?"
"Udah dong, Moms. Tadi si Rama nyuruh kami ngeprint PDF-nya aja biar cepet."
"Yeee gembel! Kapan gua nyuruhnya?"
"Astagfirullah, Moms! Rama ngomongnya kasar!"
"UDAH DIEM! KERJAIN AJA PR KALIAN CEPET!"
Percakapan teman sekelasnya samar-samar masih didengar Cleo saat berjalan di koridor. Celetukkan-celetukkan yang bisa saja membuatnya tertawa jika saja Cleo tidak terus mengingat Hera di tiap detik dia bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan Dalam Bayang-Bayang
Ficción GeneralCleo tidak pernah merasa bersalah atas kematian Hera. Cleo juga tidak menerima fakta bahwa dia yang merundung Hera sampai cewek itu memutuskan untuk bunuh diri. Tapi semua orang mengatakan Cleo bersalah. Tantenya, wali kelasnya, teman-temannya di se...