01

1 0 0
                                    

_; _; _;

""

10 tahun kemudian

"Er," panggil seorang wanita paruh baya pada Erka Sizhylian. Atau yang kerap di pangil Er Dan wanita paruh baya itu adalah Ronalica Ezvhia, mama Er sendiri.

Ronal memberikan instruksi dengan bahasa isyarat. Ia bermaksud mengajak anaknya itu berangkat sekolah dengan diantar olehnya, bagi Ronal ini sudah menjadi rutinitasnya. Ia selalu khawatir pada Er, selaku anak tunggalnya.

Er pun mengangguk dan membalas ajakan ibunya dengan bahasa isyarat. Lalu keduanya pun beranjak keluar dari rumah sederhana peninggalan dari ayah Er itu.

Selama di perjalanan, Er tersenyum seraya mengamati orang yang berlalu lalang di sekitarnya yang tengah saling berbincang satu sama lain. Sungguh indah hidup seperti manusia normal, bisa dengan mudah berkomunikasi dengan mengunakan ucapan. Dan tidak perlu repot-repot menggunakan bahasa isyarat sepertinya.  Tapi pada akhirnya Er hanya bisa mengucap syukur pada tuhan yang maha kuasa.

Tak terasa perjalananpun berakhir. Ronal pun kembali berpesan melalui isyarat. Agar dirinya menjaga diri, dan tidak membuat masalah selama di sekolah.

Er mengangguk pasti. Ia sudah biasa melakukan apapun sendiri. Jadi ia anggap ini bukan hal yang berat.

Di tengah perjalanannya menuju kelas, tiba-tiba seorang perempuan asing dengan gaya tambut ponytail menghampirinya, lalu bertanya padanya tanpa mengunakan bahasa isyarat. Beruntung ia memakai alat bantu dengar jadi ia dapat mendengar perempuan itu dengan jelas.

"Hai, nama kamu siapa?" Tanyanya. Lalu Er pun menuliskan sesuatu di note book yang sebelumnya ia simpan di saku kemejanya, dengan satu pulpen yang juga tersimpan disana. Dan menyodorkannya pada perempuan itu.

Setelah melihat isi dari tulisan itu perempuan itu pun mendekatinya lalu berbisik di telinganya dengan pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah melihat isi dari tulisan itu perempuan itu pun mendekatinya lalu berbisik di telinganya dengan pelan.

"Kamu gak perlu minta maaf, Er."

"Ok, Er tapi kamu bisa dengar kan?" Tanya perempuan itu lagi.  Er mengangguk, "nama aku Tamy. Kamu bisa anter aku ke ruang kepsek gak?" Lanjut Tamy yang disetujui Er dengan anggukannya.

Setelah Tamy menyelesaikan urusannya di ruang kepsek.  Ternyata Tamy adalah murid baru dikelasnya. Dengan ragu Er ingin sekali mengajak Tamy untuk duduk sebangku dengannya.

Namun baru saja akan berbicara tiba-tiba bahunya di senggol dengan keras hingga beberapa buku yang dipegangnya jatuh.

"Upss sorry gue sengaja," ucap seorang perempuan yang tadi menabraknya. Ia adalah Feby, tak lupa di sebelahnya ada laki-laki jangkung yang setia merangkul feby. Dia kerap di panggil El. Itu setau Er.

Er hanya bisa menghela nafas. Seraya berjongkok membenahi buku yang tadi berjatuhan kelantai. Tapi dengan jahatnya Kaki jenjang milik El menendang tangan kecil Er.  Dan sontak membuat Tamy yang melihatnya meringis, dan menarik Er agar berdiri.

"Udah, Er biar gue aja," ujar Tamy seraya berjongkok dan membereska semua buku yang berserakan.

Sementara itu tangan Feby kemudian terangkat menampar wajah Er. tepat di area pipi yang mendekati telinga. Hingga membuat kupingnya berdengung perih.

"Lo! Ck, kebangetan ya!" Ujar Tamy setelah membereskan buku Er. Lalu Tamy dengan sigap merangkul Er, dan membawanya ke UKS.

Tamy semakin panik ketika cairan pekat berwarna merah menetes dari daun telinga Er. "Er, berdarah. Sakit yaa?"

Dengan dengungan yang tersisa dan bercampur lirihan suara Tamy yang membuatnya menggeleng lalu menuliskan sesuatu di buku komunikasinya.

'Kamu jangan panik. Aku udah biasa kok, maaf ya aku ngerepotin kamu, makasih'

Tamy yang membaca tulisan itu menggeleng tidak setuju. Seraya mengusap darah yang menetes dengan sapu tangan. "Sama-sama Er. Kamu gak ngerepotin kok. Emang tugas semua orang buat ngebantu satu sama lain,"

Setelah membereskan semuanya Tamy dan Er pun bergegas menuju kelas. Beruntungnya keduanya datang dengan tepat waktu.

Saat setelah Tamy mengenalkan dirinya di depan kelas, matanya terkunci ke beberapa objek yang mungkin akan menjadi redflag-nya. Yaitu El, dan ketiga orang di sekitarnya.

_; _; _;

Bel istirahat sudah berdering sejak dua menit lalu, kantin terasa begitu ramai. Dan disalah sati sudut kantin terdapat tiga lelaki tampan dan seorang perempuan. Tepatnya El, Farel, Leo, dan Feby. Keempatnya tengah berada di kantin yang belum telalu ramai.

Ditengah perbincangan keempatnya, tiba-tiba Leo melihat Er dan Tamy datang dengan beriringan memasuki kantin.

"Gue yakin kayaknya tuh murid baru bakal ikut jadi target bully kita, hahaha" ucap El disertai tawa renyahnya.

"Iya, by harus. Soalnya tadi aku kesel banget liat muka si Er yang Sok kecantikan itu," sambar Feby dengan geramnya.

"Ehh, gue kayak gak asing deh sama muka tuh anak baru," ucapan Leo membuat kedua temennya serempak menatapnya. Terkecuali El yang langsung bangkit untuk memulai aksinya.

"Er, sendiri aja? Ehh iya gue lupa mana ada orang yang mau ngedeketin cewe gagu kayak lo" Tanya El saat Er duduk di kursi kantin sendirian. Sedangkan Tamy memesan makanan.

Er terlihat sedikit ketakutan. Merasa ada yang tidak beres Er langsung berusaha beranjak untuk pindah kursi. Namun dengan cepat El menahan tangan kecil itu, dan menariknya hingga posisi telinga Er tepat di depan bibir tebal El.

"WOI GAGU. LO ITU GAK PANTES SEKOLAH DIMANA-MANA. KENAPA LO GAK MATI AJA!!" teriak El tepat di telinga Er. Tanpa peduli dengan Alat bantu dengarnya yang sudah berdengung keras karena teriakan Leo.

"Alat dengar lo kalo rusak kenapa dipake? Sini gue bantu buangin," lanjut Feby seraya mencabut paksa kedua alat ban yang terpasang di telinga Er. membuang alat itu ke lantai dan menginjaknya hingga hancur.

Er barusaha mencegahnya namun ia kalah cepat, karena tubuhnya lemas. Hingga akhirnya ia hanya bisa meronta kesakitan seraya tersungkur dan menjadi pusat perhatian beberapa orang di kantin. Sedangkan sisanya memilih untuk tidak peduli.

"Ngapain lo liatin gue?!! Awas lo kalo cepu ke guru!" Bentak Leo pada salah satu teman sekelas yang terus memperhatikan aksi ketiganya.

Dan tak lama kemudian leo menghampirinya dan menuangkan segelas teh panas. Dan nahasnya beberapa tetes air masuk ke telinga Er yang masih terasa perih.

Sensasi panas menjalar di sekitar leher, wajah, bahkan telinga kanannya, yang sudah terlihat merah padam. Er hanya bisa diam. Dengan darah yang perlahan menetes dari telinganya, Er hanya bisa menitikkan air matanya.

'Dengan keajaiban Tuhan, Er bisa sesabar itu buat ngehadapin mereka' batin seseorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari tempat Er terduduk. Namun sayang ia terlalu payah dan merasa mustahil untuk membantu Er.

"T--ohong. Tu-an 'uatin a-au,"(tolong. Tuhan kuatin aku) lirih Er, meski masih terdengar oleh Feby. Karena Feby berjongkok tepat di sampingnya.

"Kalo gak bisa ngomong diem deh, lo!!" Teriak feby seraya menoyor keras kepalanya. Baru saja Leo akan menarik kerah baju Er, namun tiba-tiba seorang laki-laki datang.

Dan dengan spontan menggendongnya ala bridal style. Tomylouis Ezvaro. "Banci lo, nindas ke yang lemah,"

Sarkasnya pada El. Lalu berlalu menabrak bahu El.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE CHANCE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang